PGC: Prahara Hati Mematikan Logika

290 77 69
                                    

Bagian 4
Lebam dan luka yang ia dapat, tak sebanding dengan menyakitkannya kisah cinta beda ruang dan waktu.

Selamat Membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca!

🍂

Tujuh hari ke depan di masa itu.

"Dewi... apakah semua yang kupinta sudah siap?"

Shuhua menarik pigura, sang dara berparas ayu itu menjawab, "Sudah," sembari mengangkat kedua tangan yang menenteng bawaan. Senyum tipis itu menular pada sang putri.

"Sini kubantu," hasta ingin mengambil ceret air di tangan Shuhua. Namun, Shuhua dengan cepat menghindar.

"Tidak usah, biar aku saja. Ini tidak berat, kok." Ujarnya, Tzuyu mengangguk dan segera berbalik badan. Ia menuntun jalan, diikuti Shuhua di belakangnya. Akan tetapi, baru tiga langkah tungkai mengayun, seruan Mingyu menyeret tanya.

"Cempaka, mau ke mana kau?"

Shuhua menunduk hormat, sedangkan Tzuyu sedikit kikuk. "A-aku dan Dewi ingin jalan-jalan keluar istana seperti biasanya..." entah kenpa akhir-akhir ini, Mingyu selalu nampakkan diri ketika ia hendak pergi.

"Lagi? Dan membawa makanan?" pertanyaan yang selalu sama.

Tzuyu menganggukkan hulu, "Aku dan Dewi akan menghabiskan hari untuk bermain di luar. Berinteraksi dengan anak-anak kecil di luar sana. Dan kami membawa makanan untuk berbagi pada mereka." Jawab Tzuyu, netranya menatap penuh keyakinan pada sang kakak. "Apa aku salah?"

"Tidak," Mingyu tersenyum. "Ayo, kuantar kau sampai ke gerbang istana."

Tiga insan itu pun berjalan dalam satu irama langkah. Sampai tepat di ambang gapura, Tzuyu pamit kepada sang kakak. "Kak Jagakarsa, aku bersama Dewi pergi dulu, ya. Kami akan pulang sebelum senja."

"Sebentar, ada yang ingin aku sampaikan." Ia menatap lurus netra teduh sang adik, "Cempaka, jangan bergaul dengan orang asing yang tak kau kenal asal usulnya."

Netra Tzuyu melebar, apakah kakak-nya satu ini tahu siapa gerangan yang sering ia temui?

Hasta terulur, menyembunyikan seulur rikma di belakang telinga. "Kau adik kecilku, berlian kerajaan, dan kau itu berharga. Cempaka, besok akan dilaksanakan penobatan resmi Kak Girijaya sebagai pemimpin negeri. Maka, pulanglah lebih awal agar kau bisa beristirahat dan menyiapkan dirimu untuk hari berkat esok. Karena bukan hanya seluruh negeri yang akan melihat. Akan tetapi, tamu jauh dari negeri Minang akan bekunjung ke sini." Mingyu pun mengelus halus pucuk hulu milik sang adik. Senyumnya begitu manis, hingga menenangkan diri yang sempat dilanda khawatir.

30 Days With FolkloreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang