09▪Gaverta is Back!

20 5 17
                                    

"Gue minta maaf," ucap cowok berambut sedikit ikal dan seragam yang urak-urakan itu.

Alkana memutar bola matanya malas. Ia berjalan begitu saja melewati Elgar. Gadis itu sedang tidak napsu berbicara dengan siapapun.

Elgar menahan lengan Alkana, tetapi langsung ditepis oleh gadis berambut kecoklatan itu.

"Jangan pernah nampakin diri di hadapan gue lagi," Alkana memberi peringatan dengan tatapan dinginnya.

Elgar mengangguk. Seolah paham akan apa yang harus ia lakukan saat itu. Cowok jangkung itu buru-buru pergi. Sedangkan Alkana kembali pada tujuannya untuk mengganti baju.

***

Alkana tengah sibuk dengan bill di tangannya. Ia memang enggan pulang ke rumah. Entah mengapa ia butuh hiburan. Alhasil ia mampir ke kafe milik Tiara.

Setelah selesai dengan aktivitasnya, ia menyandarkan dirinya di kursi beroda yang jadi favoritnya. Ia menatap sekeliling, mengapa seperti ada yang kurang?

Ah, iya! Bryan dan Genta. Kemana mereka? Bukankah kerja di sini? Masa iya sudah berhenti?

"Tan!"

Tiara berdehem, "Kenapa ponakan tante yang paling cantik?" Tiara adalah adik dari Abi, ayah Alkana. Bagi Alkana, Tiara sudah seperti mamanya sendiri.

"Bryan sama Genta, kemana?"

Tiara mengerutkan dahinya. Ia berjalan ke arah Alkana. "Kok bisa kenal mereka?"

"Iya, waktu tante ada meeting dadakan itu, Alka ketemu mereka. Dan memang mereka itu satu sekolah sama Alka."

Tiara manggut-manggut, "Jadwal libur. Kenapa memangnya?"

Alkana menggeleng cepat. "Ga kenapa-napa."

Gadis itu mengangkat pergelangan tangannya untuk melihat jam. Kali ini ia memakai jam analog hitam yang tampak benar-benar pas di tangannya.

"Udah hampir setengah sepuluh. Alka pulang dulu ya, tante." Alkana menyalimi tangan Tiara.

Tiara mengusap lembut rambut panjang Alkana, "Ga bareng tante aja? Bahaya lo jam segini pulang sendirian."

Alkana menggeleng cepat. Ia mengembangkan senyumnya agar Tiara tidak merasa khawatir.

Alkana melajukan mobil sport hitam itu dengan kecepatan sedang. Ia benar-benar merasa aman karena jalanan ibukota yang tidak pernah sepi. Sampai ia merasa ada beberapa motor ninja yang mengikutinya.

Alkana menoleh ke arah spion, mencoba menghitung jumlahnya. 1... 2... 3... 4... Alkana menghentikan aksi hitung menghitungnya. Terlalu banyak! Sebisa mungkin ia positive thingking. Mungkin itu hanya geng motor yang sedang konvoi.

Alkana membelokkan mobilnya, ia tidak menuju ke rumah. Ternyata sia-sia usaha positive thingking-nya. Motor-motor menyebalkan itu memang mengikuti dirinya.

Gadis itu berdecih, "Mampus! Ini gue harus kemana?"

Ia menarik napasnya dalam-dalam. Dan melajukan mobilnya sebisa mungkin. Sesekali ia menengok ke arah spion memastikan keadaan.

Syukurlah, setelah sekitar setengah jam Alkana mutar-mutar untuk menghindari hal itu, ia berhasil lolos. Ia memasukkan mobilnya ke garasi. Memastikan seluruh pintu dan jendela tertutup.

Seperti biasa, ia sendirian di rumah. Ayahnya belum pulang dari luar kota sudah hampir dua minggu ini.

***

Husen mengetuk pintu rumah Bryan dengan sisa tenaganya. Cowok itu sudah babak belur tak karuan.

Tak lama pintu terbuka.

HesitateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang