Bab 10

1.1K 110 11
                                    

~CASEY~

Aku menatap Will yang sedang memohon maaf padaku. Dan aku masih tidak menyangka bahwa Will datang jauh-jauh dari New York dan menyusulku ke Spokane hanya untuk meminta maaf padaku. Dia juga memintaku agar kembali lagi menjadi sekretarisnya.

Will sudah berulang kali mengucapkan kalimat permintaan maafnya padaku. Aku sampai tidak dapat menghitung berapa banyak kata maaf yang sudah dia ucapkan padaku sejak dia menyusulku ke kebun anggur tadi pagi. Namun, sampai sekarang aku belum mau memaafkannya.

"Aku minta maaf padamu, Casey. Dan aku mohon agar kau kembali lagi ke New York. Aku tidak bisa hidup berjauhan darimu. Aku membutuhkanmu berada di dekatku.", Will memohon lagi. Raut wajahnya terlihat menyesal dan bersalah padaku.

Dan seperti biasa, aku tidak tega melihatnya terus memohon dan meminta maaf padaku seperti ini.

Aku menghembuskan napas lelah.

"Baiklah. Aku memaafkanmu.", ucapku padanya.

Seketika, senyum lega langsung terbit di wajah tampan Will.

"Apakah itu juga berarti bahwa kau akan kembali ke New York dan mau menjadi sekretarisku lagi?", tanyanya dengan raut berharap.

Aku benci menjawab ini. Tapi, aku tak kuasa dan mengangguk menjawab pertanyaan Will.

Senyum Will semakin lebar saat melihatku mengangguk. Kemudian, dia memelukku.

"Terimakasih, Casey. Terimakasih karena kau mau memaafkanku. Terimakasih juga karena kau mau kembali lagi ke New York dan mau menjadi sekretarisku. Aku janji, setelah ini aku tidak akan mengecewakanmu lagi.", ucap Will dengan masih memelukku.

Aku tersenyum tipis mendengar ucapannya. Walaupun aku tidak yakin dengan janjinya yang tidak akan mengecewakanku lagi. Namun, aku mengangguk dan membalas pelukannya.

Aku tahu bahwa aku memang bodoh. Aku sangat bodoh karena aku dengan mudahnya menerima bujukan Will agar kembali lagi ke New York. Padahal, kemarin aku sudah membulatkan tekadku untuk tidak kembali lagi ke New York lalu menetap di Spokane. Namun, semua rencana itu batal hanya karena Will yang tiba-tiba datang lalu membujukku. Aku kalah lagi dengan perasaanku padanya. Walaupun aku tahu bahwa Will memintaku kembali lagi ke New York hanya karena dia membutuhkanku menjadi sekretarisnya. Tapi, aku tetap saja termakan bujukannya. Aku selalu tidak bisa menolak permintaannya. Dan aku benci pada diriku sendiri karena aku selalu lemah jika berhadapan dengannya.

Beberapa saat kemudian, Will melepaskan pelukannya padaku. Dia menatap senang ke arahku.

"Tapi, aku tidak akan kembali ke New York sekarang. Aku akan kembali ke sana minggu depan. Aku masih ingin berlibur di sini.", aku berkata padanya.

Will mengangguk dan tersenyum padaku.

"Ya. Aku setuju. Kau bisa berlibur di sini selama seminggu ke depan.", katanya menyetujui ucapanku.

"Kau kembalilah ke New York besok.", kataku lagi.

Will menggeleng.

"Tidak. Aku akan kembali ke New York bersamamu minggu depan. Aku harus memastikan bahwa kau benar-benar ikut aku kembali New York.", ucapnya bersikeras.

Aku memutar bola mataku jengah. Will memang keras kepala.

"Terserah. Tapi, aku tidak bertanggungjawab jika pekerjaanmu di kantor menumpuk karena kau tidak segera kembali ke New York karena menungguku di sini."

"Itu tidak masalah. Yang terpenting bagiku saat ini adalah aku harus memastikan bahwa sahabatku ini ikut pulang bersamaku kembali ke New York.", putusnya dengan yakin.

You're My Best (Girl)FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang