Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Abimayu Jinendra Adsy.
Penguasa yang memiliki ambisi yang kuat dan tak kenal rasa takut.
Nama dengan arti yang sangat hebat. Sampai terkadang Saya juga suka iri dengan arti namanya yang sehebat itu. Wajar jika seorang Jinendra disebut sebagai panglima perang angkatan Saya -Ketua Angkatan mudahnya- Aji benar-benar tumbuh dan besar menjadi seseorang yang dipandang oleh orang lain. Walaupun sifatnya yang agak caur dan berisik, sama sekali tidak menyurutkan wibawanya memimpin kami semua.
Aji yang akan sangat marah jika angkatan kami melakukan senioritas yang berlebihan terhadap angkatan dibawah kami. Saya tidak bilang kalau disekolah Saya tidak ada senioritas ya, tentu, di sekolah Saya ada hal itu tapi Aji melarang habis-habisan jika ada salah satu murid diantara angkatan kami yang main api lebih dulu. Pengecualian kalau sudah keterlaluan.
Tapi, Aji yang dikenal orang lain berbeda dengan Aji yang Saya kenal. Aji yang Saya kenal adalah Aji yang berbanding terbalik dengan apa yang orang lain tau tentangnya.
Aji itu cengeng, Aji itu ngeluh terus, Aji itu lebih sering diam, Aji itu gak sekuat yang kalian kira. Ia rapuh karena dirinya sendiri.
Hanya Saya mungkin yang tau sisi lain dari seorang Jinendra. Kami kenal sudah sejak Sekolah Dasar, Aji juga tetangga rumah Saya rumahnya tepat disebelah rumah. Dulu, ia yang mengajak Saya berkenalan lebih dulu, dan entah kenapa Saya sangat amat merasa bersyukur atas datangnya hari itu. Karena berkat hari itu, Saya bisa tau semua luka dibalik topeng kuatnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
03.20 subuh.
Incoming call from "Tukang Gas"
Saya yang tadinya berniat untuk kembali tidur setelah mengerjakan laporan praktikum kimia itu terpaksa urung lalu meraih ponsel Saya diatas nakas dan menempelkannya ke telinga kanan. "Apa?" Ucap Saya saat sempurna terhubung.
Seseorang diseberang sana tidak menyahut sama sekali, sampai pertanyaan ketiga Saya lontarkan ia tidak kunjung menyahut. "Aji? Lo kenapa? Gue lompat kesana ya."
