Chapter 5 : Ulang Tahun Kepala Sekolah

13 2 5
                                    

"Sambil diaduk-aduk pelan Lil."

Lila sebisa mungkin menjauh dari kompor tempat bumbu saus kepiting yang dimasaknya. Lila lebih lihai mengetik daripada menggoreng. Lebih pandai menilai cita rasa makanan daripada memasaknya. Tak kurang-kurang Mamanya menasehati agar Lila sebagai perempuan, belajar memasak, membersihkan rumah dan lain sebagainya. Dalih sibuk urusan OSIS dan sekolah yang ia gunakan sebagai tameng.

"Aduh! Ma! ini meletus-letus."

"Meletus apanya sih? Kamu masak gini doang udah teriak-teriak." Mama Lila mengambil alih tugas anaknya. Ajaibnya, bumbu yang ia tumis tadi langsung diam ditangan mamanya. Tidak meletup-letup seakan ingin keluar dari tempat seperti tadi. "Anak cewek kok gak pandai urusan dapur. Nanti gimana kata mertua kamu."

Lila melebarkan pupil matanya, "Lila masih SMA Ma! Masih jauuuhhh...." Lila merentangan tangannya, menggambarkan rentan waktu yang masih panjang ke depan.

"Mama sama Budhe kamu dulu diajarin nenek buat masak nasi dari SD. Nggak cuma masak, tapi udah bisa cuci baju sendiri, setrika, ngapa-ngapain sendiri. Anak zaman sekarang cuma taunya media sosial!"

"Aku bisa bikin dalgona coffe dari tik tok." Lila mencomot gorengan ayam yang dikhususkan untuk Andra. Adiknya itu memiliki alergi berlebih pada makanan-makanan seafood. Lila mengernyit saat Mamanya memasukkan beberapa ekor kepiting ke dalam wajan. "Itu kepitingnya masih hidup Ma?"

"Nggak lah! Udah direbus." Leli menutup wajannya, membiarkan bumbu-bumbu yang ia racik meresap. Kemudia ia menatap pada anak gadisnya, "cuci piring sana. Sabunnya nggak bakal meletus-letus."

Mama Lila; Leli. Memiliki keahlian masak yang cukup bisa diadu. Katanya, dulu mengambil sekolah tataboga. Didikan nenek Lila yang mengharuskan anak gadis untuk pandai memasak sejak dini, mengantarkan Leli pada keterampilannya. Ia sering bercerita pada Lila bahwa keinginan terbesarnya adalah mendirikan rumah makan. Lila kecil sering bertanya, kenapa Mamanya tidak mewujudkan mimpi itu, dan hanya jadi sebuah ulasan cerita yang terus menerus diulang.

"Papa nggak ngebolehin Mama kerja."

"Kok nggak boleh? Itu kan mimpi Mama."

"Papa itu kepala rumah tangga. Semua yang dibilang Papa, Mama harus nurut."

Sejak saat itu, Lila tidak berkeinginan hanya menjadi ibu rumah tangga seperti Mamanya. Perempuan boleh memiliki mimpi dan juga mendapat hak yang sama untuk mewujudkannya. Lila ingin menjadi perempuan bebas, bukan pergaulannya, tapi cita-citanya. Seperti sekarang ia masuk dalam OSIS, ia ingin membangun relasi sekuat mungkin. Belajar berorganisasi dan memimpin. Lila ingin menjadi wanita karier, walau entah nanti ia mendapat pasangan seperti Papanya atau tidak. Lila harap, sebelum menikah, Lila bisa mewujudkan mimpinya walau hanya sebentar.

"Papa nanti pulang, Ma?" Lila mematikan kran air, mengusap tangan basahnya dengan lap. "Lila WA nggak dibales."

"Iya, nanti jam sembilan. Papamu katanya ada kerjaan besar, makanya sering banget sampai nggak pulang." Wanita itu mengelap piring-piring dan menumpuknya di meja makan. "Kamu tau nggak? Kemarin Papamu marah karena Mama telat nganter kemejanya. Salah sendiri kalau ngomong serba dadakan."

"Nganterin kemeja?"

"Iya. Katanya kemejanya kotor. Kemeja ganti yang lain udah kotor semua. Mama deh harus nganter ke kantor. Heran deh Mama, emang dipakai buat ngapain. Udah bawa ganti dua loh Lil."

Lila tidak tahu harus merespon apa. Sering kali Mamanya menjelekkan sang Papa, maupun sebaliknya. Lila tahu, mereka tidak cocok dalam beberapa hal. Selalu beradu argumen, imbas dari semua itu. Tapi Papanya lah yang lebih kuat. Pria itu pandai membentak, menjadikan dirinya yang selalu menang dan menyisakan sang Mama yang memendam banyak kegundahan.

Ketua OSIS TerhormatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang