Rushing

745 116 16
                                    



"Bisa tolong nyalain koreknya?"

Jisu menoleh, menatap Yeji dengan sebatang rokok terselip di antara bibirnya.

Gadis itu sibuk menundukkan kepala, berusaha membuka selembar kertas yang terus menerus tertutup karena tiupan angin.

Jisu meraih korek api bewarna kuning dari sisi Yeji, memutar pematiknya sekali sebelum mengarahkan api itu ke arah sahabatnya dengan tangan kiri sibuk yang menutupi sisi lain apinya.

Mereka duduk berdampingan di atas sebuah rooftop sebuah gedung kosong. Tidak ada sumber cahaya selain dari lampu jalan dan korek api yang menyala di tangan Jisu.

Angin bertiup kencang malam itu, tidak seperti biasa. Hanya malam itu mereka tidak bisa menatap bintang dari tempat yang sama seperti yang biasa mereka lakukan.

Cuaca yang mendung dan kumpulan awan tebal berhasil menghalangi langit mereka.

Namun itu bukan masalah.

Lagipula Yeji sepertinya tidak tertarik untuk menatap bintang.

Tiupan angin membawa asap yang keluar dari mulut Yeji menerpa wajah Jisu tanpa sengaja.

Gadis itu kembali sadar akan eksistensinya.

Jisu menoleh, menatap lembar kertas di atas pangkuan Yeji yang kini mulai terisi dengan kalimat-kalimat pendek.

"Itu apa?"

Yeji menoleh, menatap mata Jisu untuk pertama kalinya malam itu.

"Surat," Yeji berucap sebelum menunduk, kembali menggoreskan pena —yang Jisu tahu bukan milik gadis itu— di atas kertas.

Jisu berniat untuk kembali bertanya, namun Yeji sudah lebih dulu membungkamnya dengan, "Kalau nembak Yuna lewat surat ini, nggak terkesan kuno kan?"

Oh...

Jisu menggeleng dan Yeji tersenyum senang setelahnya.

Shin Yuna adalah adik tingkat mereka yang Jisu tahu luar biasa cantik dan berbakat. Jisu beberapa kali berada satu tim dengan gadis itu ketika mereka pergi mewakili sekolah mereka dalam lomba sains.

Besar kemungkinan kalau hubungan Yeji dan Yuna berawal dari sana.

Jisu memasukkan tangan ke dalam saku jaketnya, meraih amplop kecil yang juga berisi surat sebelum meremasnya dengan jari.

Amplop berisi ungkapan perasaannya yang muncul sejak Yeji pertama kali membuka pintu hatinya.

Amplop berisi rangkaian kata yang gadis itu tulis sepanjang malam selama berminggu-minggu sebelum menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya.

Namun sepertinya, malam yang Jisu lewati tanpa tidur tidak berarti apa-apa sekarang.

Jisu merasa hatinya seakan ikut diremas kuat-kuat bersamaan dengan amplop yang kini sudah tidak berbentuk di dalam saku. Dan untuk pertama kalinya, Jisu tidak menyukai rasa sakit ini.

Terlalu sakit.

Terlalu sakit hingga rasanya ia ingin pergi dari sana secepat mungkin, meninggalkan Yeji seorang diri dengan surat bodohnya.

Tapi yang terjadi adalah Jisu memilih untuk tetap tinggal.

Gadis itu tersenyum, mencoba segala cara untuk menyembunyikan perasaannya di balik topeng yang ia buat sedemikian rupa.





















Sugar and Smoke ; yejisu [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang