bagian yang belum sempat diceritakan;
cerita sesungguhnya dibalik kotak bekal hitam.
"Lo yang mintain uang kolekannya, Yis," ucap Aji setelah guru mata pelajaran sejarah minat keluar dari kelasnya.Haris yang baru selesai mengutip bukunya itu menengadah menatap Aji didepannya, "Kemarin udah gue, ogah ah," tolaknya.
"Yaelah itung-itungan banget sih," ucap Aji seraya meletakkan sebuah catatan kecil di meja Haris. "Tolongin gue, besok lo ga lagi deh."
Aji lalu melangkah pergi setelah Haris mengambil kertas tersebut dari mejanya, kertas yang di lipat kecil itu lalu ia masukkan kedalam saku seragamnya.
Haris lalu berbelok menuju koridor kelas disebelahnya, baru berbelok ia langsung bertemu dengan Esa yang saat itu ingin keluar kelas. "Lo disuruh mintain uang kan? Mintain sana," katanya.
"Mana?"
Esa mengernyit heran, "Apaan?"
"Uang lo Maheskuy," sahut Haris tak sabar. "Ayo buruan, atau gue jual vespa lo?"
Esa lalu mengeluarkan selembar lima ribuan dari saku seragamnya, "Jual aja, tapi nanti job endorse lo semua buat gue."
Haris menggeleng tak terima, "Enak aja, vespa lo berapa sih emangnya?"
"Satu."
Haris menghela nafasnya seraya mengusap-usap dadanya, "Sabar... Orang ganteng harus sabar.."
Mahesa yang mendengarnya tertawa ia lalu mendorong Haris perlahan agar pergi dari depan kelasnya, sebab tadi Haris berada di depan pintu kelas Esa. "Esa, panggilin Ica dah," ucap Haris kembali berbalik menghadap Esa.
Esa melongok kedalam kelasnya, pandangannya mengedar ke seisi kelas. "Gak ada, sama Felix deh tadi kayaknya," sahut Esa.
"Kemana?"
Esa mengedikkan bahunya sekali, "Gak tau."
"Nanya sama lo gak ada gunanya juga ya, Sa," sahut Haris seraya mendengus pelan.
Esa tertawa, "Lagian lo nanya sama orang yang sama-sama gak tau, ya jelas gak ada gunanya."
Haris kembali berjalan tanpa memedulikan sahutan Esa tadi, ia lalu berbelok ke kelas teman-temannya yang lain untuk melakukan apa yang diperintah Aji tadi. Setelah uangnya terkumpul semua, laki-laki yang berwajah tampan bak pangeran kerajaan itu duduk di kursi piket yang sudah tidak terpakai lagi karena meja piketnya dipindah ke lantai dasar.
Ia menghitung uang yang terkumpul hari ini, sesekali menyahuti sapaan dari adik-adik kelas yang mengenalnya atau hanya sekedar cari perhatian. "Aneh dah lu, Yis, mau aja disuruh-suruh Aji," gerutunya pada dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast; Han Jisung
Fanfiction⚠ tw! this story contains a selfharm and blood in some chapter. (.n); someone who fakes a smile, when all they want to do is cry, dissappear, and/or die. a fanfiction of Han Jisung Lokal Ver. credit name to @sklokal on twitter. © senyawaorganik 20...