I Hope

45 11 0
                                    

Ketenangan dan tata krama sepertinya belum pernah ditemukan di tempat ini. Tempat dimana aku dan kedelapan temanku tinggal bersama dalam sebuah tim bernama DARK ICE. Setiap harinya, telingaku tak pernah beristirahat dengan tenang akibat suara-suara mengganggu yang dihasilkan oleh teman-temanku ini.

Saat ini di hadapanku ada Ray dan Mitsa yang sedang bergoyang tiktok dengan diiringi oleh lagu yang kurang ramah di telingaku. Tubuh mereka meliuk-liuk seperti ular kobra India, mengikuti alunan musik DJ Remix Indo yang biasa diputar di mobil angkot ataupun diskotik remang-remang.

"Abang jago! Sorry bang jago, ampun bang jago! Tetetew tetetetetetew ..."

Sementara itu di sisi kananku, Adit dan Januar sedang berseteru karena berdebat tentang idola KPop siapa yang paling terbaik. Keduanya berdebat sambil terpaku menonton video penampilan salah satu grup idol KPop dengan lagu mereka yang tak pernah bisa aku mengerti artinya.

"Klik klak badabing badabung, muka lu kayak ikan kembung ..." begitulah lirik lagu tersebut yang tertangkap di telingaku.

Sementara itu di sebelah kiriku ada Kevin dan Farras yang sedang asyik menonton anime yang baru saja dirilis minggu lalu. Kevin dengan tenang dan serius menonton anime tersebut, tapi Farras malah mengoceh dan terus memberikan spoiler tentang ending anime itu.

"Nah, nanti pemeran utamanya bakal mati disembur Orochimaru, Vin,"

"Ah! Jangan spoiler dong, Far! Ga asyik ah!"

BRAKKK!!

Kevin akhirnya murka dan membanting Laptop yang tak berdosa itu, lalu pergi meninggalkan ruangan. Farras hanya terdiam membeku dengan apa yang baru saja terjadi. Sementara itu di belakangku mulai muncul keributan dari Helvi dan Zico yang sedang memperdebatkan channel YouTube horor favorit mereka.

"Ih, kak Nessie cantik banget kayak gue,"

"Ah, ganti ke Ewing dong, Vi. Kebanyakan cocot Nessie mah ah,"

"Ih apa sih Zico, doyan banget nonton penampakan paling menyeramkan ampe bagian ke 69,"

"Daripada lu, nonton mulut teori kontrasepsi,"

"Konspirasi ajig!"

"Bodo amat, ganti dong ke channel bang Ewing!"

Akhirnya mereka memperebutkan Laptop dengan sangat brutal. Sungguh tak pernah ada hari yang tenang di dalam hidupku setelah aku tinggal bersama mereka. Sekali saja aku ingin tinggal di sebuah tempat yang sunyi dan tenang, tanpa ada siapa pun di sekelilingku.

Aku rasa pelupuk mataku mulai terasa berat sekarang. Aku memutuskan untuk pergi ke kamarku dan pergi tidur. Mungkin aku akan mendapatkan ketenangan dalam mimpiku nanti. Pelupuk mataku mulai menutup dan aku pun mulai hanyut dalam tidurku.

Saat terbangun, aku berada di sebuah tempat yang sangat gelap dan dingin. Rasanya, kamarku tak sedingin ini sebelumnya. Aku juga tak mematikan lampu sebelum tidur.

Saat akan beranjak bangun, aku menyadari bahwa kedua tangan dan kakiku terikat oleh sesuatu. Dalam kegelapan, aku berusaha melepaskan ikatan tersebut dan terhenyak saat mengetahui bahwa sedari tadi aku hanya berbalut selembar kain yang diikat. Apa maksudnya ini semua? Sedang ada di tempat apakah aku ini?

Secercah cahaya pudar lalu muncul dan membuatku tersadar bahwa ternyata aku berada di tempat sempit yang setiap sisinya terdiri dari tanah merah yang lembab. Apa aku telah dikubur? Tapi aku masih hidup!

Aku menangis dan berteriak dengan histeris. Berharap agar seseorang di atas sana mendengar rintihan keputus-asaanku dan mengeluarkanku dari dalam sini. Namun sepertinya hanya sia-sia, tenggorokanku mulai kesakitan dan kering. Aku juga dapat merasakan beberapa binatang melata kecil mulai menggeliat di sekelilingku.

Aku jadi teringat permintaanku saat itu. Bahwa aku ingin tinggal di tempat sunyi dan tak ada orang di sekelilingku yang dapat menggangu ketenanganku. Tapi sekarang aku sangat menyesal telah meminta hal itu. Aku sangat merindukan teman-temanku yang berisik. Aku bahkan tak sempat meminta maaf dan berpamitan kepada mereka.

Tap tap tap ... Cringgg! Cringgg!

Suara langkah kaki berat disertai bunyi rantai yang diseret sontak membuatku sangat terkejut. Bunyi itu seperti semakin mendekat ke arahku. Setiap hentakan kakinya membuat jiwaku bergetar. Setiap kilatan cahaya yang muncul beriringan dengan bunyi rantai yang diseret itu membuat hatiku gelisah.

Apakah itu malaikat penanya alam kubur? Aku rasa, aku kurang memiliki amal yang cukup. Habislah aku!

Suara-suara yang menggetarkan jiwa itu lalu berhenti. Aku berdebar menunggu apa yang terjadi selanjutnya. Dalam kegelapan, aku menerawang dengan penuh kecemasan.

"Man Robbuka?!"

GLEGARRR!!!

Sebuah suara berat dari seseorang yang diiringi oleh bunyi petir sangat mengejutkanku. Aku bergetar hebat merasakan kengerian yang tak pernah aku rasakan sebelumnya dalam hidupku. Kata-kata ampun secara refleks langsung keluar dari mulutku.

"Satria! Kenapa amalmu sangat sedikit?!"

"Ku mohon, maafkan aku,"

Aku mengiba, tapi sosok yang bersuara itu hanya menggeram dengan emosi. Aku sungguh ketakutan, sangat ketakutan.

"Satria! Kenapa kau selalu bersikap acuh terhadap teman-temanmu?!"

"Maafkan aku, ku mohon maafkan aku,"

Sekali lagi aku mengiba. Berharap agar sosok tersebut mau mengampuniku dan meninggalkanku sendiri lagi.

"Satria, kau harus memperbaiki semua kesalahanmu!"

"Iya-iya, baiklah. Aku akan memperbaiki semua kesalahanku. Tapi tolong berikan aku kesempatan,"

"Kau harus berjanji padaku untuk selalu berbuat baik terhadap teman-temanmu! Bantu Adit menulis artikel! Bantu Mitsa memasak! Bantu Helvi berbelanja! Bantu Januar mengerjakan PRnya! Bantu siapa pun itu jika mereka sedang membutuhkan bantuan!"

"Ba-baiklah. Aku akan melakukannya,"

"Ya sudah kalau begitu! Aku akan menagih janjimu! Jika kau tak melakukannya, aku akan mencambukmu sampai kau berubah menjadi debu!"

Setelah sosok itu berbicara, langit-langit di atasku mulai terbuka dan memperlihatkan kedelapan teman-temanku yang sedang tersenyum puas. Beberapa diantara mereka bahkan tertawa cekikikan saat melihat wajahku yang frustasi.

"Surprise! Happy Birthday, Bang Sat!"

Mereka ternyata sengaja mencampurkan obat tidur ke dalam makananku dan langsung menguburku hidup-hidup lengkap dengan kain putih yang membungkus tubuhku. Sungguh, ini sangat keterlaluan. Tapi aku tak bisa memarahi mereka, kejutan ini sangat luar biasa dan sebagai bentuk rasa sayang mereka kepadaku.

"Oke, saatnya tiup lilin dan buat permohonan!"

Ray membawakanku kue ulang tahun yang terlihat sangat lezat, lengkap dengan lilin berbentuk angka 18 sesuai dengan usiaku saat ini. Kedelapan temanku menatapku dengan senyum manis yang menghiasi wajah mereka, menungguku untuk meniup lilin ini.

Sebelum meniupnya, aku mengucapkan sebuah harapan. Harapan agar aku terus bersama mereka, tak peduli seberapa berisiknya kehidupan yang akan aku jalani kedepannya.

"Oh ya, siapa yang buka baju dan bungkus gua pake kain kafan?!" tanyaku penasaran.

"Gua, lu harus sering-sering cukur ajig. Lebat banget, heran deh,"

Semuanya lalu tertawa setelah Zico menjawab pertanyaanku. Sekarang, aku mulai menyukai keramaian ini.

UwU Family | DARK ICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang