Antara Aku dan Arman

11 0 0
                                    

Setelah kejadian itu, hubunganku dan Arman lebih berjarak dari biasanya. Setelah melalui kelas sepuluh bersama, kelas sebelas, aku masuk jurusan yang sama dengannya dan kami dipertemukan untuk sekelas lagi, dan parahnya Rendi juga sekelas denganku. Aca dan Rangga sekelas, mereka masuk kelas unggulan, dan aku masuk di kelas reguler.

Saat itu aku sibuk belajar dan galau, antara memilih jurusan kedokteran atau arsitek untuk kuliah nanti. Dokter cita-citaku dari kecil, sedangkan aku baru tertarik dengan arsitek akhir-akhir itu karena aku juga suka menggambar dan kepengen banget desain rumahku sendiri.

Walaupun sekelas, saat itu aku dan Arman tak banyak bicara, malah pada awalnya kami seperti orang yang tak kenal satu sama lain. Kami juga duduk di bangku yang lumayan jauh jaraknya, seperti biasa ia dengan geng cowok bandel di kelas dan aku duduk paling depan untuk fokus belajar.

Dan saat itu juga, Arman daftar untuk menjadi anggota OSIS periode baru. Waktu awal-awal kelas sebelas, aku masih ingat banget, mungkin hanya sekali Arman bicara padaku, itu pun karena dia bertanya masalah OSIS, bagaimana biar bisa keterima jadi anggota OSIS. Dia juga bertanya apa aku lanjut jadi anggota OSIS atau enggak, aku jawab saat itu aku tidak ingin melanjutkan lagi dalam organisasi apapun, aku mau fokus belajar.

Aku masih ingat alasan dia ingin jadi anggota OSIS saat itu, biar bisa deket dengan adik-adik kelas, gila lo Man!!!!

Kelas sebelas, Rendi ngedeketin Aca. Hampir setiap hari Rendi datang nyamperin aku hanya sekedar nanyain kabar Aca, terkadang kesal sih, tapi kalau dikenang-kenang lagi kejadian saat itu, kangen juga disamperin Rendi dan dapat makanan dari dia.

Kelas sebelas, aku ikut bimbel yang sama dengan Rangga, namun kami beda kelas, Rangga masuk kelas privat, sedangkan aku kelas reguler. Walaupun berada di bimbel yang sama, aku jarang bertemu Rangga, Rangga itu bisa bimbel kapanpun dia mau, sedangkan aku ada jadwalnya sendiri dan nggak tau kenapa Rangga itu nggak pernah mau bimbel di jam yang berbarengan.

Kelas sebelas, Ayah tau aku punya pacar, jelas saja Ayah menentang hubungan pacaranku itu karena Ayah memang tidak memperbolehkan ku pacaran. Rangga jadi sulit untuk datang ke rumah walaupun hanya sekedar ngantar dan jemput. Masalah ini jelas saja Rangga enggak aku beri tau, tapi pada akhirnya dia sadar sendiri.

Pertengahan kelas sebelas ada peristiwa yang tak akan pernah terlupakan satu angkatanku, yaitu saat Agus, anak tim basket sekolah kecelakan saat pulang latihan basket. Katanya pada kejadian itu, Agus membonceng Rendi, kemudian motor Satria FU milik Agus itu tabrakan dengan mobil truk yang gede banget.

Suatu keajaiban, Agus terlindas, sementara Rendi terlempar sejauh se-meter dari motor yang terlindas itu. Rendi tak mengalami luka apapun, sementara Agus meninggal di tempat, tempurung kepalanya pecah, video tragedi itu tersebar dari broadcast BBM dimana-mana.

Hari itu satu sekolah berkabung, kami datang ke pemakaman Agus. Aku lihat Rendi di pemakaman itu memegang bingkai foto, matanya Bengkak, tak terisak, namun air matanya terus mengalir, teman-teman yang lain mencoba mengelus pundaknya, memeluknya, dia sesekali berkata dengan kalimat yang sama "Gue nggak bisa maafin diri gue sendiri. Gue ngerasa bersalah, andai hari itu gue langsung pulang dan nggak minta dia temenin gue dulu."

Aku lihat Arman yang terus berada di dekat keluarga Agus, ia juga sempat mengucapkan kata-kata terakhir untuk Agus mewakili kami semua, saat itu dia juga sempat berdiri di samping kepala sekolah. Tanpa aba-aba dan suruhan, dia memimpin doa untuk Agus saat itu, ia berdoa menggunakan bahasa arab, dan kami semua kaget, suaranya sangat merdu sekali, sesekali ia terisak dalam doa, kami bisa merasakan kesedihan itu.

Aku terus-terus tak bisa berhenti memperhatikan dirinya saat itu, aku pun nggak tau pasti kenapa? Entah kenapa, banyak hal yang membuat diriku begitu mudah simpati kepada dirinya. Banyak hal yang bisa membuatku memperhatikan dirinya, walaupun sebenarnya nggak penting-penting amat, tapi saat Arman masuk dalam objek pandanganku, seakan-akan lensa mataku auto fokus hanya pada dirinya, Jelas Arman tak se-charming itu, he just ordinary person. Apa kalian pernah ngerasain hal yang sama seperti ini?

BBF (best friendzone forever)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang