03▪Mobil Alkana

86 64 59
                                    

Alkana memandang ke arah lapangan dengan tatapan kosong. Pagi ini ia tidak berada di kelas seperti biasanya. Entah mengapa melihat orang-orang bermain basket bisa membuatnya lupa sejenak akan rasa penat.

Sudah hampir seminggu mobil Alkana nangkring di bengkel. Berkali-kali ia menghubungi Mang Diman—pemilik bengkel, namun kabarnya mobil itu belum selesai diperbaiki.

Akhir-akhir ini yang menjawab telpon bukan Mang Diman, tetapi pegawainya. Kata mereka ada banyak mobil yang perlu diperbaiki sehingga Alkana harus bersabar.

Alkana merutuki dirinya. Ini semua ulah Alkana yang malas untuk mengecek keadaan mobil meski sekedar mengganti oli. Alhasil mobilnya harus masuk bengkel.

Meski Alkana enggan memperhatikan mobilnya, namun ia rasa mobil itu tidak pernah digunakannya untuk hal neka-neko. Biasanya pula jika mobil Alkana masuk bengkel, hanya butuh satu atau dua hari untuk perbaikan.

Sekarang ia bingung sendiri dan merasa tidak enak kepada Sabira karena harus menumpang setiap hari agar tidak terlambat.

"Oi, tumben di sini?"

Alkana menoleh, "Emang ga boleh, Gar?"

Elgar menggaruk tengkuknya yang bahkan tidak gatal. Ia duduk tepat di sebelah Alkana.

"Cewe lemot, ambilin minum gue dong!"

Suara yang paling tidak mau Alkana dengar.

Alkana memutar bola matanya. Mengapa ia harus bertemu orang seperti Bryan—lebih tepatnya mengapa Bryan harus ada di muka bumi ini?

Mungkin Alkana lupa, bahwa semua yang ada di dunia ini pasti punya alasan untuk kehadirannya.

Elgar melempar botol minuman bertuliskan pocari sweat kepada Bryan, "Bry, lo gentle dikit dong, masa nyuruh cewe?"

Bryan tidak memperdulikan ucapan Elgar. Ia menenggak minuman itu dan kembali fokus pada permainannya.

"Jangan dekat-dekat Bryan, Al. Dia ga baik anaknya," ucap Elgar sembari mengusap puncak kepala Alkana.

Alkana sontak berdiri. Entah mengapa ia merasa risih dengan perlakuan Elgar. Dan di dalam dirinya, Alkana merasa tidak setuju dengan perkataan Elgar soal Bryan.

Meski Bryan terlihat semena-mena tetapi Alkana yakin kalau dia sosok yang baik.

"Gue balik ya," pamitnya pada Elgar.

***

Jam sekolah usai. Kini Alkana berada di mobil Sabira, mereka menuju ke bengkel Mang Diman. Rasa gusar Alkana yang mendorong mereka ke sana.

Padahal pegawai Mang Diman bisa dibilang lebih dari cukup. Mengapa proses perbaikannya selama ini?

"Al, Sabtu nanti kita di undang Jovita ke pesta ulang tahunnya. Habis dari bengkel temenin nyari outfit ya?" rengek Sabira.

Alkana yang sedang menenggak air pun tersedak mendengar ucapan itu. Jovita adalah orang yang menganggapnya sebagai rival semenjak kelas sepuluh. Lalu bagaimana bisa ia mengundang Alkana ke acara spesialnya?

"L-lo yakin kalau dia juga ngundang gue?"

Sabira berdecak, "Iyalah, undangan lo ada di tas gue."

Alkana meraih tas Sabira. Benar saja, di dalam tas itu terdapat dua undangan. Satu bertuliskan To : Sabira Roeflyn, satu lagi bertuliskan namanya To : Alkana Senjani.

***

Alkana turun dari mobil Sabira yang terparkir di seberang bengkel milik Mang Diman. Dilihatnya bengkel itu tutup. Padahal tidak biasanya Mang Diman tutup di hari produktif seperti saat ini.

HesitateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang