9

15 2 0
                                    

Devina tersenyum jahil ketika melihat Satya menggendong Samara, mereka bertemu di pintu masuk karena Devina memang akan menuju taman, tempat mereka ber-piknik tadi.

"Yaampun, pengantin baru bikin sakit mata aja." Kata Devina terlihat sekali ingin menjahili mereka.

"Kaki Samara tadi kram, mama gausah aneh aneh."

"Walaupun gak kram boleh kok di gendong begitu, kan udah sah."

Sementara Samara hanya terdiam dan mencoba membuat dirinya tenang karena sekarang ia sangat sangat malu sekali, kenapa harus ketemu disini sih, Devina seperti ada di mana-mana dan memata-matai mereka.

Setelah pertemuan tadi, Satya langsung menurunkan Samara diatas tempat tidur mereka, Samara terlihat sekali mukanya masih memerah dan Satya hanya menatapnya dengan canggung sambil berdehem singkat.

"Kayaknya kita gausah tinggal disini deh," ucapnya membuka percakapan setelah sekian lama keheningan tadi.

"Aku setuju, lebih baik kita tinggal di apartemen kamu yang waktu itu."

"Tapi kayaknya itu sempit"

"Yaampun Satya Apartement itu sangat luas,dan kita cuman berdua Satya, untuk apa punya yang kayak istana"

"Saya pikir kamu mau yang luas dan besar."

"Mungkin muka saya kayak cewe cewe materialistis tapi believe me, I'm not"

"Saya berfikir begitu ketika pertama kali ketemu kamu, kamu terlihat seperti perempuan arrogant yang seneng foya-foya." Satya berkata jujur karena pertama kali melihat Samara, dia seperti mengatakan "here's take my money and give me that thing!"

"Really?, omg Satya, kamu terlalu jujur."

"I'm sorry, but i just try to be honest"

Lalu tawa menggema di kamar itu, Samara yang tertawa karena Satya yang dengan sangat jujur mengatakan bahwa ia terlihat seperti perempuan penggila uang, dan Satya yang merasa bahwa itu juga adalah pemikiran yang sangat lucu mengingat bahwa Samara bertolak belakang dengan pemikirannya.

....

"Kakak ipar kamu gak galak kan?" Tanya Samara sambil mematut dirinya di depan cermin sementara Satya terlihat memainkan ponselnya

"Mereka baik kok, gak bakalan gigit kamu." Jawaban Satya hanya membuat Samara tak puas.

Jadi sore ini Samara diajak untuk minum teh bersama para kakak ipar perempuannya, Samara tak pernah mengenal mereka sebelumnya, ia hanya melihat mereka kemarin dan pagi ini saat sarapan tadi.

"Kamu cuman mau duduk duduk manis sambil minum teh, mereka gak bakal interogasi atau ngapa-ngapain kamu." kata Satya menatapnya dari pantulan di cermin.

Setelah percakapan itu Samara keluar dari kamar dan berjalan menuju tempat mereka akan minum teh, tempatnya ada di teras belakang rumah, tepat di depan air mancur. Rumah ini terlalu besar sampai Samara tak mengingat kemana ia harus berjalan.

Ia sampai dan melihat dua orang perempuan sedang duduk dan terlihat berbincang ringan.

"Hai, kamu datang," sapa seorang perempuan yang Samara tau bahwa itu, kakak ipar keduanya yang bernama Teressa.

"Hallo, Mba Teressa, Mba Nadia." Sapa Samara lalu duduk di kursi.

"Kamu biasa dipanggil Semi kan?, saya boleh panggil Semi aja ya."

"Iya Mba."

"Memangnya seorang model bisa ngurus keluarga?" Ucapan itu keluar dari Nadia, kakak ipar tertua Samara, sementara Teressa menatap dengan canggung dan Samara membalas dengan senyuman canggung.

SamaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang