06

221 41 6
                                    

Dinginnya malam ini di kedai tempatku bekerja, mulai ku rasakan saat musim di negara ini memasuki musim dingin. Hawa yang begitu menyengat membuatku memeluk diriku sendiri.

Banyaknya bintang yang ku lihat di atas sana berkelap-kelip, seakan menjadi kunang-kunang langit yang begitu indah.

Senyum manis berbentuk sebuah kurva, ku perlihatkan saat kepalaku mendongak menatap ciptaan Tuhan yang begitu indah di langit yang kelam.

Hingga dari belakang, seseorang mulai memakaikan ku sebuah jaket berwarna cokelat susu miliknya dan tentu saja aku menoleh menatapnya.

"Jung Jaehyun?" Kataku, saat ku lihat Jaehyun lah seseorang yang memakaikan jaketnya pada tubuh kecilku.

"Diluar dingin" katanya, mulai duduk di sampingku dan menyodorkan segelas susu coklat dari dua gelas susu coklat yang di bawanya itu padaku.

"Terimakasih" kataku, yang di angguki nya.

"Bintang di langit indah ya Jay, Seperti kunang-kunang" kataku, dengan mata yang menatap kearah langit.

Oh iya, Jaehyun adalah salah satu sahabat terdekatku setelah Yura. Jaehyun juga berperan penting dalam hidupku beberapa tahun ini.

Awal mula aku bertemu dengan Jaehyun, saat aku baru saja datang di negara ini bersama Yura, dan Jaehyun berada di bandara untuk menjemput kami. Karena Jaehyun adalah sepupu dari Yura.

"Iya, seperti kamu" jawabnya, yang membuatku menatapnya.

Jaehyun yang mulai menyesap susu hangat miliknya setelah berucap seperti itu padaku, dengan senyum yang memperlihatkan lesung pipinya itu. Membuat ku juga ikut tersenyum karenanya.

Lamanya aku dan Jaehyun berteman, membuatku menjadi sering memanggil Jaehyun dengan nama Jay. Kurasa nama Jaehyun yang terlalu panjang itu, membuatku memiliki nama pendek untuk Jaehyun dan itu bisa di terima Jaehyun dengan baik.

"Kau tidak dingin?" Tanyaku padanya, yang membuatnya mengalihkan pandangan nya pada segelas susu coklat yang di pandangnya itu, kini menatap ku.

"Tidak, ada ini yang membuatku hangat" jawabnya, dengan mata yang melirik segelas susu coklat yang di bawanya dengan senyum tampannya.

Terjadi jeda disini yang cukup panjang antara aku dan Jay, Jay yang terus memandang cangkirnya dan aku yang terus mendongak untuk melihat bintang di atas sana.

Hingga aku mulai sedikit membasahi bibirku dan menatapnya, "Jay, Ibu bagaimana kabarnya?" Tanyaku, yang membuatnya menoleh menatapku.

"Ibu baik, dia sangat merindukanmu" jawabnya, yang membuatku mengangguk.

Masih ku ingat saat pertama kali aku menginjakkan kaki di negara ini, Jay dan ibunya lah yang menampungku dengan senyum manis dari mereka yang membuatnya senang dengan keberadaan ku.

Hingga saat tepat delapan bulan aku tinggal di rumah Jay, ibunya dengan tiba-tiba memintaku untuk memiliki hubungan yang khusus dengan Jay, dan itu membuatku sedikit tak nyaman.

Saat itu tentu saja, aku menolaknya dengan sangat halus. Dan tepat satu bulan setelah itu terjadi, yang membuatku dan Jay menjadi canggung saat bertemu. Aku memutuskan untuk pergi dan mencari rumah kecil untukku tinggal.

Walau ibu Jay begitu berat saat melepaskan ku, tapi aku mencoba membujuknya. Dan syukurlah, saat itu ibu Jay mulai bisa melepaskan ku walau kulihat dari sorot matanya sangat berat untuk jauh dariku, jauh dari orang asing yang sudah di anggapnya menjadi putrinya sendiri.

"Kapan-kapan aku akan berkunjung" kataku, yang di jawab anggukan oleh Jay.

Jay yang kulihat mulai melirik kearah sebuah arloji yang melingkari pergelangan tangannya itu, mulai menatapku.

"Sudah waktunya tutup" katanya, yang ku jawab anggukkan.

"Ingin ku antar?" Tanya nya lagi.

Aku menggeleng dan tersenyum,  "Tidak usah, rumah mu jauh"

"Ibu pasti sudah menunggu kepulangan mu" lanjutku, yang di jawab anggukan serta senyuman oleh Jay.

Kami yang mulai bangkit dari duduk kami itu, dan memasuki kembali kedai untuk bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Karena jam kerja memang sudah selesai.

Aku yang mulai mengganti pakaian ku dan membuka loker, sekedar mengambil tas selempang kecilku dan kembali menutupnya.

"Aku duluan, kalian hati-hati di jalan" kataku, mulai berjalan keluar dari kedai.

Seperti biasa. Sepulang kerja, aku akan berjalan kaki sambil menikmati semilir angin malam yang begitu sejuk. Namun untuk sekarang, semilir yang aku rasakan nyatanya membuat ku memeluk diriku sendiri sambil tersenyum sepanjang jalan.

Kaki yang seakan ingin cepat menghampiri sebuah gang kecil yang biasa Sehun gunakan untuk menungguku, membuatku tersenyum selama langkah kakiku melangkah.

Kaki yang tadinya melangkah, mulai ku hentikan saat aku melihat punggung seorang laki-laki dengan mantel hitam serta topi hitam yang berdiri memunggungi ku.

Senyum yang merekah di bibir, kembali ku tunjukan dan kembali melangkah sekedar menghampirinya.

"Oh Sehun!" Panggilku, dengan tersenyum lebar.

Namun senyumku meluntur, saat seseorang yang berdiri di sana berbalik dan melepas masker yang di pakainya.

Dan itu, membuatku menatapnya dengan raut terkejut ku.

"Kau?" Kataku, saat kulihat seseorang itu.

Seorang laki-laki dengan senyum manis yang akan membuat lesung pipinya terlihat itu, membuatku terkejut atas keberadaanya di tempat biasa Sehun menungguku.

Kenapa dia disini?


To be continued

Dear Mr. Oh ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang