When We Were Us

47 9 3
                                    

Alarm berbunyi keras membangunkanku dari mimpiku yang abstrak. Entah apa arti mimpiku semalam. Aku bermimpi menjadi seorang bajak laut yang ditawan oleh mermaid Antartika, lalu diselamatkan oleh Tinkerbell menggunakan chidori Naruto.

"Pasti ngana bangka dada kong ba jamping-jamping ..."

Tap!

Aku langsung mematikan alarm yang sangat mengganggu itu. Januarlah yang memasangnya di kamar kami. Tapi aku tak melihat keberadaannya di ruangan ini.

Aku duduk di tepi ranjang sambil mengumpulkan nyawaku yang belum sepenuhnya bersatu. Setelah merasa 100% penuh, aku menuju ke arah dapur untuk membuat sarapan.

Aneh sekali, kenapa keadaan rumah menjadi sepi? Kemana teman-teman yang lain?

"SURPRISE!!"

Saat aku membuka kenop pintu dapur, aku dikejutkan oleh teriakan penuh keceriaan dari teman-teman yang lain. Ternyata mereka telah menyiapkan kejutan kecil untuk memperingati hari ulang tahunku. Aku sangat terharu atas apa yang mereka berikan ini.

"Selamat ulang tahun, Koh!"
"Semoga panjang umur, Ray!"
"Semoga sehat selalu, Ray!"
"Semoga dilapangkan rezekinya, Koh!"
"Semoga mata lu bisa lebih melek lagi, Ray!"

Semuanya berbondong-bondong mengucapkan selamat dan doa untukku. Kami lalu bersama-sama menyantap hidangan yang telah ada di atas meja makan.

"Koh, lu mau rayain ulang tahun kayak gimana?"

Sebenarnya aku telah merencanakan liburan ke pantai bersama teman-teman sekolahku dulu. Tapi aku rasa, aku harus merahasiakannya karena aku tak berniat untuk mengajak mereka.

"Uhm, gua mau ke rumah orangtua deh nanti siang,"

Aku terpaksa berbohong agar mereka tak sakit hati. Sebenarnya aku sangat ingin mengajak mereka berlibur bersama, tapi ada suatu alasan yang membuatku tak ingin mengajak mereka.

Hari pun menjelang siang. Aku bersiap dan mulai melaksanakan semua rencanaku. Jauh-jauh hari, aku telah menyewa sebuah bus untuk mengangkut semua teman-teman sekolahku dulu. Aku juga telah mengundang mereka, dan untungnya mereka mau ikut untuk merayakan ulang tahunku.

Saat aku akan pergi, Adit dan yang lainnya langsung memberhentikanku. Ia lalu menunjukkan ponselnya, terlihat seorang teman kami yang mengunggah status tentang rencana perayaan ulang tahunku ke pantai. Aku dan Adit memang lulusan dari sekolah yang sama, jadi tak mengherankan jika kami memiliki beberapa teman yang sama.

"Apa maksudnya ini? Bukannya tadi lu bilang mau ke rumah orangtua lu?"

Aku tercekat dan bingung harus membalas apa. Aku hanya terdiam sambil memikirkan alasan logis mengapa aku tak mengajak mereka semua.

"Kok kita ga diajak sih, koh?"
"Kok lu bohong sih?"
"Kenapa lu rahasiain ini dari kita?"

Belum selesai aku menjawab pertanyaan Adit, Januar dan yang lainnya pun mulai merentetiku dengan banyak pertanyaan.

"Gu-gua cuma mau suasana baru,"

Akhirnya aku bisa menjawabnya. Walaupun aku tahu, ini pasti akan menyakiti perasaan mereka.

"Apa kita udah terlalu membosankan buat lu?"

Kali ini Helvi yang bertanya. Pertanyaannya membuatku tak enak hati. Sebenarnya aku tak pernah merasa bosan sedikit pun dengan mereka. Tapi jika aku menjawab tidak, berbagai pertanyaan lain pasti akan semakin banyak menghujam diriku.

"Ya. Apa kalian ga merasa bosan? Kita tiap hari ketemu, tinggal bareng, main bareng, apa gua ga boleh main sama orang lain?"

Semuanya terdiam dengan ekspresi yang beragam. Aku mulai menyesali perkataan yang baru saja ku keluarkan.

UwU Family | DARK ICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang