Ada yang kangen?
Hehehe maaf ya jadwal updatenya aku pindahin ke hari minggu.
Hari ini kita bareng nabila, duta dan Samudra. Semoga kalian suka.
💙🧡
Malam itu di Marina Bay Singapura adalah malam dimana Nabila mengerti arti dirinya untuk Samudra.
Laki-laki disampingnya ini masih sama. Masih Abin yang selalu memperhatikan Nabila, yang menjadi teman bermain Nabila di waktu kecil, yang pernah rebutan kaus kaki di kamar Nabila, juga Abin yang pernah rebutan spagethi carbonara buatan Mama dengannya.
Nggak ada yang berubah. Nabila tau itu. Nabila juga tau bahwa keingnannya untuk memiliki Abin lebih dari seorang teman kecil adalah keinginan yang tercipta karena rasa takut akan kehilangan. Takut tergantikan.
"Makasih jaketnya," gumam Nabila pelan. Kedua tangannya mengeratkan jaket milik Samudra yang kini ia kenakan. Matanya menatap lurus pada gemerlap lampu perkotaan singapura dari atas puncak tertas Marina Bay.
Samudra disampingnya mengangguk, wajahnya tenang memandangi pemandangan di depan mereka. Nggak ada marah atau dendam. Samudra memaafkannya begitu saja setelah pertengkaran mereka malam itu.
Kenapa? Nabila juga tidak paham. Kenapa mudah sekali bagi Samudra untuk memaafkannya?
"Abil seneng bisa jalan kaya gini sama Abin lagi.. udah lama kita nggak pernah jalan berdua," ujarnya pelan tanpa berani menatap pada Samudra.
"Abin juga kok. Udah lama pengen jalan lagi sama Abil tapi belakangan Abil lagi labil," balasnya dengan nada gurauan di akhir yang mengikis canggung diantara mereka.
Nabila meringis, memutar badannya jadi menghadap pada Samudra.
"Abil emang nggak bisa berharap apa-apa dari Abin ya?" Tanyanya sambil mencoba untuk tersenyum.
"Maksudnya?" Tanya Samudra dengan alis bertaut, bingung.
"Ya.. Abin bakalan tetep kaya gini. Kita bertengkar, Abil bikin kesalahan tapi Abin akan selalu memaafkan. Menerima Abil jadi teman Abin lagi. Tapi.. ya cuma sampe disitu. Abin akan terus menerima Abil tapi itu ya cuma sebagai teman masa kecil. Nggak akan pernah lebih,"
"Tapi itu nggak berarti abin.."
"Ya Abil tau,"Nabila memotong. Ia menarik napas panjang, menikmati udara malam yang sudah semakin larut.
"Itu nggak akan mengubah sayangnya Abin ke Abil. Abin tetap Abin buat Abil. Dan Samie buat Lia. Keduanya berbeda tapi Abil tau kalau itu nggak berarti Abil akan kehilangan Abin," katanya sambil tersenyum.
"Kenapa.. tiba-tiba jadi berubah?" Tanya Samudra tak percaya. Ia ikut memutar tubuh, jadi saling berhadapan dengan Nabila.
Kedua bahu Nabila mengendik, "nggak tau. Sadar aja setelah seharian ini kita jalan berdua dan nggak ada satupun dari sikap Abin yang berubah ke Abin," jawabnya.
"Oh ya, satu lagi.. sehari setelah kita berantem bunda ngasih tau kalau Abin sakit. Abil langsung ke rumah waktu itu tapi pas kebetulan ada Lia di rumah. Abil denger semuanya," mata Nabila tampak berkaca-kaca, menatap lekat pada Samudra.
Hari itu saat ia hendak memasuki kamar Samudra, ia bisa dengar tangisan Samudra disela-sela ceritanya. Pedihnya Samudra yang ia tanggung sendirian tanpa ada seorangpun yang tau.
Hari itu Nabila ada disana. Menyaksikan dari celah pintu kamar Samudra saat Lia memeluk Samudra. Menemaninya, menggenggam tangannya, menenangkannya. Melakukan hal yang nggak mungkin bisa Nabila lakukan pada Samudra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Orangeade
Teen Fiction"Aku biru kamu oren" "Kenapa lo milih warna biru?" "Karna aku samudra, samudra biru," "Terus gue? Kok oren?" "Karena kamu kecut, kerjaanya marah-marah mulu," Katanya seseorang yang bertolak belakang dengan kita dihadirkan untuk saling melengkapi...