07▪Membela Alkana

21 7 39
                                    

"Alka! Ayo ke lapangan!" Meishel menarik tangan Alka. Ia tampak terburu-buru.

"Ck! Ngapain sih?"

"Lama banget! Cepetan, Shel, Al!" teriak Sabira dari ambang pintu.

Alkana dengan terpaksa mengikuti kemauan Meishel dan Sabira. Ia meninggalkan segenap tugas yang seikit lagi mencapai titik finish.

Mereka berjalan cepat, lebih tepatnya setengah berlari. Maklum, jarak lapangan dan kelas mereka cukup jauh. Meski tak sejauh hatimu dan hatinya.

Di sekeliling lapangan telah penuh dengan siswa-siswi.

"Ada konser apaan? Rame banget, balik ke kelas aja, yuk!"

"Heh, pintar! Itu Bryan jotos-jotosan sama Pak Bram, bukan konser ceunah!" tukas Meishel.

Alkana masih tak mengerti. Lalu mengapa perkelahian seperti ini malah ditontoni? Apakah tidak ada yang melerai mereka?

Alkana melangkahkan dirinya maju menerobos barisan yang telah lebih dulu sampai di sana. Mata Alkana terbelalak ketika melihat wajah Bryan babak belur. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya.

Alkana tak mampu mengatur napasnya. Ia memang suka menonton film action. Tetapi melihat kejadian seperti ini di depan matanya, ia tak sanggup.

Tatapan Alkana sendu, matanya berkaca-kaca. Kala itu, matanya dan Bryan bertemu.

BUGH!

Bryan kena lagi.

"BANGSAT!" umpatnya. Bryan membalas perbuatan Bram namun tidak menonjok. Kali ini ia menendang kaki Bram. Diikuti dengan bogeman ke arah ulu hati Bram.

Berhasil, Bram tersungkur.

Tidak ada yang berani melerai dua orang itu. Bram sendiri adalah guru yang menjabat sebagai waka kesiswaan.

Siapa yang berani melawannya, maka tahu sendiri akibatnya. Bisa-bisa ia menggunakan jabatannya untuk memaksa siapapun menurutinya.

Contohnya saja, empat orang siswi lulusan tahun lalu yang dicabut rekomendasi beasiswanya. Hanya karena mereka melaporkan perbuatan Bram yang telah bertindak kurang ajar pada temannya.

Bahkan kepala sekolah sekalipun. Beliau terlanjur percaya pada mulut manis Bram. Aspirasi murid pun hanya sampah belaka.

Biadab. Kata itu pantas untuk orang-orang seperti Bram.

Alkana mundur, menjauhi kerumunan. Ia memutuskan untuk kembali ke kelas. Perasaannya berkecamuk. Empatinya mulai terlihat.

Namun tidak ada yang bisa dilakukan Alkana. Itulah hal yang paling ia sesali.

"Ternyata gue sejahat ini," gumam Alkana. Ia menenggak air minum dari tumblr kesayangannya.

Ya, Alkana jahat. Jelas-jelas ia melihat Bryan butuh pertolongan tetapi ia tidak membantunya. Dirinya bahkan terlihat lebih jahat dari Bram yang memukuli Bryan.

Tak lama kemudian, Pak Joko masuk. Beliau adalah guru Bimbingan Konseling kelas 12.

"Ayo anak-anak, kali ini kita akan membahas mengenai perilaku makhluk sosial."

Tok! Tok! Tok!

"Masuk," sahut Joko.

"Permisi, pak. Saya pinjam Alkana," itu Alfi. Ia seperti memberi isyarat kepada Joko. Entahlah, hanya mereka berdua yang paham.

"Oke, hari ini kita freeclass. Alkana, ikut saya."

Seluruh ruangan bersorak ria.

***

HesitateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang