🌺 Empat Belas🌺

1.6K 156 24
                                    

Hallo selamat malamm.., jangan lupa votee yaaahhh...,sekaligus coment jugaaa...., Pleaseeee. Yang buaanyakkkk.

Ada typo bilang ya gaes, ibarat pisang goreng masih panas keluar dari jarangannya.

Amak sedari tadi sibuk meniup api supaya menyala di tungku. Namun, sudah hampir lima belas menit api tidak juga mau menyala. Ini disebabkan karena amak Cuma menggunakan daun-daun kering. Persediaan kayu sudah habis. Amak juga lupa menyuruh Rajo mencapai kayu bakar ke hutan. Amak bisa saja pergi mencari kayu ke hutan karena sudah biasa, namun masakan belum ada satu pun yang matang. Kalau Amak pergi ke hutan dulu, waktu akan habis banyak. Hari semakin tinggi. Persediaan daun kelapa dan sabuk kelapa juga habis. Biasa nya tidak ada kayu dengan daun kelapa yang kering dan sabuk kelapa api sudah bisa di nyalakan.

“Amak, kenapa banyak sekali asap nya?”

Tiba-tiba Shasi datang dan mendekat kepada Amak sambil menghalau asap yang menghalangi matanya dan membuat mata Shasi perih dan berair.

“Iya, Nak. Kayu bakar kita sudah habis. Amak pakai daun-daun kering saja, tapi api nya tidak mau hidup dan kecil sekali.” Amak menghentikan kegiatan meniup saluang nya.

“Yaudah, kita cari ke hutan aja, Mak.” Shasi memberikan saran. Shasi pernah diajak Amak ke hutan untuk mencari kayu bakar. Dan pekerjaan tersebut sangat di sukai oleh Shasi karena dirinya langsung bersentuhan dengan alam. Sepanjang mata memandang, kayu-kayu, pohon-pohon. Dedaunan yang hijau memanjakan matanya.

“Amak mau saja pergi ke hutan sekarang. Tetapi masakan kita belum ada yang matang satu pun. Amak takut kalau kita kesana, nanti Abak sama Rajo keburu pulang dari ladang. Makanan belum juga terhidang. Amak juga lupa kalau persediaan kayu bakar kita sudah habis. Namanya juga sudah tua, Nak.” Amak tersenyum di akhir kalimatnya. Lalu, kembali meniup Api yang menyala sedikit dan kecil. Kabut asapnya semakin menjadi.

“ Kalau begitu, biar Shasi saja yang mencari kayu bakar nya ke hutan, Mak,” Shasi mengusulkan dirinya. Shasi merasa kasihan melihat Amak yang sibuk bekerja dan tidak berhenti sedari tadi. Amak juga sudah tua. Sedangkan dirinya masih muda jadi tenaga nya masih kuat. Shasi juga tidak enak kalau tidak membantu Amak. Lagian hatinya juga senang melakukan pekerjaan tersebut.

“Jangan, Nak,” Amak menjawab dengan cepat dan memberikan ekspresi keberatan dan penolakannya.

“Tidak papa, Mak. Shasi bisa kok. Lagian Shasi juga ingat jalannya Mak.” Shasi berujar lembut dan memegang lengan Amak.

Amak menggeleng. “ tidak usah, biar Amak suruh saja Rajo nanti yang mencari kayu bakar itu. Amak takut jika terjadi apa-apa sama kau nanti, Nak.”

“kasian Rajo nanti Mak. Pulang dari ladang habis itu cari kayu bakar juga. Kasian  Mak, capek pulang kerja. Biar Shasi saja Mak. Janji kalau mencari kayu bakar nya yang dekat-dekat sini saja.” Shasi memberikan puppy eyes nya. Amak mendesah melihat kekeras kepalaan Shasi.

Tapi, kau janji ya, jangan terlalu masuk ke dalam hutan. Banyak binatang buas dan liar  di sana. Amak takut dan cemas sebenarnya melepas kau sendirian. Apa sebaiknya Amak ikut saja?” Amak seperti bergumam di akhir kalimatnya.

Shasi menggeleng cepat.

“Amak di rumah saja. Biar Shasi saja yang pergi Mak.” Shasi menjawab tegas dan mantap. Amak menatap mata Shasi dan melihat sorot keberanian di dalam nya. Amak mengangguk pelan walau hatinya masih belum bisa mengizinnkan Shasi.

Shasi tersenyum lebar dan langsung memeluk Amak, tidak lupa mengecup pipi kanan Amak dengan senang. Hal tersebut lantas ikut membuat Amak ikut senang dan terharu mendapat perlakuan dari Shasi.

“Kau hati-hati ya Nak. Jangan lupa bawa parang itu. Nanti kau akan memelurkannya!”

“Baik Mak. Kalau begitu, Shasi berangkat ya Mak.”

Amak mengangguk. Kemudian Shasi berderap meninggalkan Amak di dapur.

***
Shasi sudah sampai di hutan dan mengumpulkan ranting-ranting kayu. Shasi mengumpulkan kayu tersebut dalam karung dan menyusunnya supaya rapi. Ranting kayu yang masih berdaun di buang daunnya. Walaupun masih kaku dan lamban, Shasi tetap semangat membersihkan ranting-ranting kayu.

Untung Shasi belajar kepada Amak bagaimana tekhnik nya. Saat asyik mengumpulkan kayu-kayu bakar, Shasi melihat sekilas bayangan warna putih. Karena diliputi rasa penasaran, Shasi berjalan mengendap-ngendap dan hati-hati melihat bayangan putih dibalik rumput liar tersebut.

Saat hampir mendekat, Shasi terkejut dan terpekik.

" AAAAAaaaaa..."

Shasi membola melihat seekor kelinci melompat di depannya.

" Huuffttt..., Untung aja,"

Shasi bernafas lega sambil mengusap debaran dadanya. Shasi melirik kelinci tersebut dan tersenyum. Shasi jongkok dan mengelus kepala kelinci itu. Shasi tersenyum riang. Kelinci itu melompat-lompat kecil karena diajak bermain oleh Shasi.

Shasi mengambil satu batang rumput dan mengangsurkannya ke depan mulut kelinci itu. Ketika kelinci itu akan menyambar rumput dengan mulutnya Shasi langsung menjauhkan rumput tersebut dan mengangkatnya agar tidak terjangkau oleh kelinci, begitu seterusnya.

Mungkin karena kesal kelinci itu melompat-lompat. Shasi berjalan sambil mengangkat rumput tersebut dengan badan setengah membungkuk.

Shasi terus menghindar dari kelinci sambil tertawa riang.

" Hahaahhhh...., Ayo cepat. Semangat ..." Shasi berteriak kecil sambil menyemangati kelinci tersebut.

Kelinci itu juga senang bermain-main dengan Shasi. Terbukti dari gerakan nya yang semakin lincah dan cepat. Shasi semakin berjalan mundur menghindari kelinci itu. Tidak terasa Shasi sudah semakin masuk ke dalam hutan. Shasi tidak sadar. Tiba-tiba kelinci itu berbalik arah dan berlari.

" Hey..., Kamu mau kemana?" Shasi berteriak memanggil kelinci. Shasi juga ikut berlari mengikuti kelinci tersebut.

" Heyy..., Kelinci. Tunggu aku."

Shasi tidak melihat jalan yang licin akibat lumut yang menempel pada akar -akar pohon. Akibat nya Shasi jatuh terpeleset.

" Aauuchhh..." Shasi meringis ketika lengannya tergores ranting-ranting kayu liat. Pantatnya terasa basah karena terduduk diatas tanah. Shasi memegang pinggangnya yang lumayan sakit.

Shasi melihat ke depan. Kelinci tersebut tidak terlihat lagi sehingga membuat Shasi mendesah.

" Yeah. Kan kehilangan jejaknya aku." gumam Shasi kepada dirinya sendiri. Shasi bangkit dan berdiri dengan pelan sambil menepuk-nepuk bokongnya.

Shasi balik ke belakang dan melihat keadaan sekitarnya. Jantung Shasi berdebar dan bertalu-talu. Shasi membalik-balik tubuhnya. Tetapi suasana alam dan hutan rimba semuanya sama. Shasi tidak tau yang mana jalan. Karena semua nya tampak sama.

Shasi dilanda kepanikan dan cemas yang sangat kentara sekali. Shasi tidak melihat kayu-kayu bakar yang dikumpulkannya. Shasi baru sadar kalau dirinya sudah terlalu masuk ke dalam hutan. Shasi rasanya ingin menangis di tengah-tengah hutan rimba. Suasana terasa sangat dingin sekali. Padahal tadi Shasi tidak merasakannya.

" Aku harus bagaimana? Kemana jalan yang ku lalui tadi?"

Suara Shasi bergetar. Shasi memberanikan diri melangkah dan mengikuti jejak langkahnya. Shasi dengan hati-hati meneliti jejak langkahnya. Saat sedang asyik berjalan dan menyibak rumput, Shasi mendengar suara mendesis.

Shasi menghentikan langkahnya dan memperhatikan sekitar. Tidak ada gerakan. Shasi kembali melangkah. Baru dua langkah kembali terdengar bunyi mendesis. Shasi melihat sebelah kirinya dan terkejut seketika.

" Aaaaa..."

13/10/20

Dia Suamiku (Ebook Di Playstore/Playbook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang