Chapter 9

1.2K 79 12
                                    

||Sakit ini benar-benar menyiksa ku||

Hari ini Dira masih berada di tempat tidur nya. Padahal jam sudah menunjukan pukul 9. Karena hari ini hari sabtu sekolah Dira libur. Hp Dira yang berada di meja sudah 10 kali berdering. Dira yang mulai terusik pun mengangkat teleponnya.

"Halo Dira" panggil orang di seberang sana.

"Hmm"

"Kamu gak lupakan ini jadwal cek up?" Tanya nya memastikan.

"Enggak deh males" balas Dira saat tau siapa orang di seberang sana.

"Kamu mau sembuh atau enggak sih?" Tanya nya yang kesal.

"Yakin sakit ini ada obat nya?" Tanya Dira.

"Yah kamu pasti bisa sembuh" balas nya mencoba meyakini Dira.

"Jangan berkata kosong. Aku tau sakit ini gak ada obat nya" balas Dira lalu tersenyum miris.

"Kita coba aja dulu. Yang penting udah usaha. Kalau sembuh dan gak sembuh tinggal urusan yang di atas" nasehat dokter itu.

"Enggak deh gue mau tidur mumpung libur" balas Dira.

"Ke sini sekarang atau aku jemput paksa" ancamnya.

"Iya" balas Dira.

"Jang-"

Saat orang di seberang sana ingin membalas, Dira langsung saja mematikan sambungannya. Dira pun pergi ke kamar mandi. Setelah selesai ia langsung turun ke bawah. Di ruang makan sudah ada papa nya. Dira pun ikut duduk, gak berapa lama Sona turun dengan pakaian yang sudah rapi.

"Mau kemana lo?" Tanya Dira.

"Mau jumpa teman gue lah, gak kayak lo ngurusin kerjaan mulu"

"Yeh sok tau lo" balas Dira sambil mengunyah roti.

Mereka makan dengan keadaan hening sampai Sona menunjukan sebuah foto yang ada di hp nya.

"Ganteng gak?"

"B aja sih"

"Mata lo rusak nih" balas Sona sewot.

"Emang siapa lo?" Tanya Dira penasaran.

"Gebetan gue" balas Sona sambil senyum-senyum.

"Lo masih kecil jadi belajar yang rajin"

"Sirik ajak lo upil, lo gak ada pacar?"

"Enggak ada, males gue pacaran, ribet"

"Nanti kalau udah kenal cinta baru lo ngerasain yang namanya berbunga-bunga" balas Sona sambil memegang dada nya lalu senyum-senyum gak jelas.

Sedangkan papa angkat Dira hanya melihat interaksi kedua putri nya yang begitu akrab. Saat pertama kali dia datang ke panti, pak Aldo Jerryan terpikat dengan Dira yang tampak begitu manis, dan saat itu ia dan istri nya memutuskan mengadopsi Dira.

"Dira kamu mau kemana?" Tanya pak Aldo.

"Ada urusan sama teman"

"Yaudah kalau gitu papa aja yang akan mengecek markas"

Dira pun mengangguk menanggapi papa nya. Selesai sarapan Dira pun mengambil motor di garasi. Ia langsung menuju rumah sakit. Sesampainya di sana Dira pergi menuju lantai dua. Dokter itu sudah menunggu Dira di ruangannya.

"Lama banget" kesal nya.

"Jalanan macet" balas Dira.

"Jangan bohong. Hari ini kan hari sabtu"

"Iya, serah deh"

Dira pun duduk di atas tempat tidur yang ada.

"Gimana sama penyakit itu?" Tanya nya.

"Masih belum parah" balas Dira.

"Berbaring biar kita lakukan secepat nya" suruh dokter Daniel.

Dira pun berbaring seperti yang di perintahkan. Kalau harus berdebat gak akan selesai-selesai urusan sama dokter yang menurutnya begitu menjengkelkan. Dokter Daniel langsung memasang alat-alat di tubuh Dira. Yang pasti itu sangat menyiksa. Dira memejamkan mata nya menahan rasa sakit. Obat-obat yang di berikan seperti membakar tubuhnya dari dalam.

"Dira cepatlah sembuh" ucap nya sambil mengelus surai hitam milik Dira.

Dira sudah tidak sadarkan diri karena di bius untuk mengurangi rasa sakit yang di rasa. Dokter Daniel tidak tega melihat pasiennya ini ke sakitan. Makanya ia menyuntikkan bius.

Beberapa jam berlalu cairan itu sudah habis. Dan sebentar lagi Dira akan sadarkan diri karena efek bius nya juga mulai menghilang. Dokter Daniel masih senantiasa menunggu Dira di sana.

"Gimana udah mendingan?" Tanya nya sama melihat mata kebiruan itu membuka.

"Tapi ini sakit" balas Dira.

"Ini demi kebaikan mu" balas dokter Daniel.

Dokter Daniel itu masih muda. Umur nya masih 25 tahun tapi dia tak kunjung menikah. Padahal banyak wanita yang ingin menjadi pendamping hidupnya. Entah mengapa menurutnya semua wanita yang di temui tidak ada yang cocok dengannya.

"Kamu sudah makan?" Tanya nya yang di balas anggukkan oleh Dira.

"Tapi perut gue laper lagi"

"Ayo kita makan di cafe depan" ajaknya.

"Enggak deh nanti di kira jalan sama om-om" balas Dira mengejek karena Daniel yang juga belum menikah.

"Sembarangan kamu gini-gini aku masih terlihat muda" balas nya tidak terima.

Dira pun tersenyum sambil jalan meninggalkan Daniel. Mereka memang sudah begitu akrab. Saat bersama Daniel sikap Dira berubah seperti anak kecil.

"Ya tunggu aku!" Teriak Daniel sambil mengejar Dira.

Dira lebih dulu sampai di cafe depan rumah sakit. Sedangkan Daniel masih tertinggal jauh. Sampainya Daniel di cafe ia langsung duduk dengan nafas yang tidak teratur.

"Dasar tua gitu aja usah capek" ejek Dira.

"Dasar bocah nakal" balas nya menjitak kepala Dira.

Pelayan pun datang sambil membawa buku menu. Dira sudah memesan lebih dulu tadi, tinggal dokter Daniel.

"Mau pesan apa?" Tanya sang pelayan.

"Cappucino satu"

"Udah itu aja?" Tanya nya lagi.

"Iya"

"Di tunggu 5 menit" kata nya dan setelah itu pergi meninggalkan mereka.

"Kakak niel gak liat itu mbak-mbak kagum?" Tanya Dira sambil terus makan.

"Jelas aku kan ganteng" balas Daniel sambil menaikan alis.

"Ganteng sih ganteng tapi gak ada istri" balas Dira.

"Ciee yang ngaku aku ganteng" balas nya sambil mecoel dagu Dira.

"Apaan sih" balas Dira lalu mengelap dagu nya dengan tangan.

"Makanya kamu cepat sembuh biar kamu yang jadi istri ku" ucap dokter Daniel sambil menatap Dira yang sedang makan.

Dira yang di bilang gitu dengan spontan tersedak. Dokter Daniel langsung memberikan minum. Dira segera meneguk abis air nya.

"Dasar om-om mesum" kata Dira saat sudah merasa lega.

"Aku serius" balas dokter Daniel.

Dira tidak membalas dokter Daniel. Dan gak berapa lama pesanan dokter Daniel datang. Mereka berbincang sampai selesai makan.

Hai semua gimana sama cerita ini? Bagus atau enggak? Tolong masukan nya yah.

The Queen Darkness [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang