Bryan merutuki dirinya sendiri. Ia menyesal telah membiarkan hatinya bekerja beberapa saat lalu. Sekarang ia bingung akan membawa Alkana kemana. Bryan bahkan tidak tahu rumahnya. Tahu namanya saja baru saat tadi Genta menyebutkan.
Lampu lalu lintas yang berwarna merah seakan memberi waktu untuk Bryan berpikir. Tak lama kemudian lampu itu berubah menjadi kuning, dan sekarang sudah hijau.
Bryan telah menentukan pilihan setelah berkecamuk dengan rasa ragunya. Ia menoleh pada Alkana sejenak sebelum menginjak pedal gas. "Kita pulang ke rumah gue."
***
Minggu pagi yang cerah. Matahari mulai menembus lubang-lubang ventilasi rumah Bryan. Teman-temannya juga sudah berkumpul di ruang keluarga lantai 2 rumahnya untuk tanding PS.
"Stiknya masih di kamar," Bryan melangkah menuju kamarnya.
Alkana masih tertidur di kasur king size miliknya. Bryan menjaga pergerakannya sehati-hati mungkin agar tidak membangunkan gadis itu.
Sial! Stik PS-nya tidak ada. Pasti tertinggal di rumah Olfi sejak minggu lalu. Ya, minggu lalu mereka tanding PS di rumah Olfi. Namun, stik PS Olfi rusak sehingga harus meminjam milik Bryan.
"Ketinggalan di rumah Olfi," ujar Bryan.
"Aing teh udah chat Kak Vio biar sekalian bawain."
Tak lama kemudian, muncul Viona dari arah tangga.
"Lain kali kalau mau main disiapin sendiri!" Viona melempar stik PS asal.
"Tuh, dengerin calon gue ngomong," ceplos Revo yang langsung disambut dengan tatapan tajam Viona.
"Gue mau lihat keadaan Alka."
Bryan menuntun Viona ke kamarnya. Masih sama seperti tadi. Gadis itu masih belum bangun. Viona memegang dahi Alkana untuk mengecek suhu tubuhnya. Setidaknya sudah tidak separah tadi malam.
Semalam Bryan memang meminta bantuan Viona karena ia tidak tahu harus berbuat apa pada Alkana.
Viona meminta Bryan untuk menunggu Alkana bangun, sedangkan ia akan membuatkan teh untuknya.
Bryan merebahkan dirinya di sofa yang juga ada di kamarnya. Semalam ia kurang tidur karena Viona memerintahkannya untuk harus terus mengganti kompres Alkana agar demamnya turun. Belum lagi Alkana yang terus mengigau, hal itu menghalangi Bryan untuk terlelap.
Alkana mengerjap-erjapkan matanya. Kepalanya masih sedikit terasa berat. Namun ia berusaha duduk. Ia terkejut mendapati pakaiannya yang telah terganti dan kehadiran Bryan di ruangan itu.
BUGH!
Guling yang dilempar Alkana tepat mengenai sasarannya. Alkana berdiri meski masih terlihat sempoyongan.
"Ngapain lo di kamar gue?!"
Bryan tersentak.
"Lo udah ngapa-ngapain gue kan?"
Bryan berdiri, ia berjalan mendekat ke arah Alkana.
"Menjauh dari gue!"
Sekarang Bryan mengunci Alkana. Gadis itu benar-benar tersudut di tembok.
"Pertama, ini kamar gue."
Alkana melihat sekelilingnya. Sial! Ini memang bukan kamarnya.
"Kedua, iya. Gue udah berhasil bawa lo pergi dari pacar lo yang brengsek itu. Sebenarnya gue bisa aja biarin lo, tapi ga tau kenapa naluri gue bilang gue harus nolong lo."
Alkana menelan ludahnya dengan susah payah.
"Kalian ngapain?" tanya Viona dengan segelas teh hangat ditangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hesitate
De Todo🍒 (On Going) Ini cerita tentang Bryan Antariksa cowok ganteng setengah cuek anggota geng Gaverta. Bukan hanya itu, ini juga cerita tentang Alkana Senjani. Cewek ramah yang anti-cinta. Semesta selalu berusaha menjadikan mereka dekat. Hingga suatu sa...