Prolog

22 1 0
                                    

Habib benar. Pemandangan di sini benar-benar indah. Sejauh mata memandang, pohon-pohon kopi yang berbuah lebat seolah berbaris dengan rapinya membentang hingga ke ujung lahan perkebunan di kaki bukit ini. Pegunungan bukit barisan yang tampak mengelilingi kawasan ini dari kejauhan juga tampak sama indahnya.

Dari atas sini, Lana bisa melihat sang fajar mulai menampakkan sinarnya, seolah mengintip dari balik gunung yang ada jauh di depan sana.

Udara terasa segar, meskipun memang jauh lebih dingin dari udara di ibukota. Tanpa sadar, Lana memeluk tubuhnya sendiri saat dinginnya angin pagi bertiup melewati tubuhnya.

Lana menoleh ke sampingnya saat merasakan rasa hangat yang menenangkan mengalir ke sekujur tubuhnya. Habib merapatkan selimut yang dia sampirkan pada tubuh Lana, lalu memeluknya dari belakang dengan erat. Lana tersenyum. Pandangan Lana terfokus pada wajah Habib yang kini bertumpu di tengkuknya.

Ini indah. Pemandangan matahari terbit di sini memang indah. Tapi melihat wajah tampan Habib yang bermandikan cahaya kemerah-merahan sang fajar jauh lebih indah bagi Lana. Lana mengamati bagaimana menawannya ekspresi Habib yang sedang tersenyum sambil memejamkan mata, tampak menikmati sejuknya udara pagi yang menyegarkan.

Tanpa sadar, tangan Lana terangkat mengusap wajah Habib, membuat Habib membuka matanya. Tatapan mereka bertemu. Tatapan teduh milik pria itu seolah memerangkap Lana, membuatnya tak bisa beralih.

Lalu Habib memejamkan matanya dan mencium kening Lana dengan lembut. Lana pun kembali memejamkan matanya, menikmati setiap rasa yang tercurahkan melalui perlakuan lembut yang Habib berikan.

"Tetaplah di sisiku. Sampai kapanpun." Meskipun terdengar seperti bisikan, meskipun kata-kata yang keluar dari mulut Habib hampir sepelan hambusan nafas, tapi Lana bisa mendengarnya dengan jelas.

Lagi, saat Lana membuka matanya, tatapan Habib yang meneduhkan kembali memerangkapnya. Rasa haru memenuhi dada Lana. Membuncah, hingga membuat Lana seperti akan meledak dalam kebahagian.

Namun saat mendapati Habib yang kembali tersenyum padanya, menatapnya penuh cinta, ketakutan tiba-tiba menyeruak dari dalam diri Lana. Dia tidak ingin semua ini berakhir. Sampai kapanpun rasanya Lana tidak ingin melepaskan semua kebahagian yang kini berada di dalam dekapannya.

Kekhawatiran mengambil alih benak Lana tanpa permisi. Bagaimana jika akhirnya Habib mengetahui tentang rahasia Lana dan masa lalunya? Bagaimana jika ternyata Habib kecewa setelah tau semuanya? Tapi menyembunyikan masa lalunya dari satu-satunya orang yang dia cintai juga terasa tidak benar.

Lana bisa merasakan setetes air matanya mengalir begitu saja tanpa dia sadari. Lana berbalik, lalu memeluk Habib dengan erat. Dia benar-benar takut kehilangan pria ini. Lana bisa merasakan tubuh Habib yang sempat menegang terkejut, kini balas memeluknya dengan sama eratnya.

Sesaat kemudian, Lana melepaskan pelukannya, kemudian menatap Habib tepat di matanya.

"Menurutmu, apa yang juga turun bersama hujan?" Lana bisa menangkap ekspresi terkejut Habib akan pertanyaannya yang tiba-tiba.

Pagi itu.. bermandikan cahaya fajar di kaki pegunungan bukit barisan, setelah sekian lama menyembunyikannya, Lana mendapati dirinya sudah siap memberitahu Habib tentang rahasianya. Rahasia yang mungkin saja akan membuat Habib langsung pergi meninggalkannya tepat setelah pria itu mengetahuinya.

________________________

Happy reading.
Jadwal update: Hari Senin atau Minggu

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Yang Turun Bersama HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang