7

18 3 0
                                    

Hari ini adalah pesta pernikahan Samara, sudah sejak semalam rumahnya sudah dipenuhi oleh sepupu dan sanak keluarganya, Ann juga datang dan menginap, ia akan menjadi salah satu bridesmaid Samara.

Jadi saat ini, Samara sedang dirias bersama sepupunya, sedangkan dikamar sebelah ada Ann dan mamanya.

"Mbak gugup ya?" Pertanyaan itu datang dari arah sepupunya, Rena yang juga sedang di make up oleh seorang make up artis.

"Emangnya ada ya orang yang gak gugup kalau mau nikah?" Tanya Samara tersenyum kecil untuk menutupi kegugupannya.

"Iyasih" Rena tertawa setelah melihat respon Samara.

Setelah selesai, Samara bangun dan menata gaun yang sudah di siapkan oleh calon ibu mertuanya, Devina.

Gaun putih yang tampak sangat cantik dan pas dengan lekuk tubuh Samara yang memang sudah bagus, tentu saja karena Samara adalah seorang model.

Rena dan Ann sekarang sedang berdiri disampingnya, mereka akan menjadi bridesmaidnya untuk hari ini, Samara tak pernah memiliki teman yang sangat dekat jadi ia meminta Ann dan Rena.

"Semi, kamu akhirnya nikah, seharusnya aku duluan" ucap Ann sambil tertawa pelan.

"Suruh Reno cepetan nikahin kamulah, kok aku yang disalahin"

Lalu Samara berangkat menuju tempat pernikahannya akan di adakan, tempatnya disebuah ball room hotel yang tidak terlalu jauh dari kediamannya.

....

Sekarang sah Samara menjadi bagian dari keluarga wijaya, beberapa detik lalu ijab kabul sudah selesai dilakukan, dan sekarang Samara harus berdiri dan menyalami para tamu yang hadir, ketika melihat tamu undangan, Samara langsung menutup matanya karena jumlah mereka banyak sekali, ia ingin menangis lagi saja seperti ketika ia meminta restu orang tuanya tadi.

"Are u okay?" Tanya Satya, A.K.A suaminya sekarang.

"I'm okay" jawab Samara

"Kamu keliatan gugup"

"Emang kamu enggak?"

"Iyasih." Lalu mereka tertawa kecil sambil menyalami para tamu yang sebagian besar adalah kolega bisnis orang tuanya.

Jenaya dan Devina yang berada disamping Samara dan Satya masih saja mengusap air mata mereka, maklum ibu ibu yang masih terharu dengan pernikahan anaknya, sedangkan bapak bapak hanya tersenyum sambil menyalami tamu.

Di pernikahan inilah Samara tahu siapa kakak laki-laki Satya yang sebelumnya ia hanya tahu namanya saja, ia juga melihat istri dari mereka berdua.

Satya adalah anak terakhir dari tiga bersodara, dan sepertinya persaudaraan antara mereka sangat baik, jadi Samara hanya tersenyum dan menyapa ketika mereka datang dan bersalaman.

"Kalian sepertinya adalah pasangan perjodohan paling kooperatif sejauh yang aku tau, iyakan sayang" itu Surya, kakak pertama Satya yang menggandeng istrinya, Nadia, yang hanya mengangguk.

Sementara Samara dan Satya hanya bertatapan entah apa yang mereka pikirkan.

"Maybe we can made this relationship works" kata Samara ketika para tamu sudah mulai berkurang. Berbisik kepada Satya.

"I hope so." Jawaban Satya terasa sangat menggantung membuat Samara hanya diam kemudian tersenyum kembali karena ada ada tamu undangan lagi yang menyalami mereka.

Acara baru selesai pukul tujuh malam, Samara berpamitan, karena malam ini mereka akan tinggal di kediaman keluarga Satya, jadi dari tadi Ann dan Rena sudah memeluknya erat dan mengucapkan kata kata nasihat yang berguna untuk Samara.

"Selamat ya, mbak Semi, sekarang udah nikah, jadi istri yang baik ya" ucap Rena meneteskan air mata

"Semii, selamat ya, kamu jangan bawel bawel, tetep sabar dan jangan berenti jadi model dulu, nanti aja pas aku udah nikah" memang manajer sejati, bahkan Ann mengatakan itu sambil menangis. Sementara Samara hanya berbisik mengucap "semoga ya"

Setelah berpamitan juga dengan orang tuanya Samara beranjak dan berjalan bersama Satya menuju mobil.

"Capek ya?" Tanya Satya sambil menggandeng lengan Samara

"Banget"

....

"Satya bantuin buka risletingnya" Samara yang sudah duduk didepan cermin, setelah sampai di kediaman keluarga Satya, Devina langsung mempersilahkan mereka untuk masuk kedalam kamar ini dan sekarang Samara berusaha menggapai risleting gaunnya dan gagal terus.

"Kamu mandi duluan ya" percakapan mereka terasa sangat canggung. Bagaimana tidak kamar yang sedang mereka tempati mendukung kecanggungan segera meruak segera setelah mereka masuk.

Puluhan lilin beraneka warna ditarus di dalam kamar, tepatnya disudut sudut dan tengah, ranjang dari kamar itu bahkan dipenuhi dengan bunga mawar, dengan kelambu putih, lampu sengaja dimatikan dan musik klasik yang tadi sudah dimatikan Satya mengalun dengan pelan.

"Oke, thank u ya" jawab Samara setelah Satya membantunya dan ia mengambil handuk yang memang sudah disiapkan di kamar itu.

....

Satya menunggu Samara selesai mandi, karena tak tau apa yang harus dilakukan sebelum itu, Satya mencoba menjatuhkan kelopak bunga mawar yang memenuhi ranjang.

"Siapa yang punya ide sih, tidur di atas ranjang penuh mawar gini, mana bedcovernya putih lagi" kira kira itulah ucapan Satya sambil menyingkirkan kelopak mawar tersebut.

Samara selesai mandi kira kira setengah jam, sekarang wanita itu sedang berdiri dan mengenakan baju tidur yang kurang bahan, yang ketika Satya melihatnya ia langsung memegang kepalanya.

"Yang ada di lemari cuman ginian doang." Ucap Samara terlihat luar biasa canggung.

"Loh, kamu buang kelopak mawarnya?" Tanyanya ketika melihat ranjang itu bersih

"Emang kamu mau tidur diatas begituan?"

"Enggak sih, tadinya aku yang mau buang, aku takut ada ulatnya"

"Maraa, ini mawar udah kena pestisida banyak gamungkin ada ulatnya" Satya memanggil Samara dengan nama pendek yang tidak biasa, Samara tampak terdiam membuat Satya juga jadi ikut diam.

"Aku mandi dulu" kata Satya memecahkan keheningan mereka.

....

Typonya qaqa.

SamaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang