Anggota OSIS SMA Nusa kini tidak mengenakan seragam kebanggaan mereka. Tidak lagi atasan putih dan bawahan abu-abu. Tidak lagi juga mengenakan almamter biru. Lila hanya sebatas memakai atasan biru muda dipadu dengan bawahan celana panjang dengan motif kotak-kotak. Sesekali ia manatap sekeliling ruang tengah rumah Afdan. Di depannya anggota OSIS yang lain tengah bercengkrama.
Pak Roni meminta agar anak OSIS membuat video yang menggambarkan layanan OSIS mereka. Dan juga mengaktifkan kembali komunikasi mereka di jejaring sosial. Pesannya, agar tidak kalah dengan OSIS sekolah lain.
"Gue siap jadi adminnya. Nanti feed instragram gue isi selucu mungkin."
"Ini buat medsos organisasi Ren. Kalau lo yang pegang, yang ada isi feed instgram warna pink semua. Instastorynya muka lo semua!"
"Sok tau lo! Dio diobok-obok!"
Lila tidak mempermasalahkan siapa saja yang mau menjadi admin akun sosial media mereka. Kerren lebih baik darinya. Jangankan postingan, Lila saja jarang mengungaggah instastory diinstagram pribadinya. Anak humas pun juga sulit diandalkan.
Lila memilih menyeruput air mineral dalam kemasan, dibanding minuman lain yang beraneka rasa. "Terus ide awal lo gimana Ren? Biar kita terlihat aktif juga di media sosial?" Zaman sekarang dengan dunia maya sudah tak ada sekat. Semua berlomba terlihat apik dan menarik di dunia serba ada itu.
"Beli followers, beli like. Promosi yang kenceng."
Lila langsung memblokir ide Kerren tersebut. Dilihatnya Dio yang mendesah tidak setuju. Dari awal memang dia lebih mengkritisi apa yang disampaikan Kerren. Alfi pun tak bergumam. Lila bingung, cowok itu sebenarnya setuju atau tidak setuju sama sekali. Sedangkan Afdan, si empunya rumah tidak menampakkan batang hidungnya setelah pamit ke belakang beberapa menit yang lalu.
"Nggak! Jangan aneh-aneh deh lo. Gapapa followers dikit, like nggak seberapa. Gimana malunya sama sekolah sebelah kalau tau postingan kita dilike sama bule-bule akun bodong, tanpa followers."
"Ya kan bisa beli followers akun orang Indonesia."
Lila hanya menggeleng. Tanpa komentar setuju dari gadis itu, pasti anggota lain tidak akan melaksanakan ide-ide yang mereka ajukan. Keputusan Lila itu yang paling valid setelah persetujuan Pak Roni. Dia seperti tetua, yang selalu ditunggu kebijakannya. Acuan mereka mengaktifkan akun sosial media sebagai sarana komunikasi adalah sekolah sebelah. Bukan sekolah lawan sebenarnya. Bahkan sering dijadikan contoh. Semua yang dilakukan siswa di sekolah itu selalu menjadi bentuk inspirasi sekolah lain, termasuk SMA Nusa.
"Kalau sekolah sebelah, emang prestasinya jangan diragukan lagi. Gue berani jamin, diantara kita pasti ada yang kepoin instragram OSIS mereka." Lila membenarkan ucapan Dio dalam hati. Dirinya bahkan menjadi salah satu pengikutnya.
"Selain berprestasi. Mereka juga keren-keren. Apalagi anak OSISnya. Kalian lihat kan waktu kita ada kunjungan ke sana." Wati memegang pipinya, dengan mata menerawang ke atas, membayangkan ketampanan anggota OSIS yang ia sebutkan tadi.
Dio membuang muka, "emang kita nggak keren?"
"Cuma Afdan dan Alfi yang memenuhi standar. Yang lain enggak! Untung aja mereka berdua menduduki posisi Ketua sama Wakil, bisa jadi profil yang cakep." Setelah bersiteru dengan Kerren, tidak ada lelahnya Dio bersiteru dengan Wati. Cowok itu musuh semua umat.
"Selain itu, faktor kagum dan kepo yang ngebuat mereka selalu menarik di mata sekolah lain." Imbuh Lila, dia ingat betul bagaimana sang ketua OSIS mereka pandai sekali berpidato. Urusan keberanian tampil di depan boleh diadu dengan Afdan. Tapi isi materi yang disampaikannya, Afdan kalah telak.
Arif mengangguk. "Dan jangan lupakan itu sekolah favorit. Gue yakin, beberapa teman sekelas kita pasti korban buangan. Maksudnya, nggak ketrima di sekolah itu terus larinya ke Nusa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua OSIS Terhormat
Teen FictionBACA DULU KALI. Kalau suka, tinggal tambahin ke library. Kalau udah baca, tinggalin vote & komen kalian ya. Mau follow penulisnya? boleh banget hehehe Lila sangat menghormati posisinya saat ini. Menjadi Sekretaris OSIS SMA Nusa tidaklah mudah. Apal...