Bab 1

2.8K 122 11
                                    

Hai!!! Ada yang kangen dengan Author nggak? 😊

Kalo ada, kini Author datang lagi dengan membawa cerita baru untuk kalian semua.. hehe

Sebenarnya, ide cerita ini spontan terlintas begitu saja di pikiran Author. Terus iseng coba nulis. Eh, jadilah satu chapter.. kan lumayan.. hehe

Rencananya sih, untuk cerita ini tidak akan Author buat dengan banyak chapter yaa. Mungkin hanya sebatas novella atau miniseries gituu... Tapi, kita lihat saja nanti 😁😁

Happy Reading!!

~CASEY~

"Casey, apakah kau melihat map berisi kontrak dengan klien yang sudah kutandatangani pada pertemuan tadi?", pertanyaan Will mengalihkan perhatianku.

Aku mengalihkan pandanganku dari layar komputer di hadapanku menuju ke arah depanku. Dan aku melihat Will sedang berjalan ke arahku. Raut wajahnya tampak panik.

Kemudian, aku beralih menatap map berwarna coklat yang berada di atas mejaku untuk kuserahkan pada Will.

"Ini, Mr. Harrison.", jawabku sambil menyerahkan map coklat itu pada Will. "Tadi, saya menemukan map itu di ruang rapat tempat Anda bertemu dengan klien.", imbuhku.

"Oh, syukurlah. Untung saja kau menemukannya, Casey. Ini adalah kontrak yang sangat penting. Aku tidak dapat membayangkan jika aku benar-benar menghilangkan kontrak ini.", ucap Will lega. Tapi, kemudian Will mengerutkan dahi dan menatap tidak senang ke arahku. "Hey, aku tidak suka jika kau memanggilku seperti itu. Sudah berulang kali kukatakan padamu, bukan? Jika kita hanya berdua di kantor, kau tidak perlu memanggilku dengan nama belakangku.", Will berkata dengan wajah cemberut.

Aku menghembuskan napas lelah.

"Kau adalah bosku, Will. Sudah sepantasnya aku memanggilmu seperti itu.", kataku padanya.

"Tapi, kau sahabatku, Casey.", balasnya.

"Di kantor, aku adalah sekretarismu, Will.", ucapku tak mau kalah.

"Ya. Itu juga benar. Tapi, aku tidak ingin hubungan antara bos dan sekretaris ini membuat batas antara kau dan aku, Casey. Sampai kapanpun, kau adalah sahabatku. Kau boleh tetap bersikap profesional padaku ketika kita berada di depan orang lain. Tapi, itu tidak berlaku jika kita hanya berdua.", Will tetap kekeuh dengan pendapatnya.

Lagi-lagi, aku hanya bisa menghembuskan napas lelah. Will memang keras kepala. Aku tidak akan pernah menang jika berdebat dengannya.

"Oke. Terserah padamu.", ucapku lelah menanggapinya. "Sekarang, aku harus melanjutkan pekerjaanku. Sebaiknya, kau kembali ke ruanganmu.", ucapku mengusirnya.

"Kau berani mengusir bosmu?", tanyanya dengan ekspresi sakit hati dan tidak percaya.

Tapi, aku tahu bahwa ekspresi itu hanya dibuat-buat olehnya.

"Bukankah kau sendiri yang menyuruhku untuk menghilangkan batas antara bos dan sekretaris saat hanya ada kita berdua di sini?", aku bertanya membalik ucapannya.

Will cemberut mendengar pertanyaanku.

"Will, aku benar-benar harus melanjutkan pekerjaanku. Aku harus segera menyelesaikan rekapan hasil pertemuan antara kau dan klienmu tadi. Kau membutuhkan rekapan ini untuk rapat bersama para bawahanmu besok pagi.", kataku memberi alasan padanya.

Will mendesah pasrah.

"Baiklah... baiklah. Aku akan kembali ke ruanganku.", ucapnya mengalah. Dia berbalik dan mulai berjalan menjauhiku. Tapi, ketika dia hendak mencapai pintu ruangannya, dia berbalik menghadapku. "Oh ya, Casey. Nanti, kau jangan pulang dulu. Tunggu aku. Kita akan pulang bersama.", katanya padaku.

You're My Best (Girl)FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang