Rehat — Kunto Aji
Sabtu malam terakhir di Jakarta
Siang ini Saya memutuskan untuk membuat kopi yang sedang hits belakangan ini yang harus mengeluarkan tenaga dan merelakan waktu yang cukup lama untuk mengaduk. Tetapi lumayan, Saya cukup puas dengan hasilnya.
"Lo kalo buat gituan bagi-bagi dong," Ucap Aji yang entah datang darimana.
Saya menyerahkan gelas yang tadi Saya pegang padanya. "Buatin gue dong, Ca." Katanya setelah menyesap minuman yang Saya buat hampir setengah gelas.
"Enggak deh, ngaduknya sampe bego."
Aji tertawa mendengar celetukan Saya, padahal menurut Saya itu sama sekali tidak lucu. Hey, Saya sedang membicarakan fakta!
"Bunda lo belum pulang ya?" Tanyanya sambil mengedarkan pandangannya keseisi dapur. Saya menggeleng tanda belum. "Kalo balik jam berapa?" Tanyanya lagi.
"Gak tentu, kadang bisa sampe nggak pulang kalau emang lagi sibuk-sibuknya." Sahut Saya sekenanya.
Aji mengangguk-angguk entah paham atau tidak yang penting mengangguk saja. "Enak ya jadi Felix," Celetuknya tiba-tiba.
"Kenapa emang Felix?"
"Udah mau jadi maba UPH. Ya, jelas sih dia anak orang kaya," Sahutnya masih sambil memegang gelas berisi dalgona.
Saya tertawa mendengarnya yang berucap begitu dengan nada iri. "Kenapa harus iri sama orang sih, Ji?"
"Gue gak iri, gue cuma bilang Felix hidupnya enak banget." Elaknya.
"Sama aja. Lo iri karena hidupnya dia enak."
Aji menghela nafas kasar, sepertinya menyerah berdebat dengan Saya. "Tapi kayaknya emang hampir atau bahkan semua manusia tuh iri ngga sih sama kehidupan orang lain?" Ucapnya kali ini menyerang Saya dengan pertanyaan.
Saya mengangguk. "Ya, karena banyak dari mereka termasuk gue dan lo yang selalu ngeliat keatas. Tanpa mau tau ada apa dibawahnya," Sahut Saya.
"Iya ya.. Gue langsung kepikiran."
Saya tertawa hambar lalu memakan es batu yang tersisa di gelas yang sekarang sudah tandas isinya. "Hal kayak gitu yang buat kita lupa bersyukur."
Aji mengangguk semangat. "Bener banget."
Saya memakan es batu kedua yang masih tersisa dengan Aji disebelah Saya yang entah sibuk dengan hal apa di dalam kepalanya. "Berarti nggak ada ya, Ca, orang yang hidupnya beneran enak," Katanya setelah beberapa saat terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast; Han Jisung
Fanfiction⚠ tw! this story contains a selfharm and blood in some chapter. (.n); someone who fakes a smile, when all they want to do is cry, dissappear, and/or die. a fanfiction of Han Jisung Lokal Ver. credit name to @sklokal on twitter. © senyawaorganik 20...