Sepanjang perjalanan dari Bandung menuju Kuningan hanya diisi keheningan, Juwina sama sekali tak berbicara meskipun Taraka sudah berusaha mengajaknya untuk berbincang.
"Kamu haus?"
"Kamu lapar?"
"Kalau ada yang sakit bilang ya?"
"Kalau pusing juga kasih tahu aku ya?"
"Pokoknya kamu nggak boleh kenapa-kenapa."
Juwina melirik Taraka dari sudut matanya, dia merasakan bagaimana kecemasan pria itu mengenai kondisinya. Gadis itu terpaksa memberikan senyumannya untuk membuat Taraka lebih tenang.
"Jangan khawatir Kang, aku tidak apa-apa." ujar Juwina menenangkan, "Aku takut terjadi sesuatu yang buruk sama kamu, karena kamu itu sigaraning nyawa-ku."
"Sigaraning nyawa?"
Taraka tersenyum menampilkan binar mata penuh kebahagiaan. "Iya, sigaraning nyawa yang artinya belahan jiwa dan kamu adalah sigaraning nyawa ku, garwa ku."
[Note : Sigaraning Nyawa (Artinya belahan jiwa kalau disingkat jadi 'Garwa') ini punya makna lebih dalam dari sekedar nyawa atau jiwa seseorang. Maknanya lebih luas, dalam dan memiliki arti yang khusus. Bukan hanya tentang belahan jiwa saja, tapi juga tentang penghargaan dan penghormatan terhadap pengabdian seseorang, yaitu istri. Sigaraning Nyawa merupakan perwujudan cinta sejati yang tak lekang oleh hal apapun. Tidak terbatas oleh pendeknya waktu dan sebentarnya proses pembangunan cinta berlandaskan kesetiaan dan penghargaan kepada pasangan. (cr : google) ]
Pipinya memanas memunculkan rona merah di kedua pipinya yang mulus. Juwina berdehem bingung, harus menjawab apa. Kata-kata Taraka membuat jantungnya berdegup. Dia berdoa semoga pria itu tak mendengar suara detak jantungnya.
Sedangkan Taraka yang menyadari keadaan pipi Juwina langsung bersorak senang kegirangan di dalam hati. Ingin sekali rasanya menggoda gadisnya yang sangat menggemaskan itu secara terang-terangan. Tapi Taraka berusaha menahannya, Juwina sedang sakit. Dia takut kalau menggoda Juwina lalu akan membuat gadisnya menjadi risih dan tak mau duduk berdekatan lagi dengannya.
"Juwina..."
"Iya Kang?" Juwina berusaha menanggapi walau kini matanya terasa berat. Rupanya dia sudah mulai mengantuk dan lagi-lagi Taraka menyadari itu.
"Bahuku nganggur, kalau mau... Kamu boleh meminjamnya. Tidak, kalau bisa membawanya pulang juga aku tidak masalah." seloroh Taraka.
Juwina sempat membulatkan matanya. Aku-kamu katanya?
"Nggak perlu Kang." tolak Juwina.
"Nggak apa-apa, aku tahu kamu lelah. Dulu aku tak bisa melindungimu dan dulu aku juga tak bisa meminjamkan bahuku untuk kamu bersandar. Maka izinkanlah sekarang aku untuk menebus semuanya, termasuk meminjamkan bahuku untukmu bersandar."
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days With Folklore
Historical FictionList of stories: 1. Bawang Merah dan Bawang Putih 2. Jayaprana dan Layonsari 3. Tragedi Cinta Hayam Wuruk dan Diyah Pitaloka 4. Putri Gading Cempaka 5. Taehyung and The Seven Fairy 6. Golden Snail [01 Oktober 2020]