Menurutku kuliah di Jogja itu menyenangkan, terkadang kalian bisa jadi tour guide dadakan untuk teman-teman kalian yang berwisata ke Jogja, ya lumayan jalan-jalan gratis. Menurutku Jogja lebih dari itu, kota pelajar yang mempunyai banyak cerita yang terukir di setiap sudut jalan kota yang dilintasi, Jogja memang istimewa.
Aku masih ingat, awal-awal kuliah, aku dan Arman sering banget kemana-mana bareng. Kami menjelajahi kota istimewa itu berdua dengan skuter matic miliknya, dari pantai ke gunung semua kami jelajahi berdua.
Aku masih ingat saat itu kami pergi ke Candi Ratu Boko, pulangnya kami terjebak hujan lebat sehingga pulang kemaleman. Tapi, tetap sempatkan waktu untuk duduk di angkringan sambil minum kopi hangat, saat itu malam minggu dan waktu telah menunjukan pukul 2 pagi.
"Gue suka Jogja, rame tapi tenang Man."
"Lo masih sakit hati sama Rangga?"
"Loh kok tiba-tiba ngomong masalah itu sih?"
"Enggak gue nanya aja."
"Em... Nggak sih, karena nggak ada yang perlu disesali Man. Sakit hati ya ia, tapi gue udah lewatin semuanya sampai ada di titik ini."
"Terus lo gak trauma kan pacaran lagi?"
"Untuk sekarang gue mau fokus kuliah dulu, mau ngebahagiain orang tua dengan gue harus jadi mahasiswa yang berprestasi, walaupun gak masuk jurusan yang gue mau."
"Terus lo minta gue masuk jurusan arsitek biar bisa nge-desain rumah impian lo, emang lo mau model rumah yang gimana?"
Aku menatap matanya penuh harapan dan antusias.
"Jadi gini, gue pengen banget punya rumah kecil tapi hangat, yang halaman depannya itu kecil aja, terus di samping rumahnya ada garasi yang menghubungkan dengan halaman depan, terus ada ruang tamu, terus ada galeri seninya, terus ada dapur, terus..."
"Terus aja sampe mentok. Pelan-pelan, lo ngomong yang benar napa sih, yang detail."
"Oia... maaf, gue pengen punya galeri seni atau ruang kerja gue, di samping ruang tamu, dan tamu itu bisa ngeliat karya-karya yang gue bikin. Terus gue pengen punya halaman belakang yang luas, jadi kalau ada acara semua bisa berkumpul tanpa sesak. Di lantai dua, gue pengen ada balkon yang menghadap ke halaman belakang rumah, balkon yang lumayan gede juga untuk BBQ-an sekitar 5 sampai 10 orang, kan gue suka temen-temen gue main kerumah. Dan balkonnya ini juga harus nyaman, dari balkon gue juga mau jadi kan tempat gue ngelukis.
Di bagian dapur, gue mau dapur sederhana saja, dengan warna cream khas dapur vintage eropa yang berhadapan langsung dengan ruang terbuka, halaman belakang. Meja makan dan dapur disatukan aja dalam satu ruangan itu, biar kalau gue masak bisa langsung makan.
Karena gue anaknya kalau nyuci piring suka belepotan airnya sana-sini. Gue pengen punya tempat cuci piring yang kaya orang zaman dulu, yang nyuci piringnya pake keran dan duduk dibangku kecil"
-.-
Kami duduk di angkringan itu, menikmati udara Jogja yang dingin dini hari. Arman duduk disampingku, aku berlindung dalam jaket parkanya yang hangat, memegang secangkir kopi hangat. Di Jogja kala itu, jadi saksi cerita persahabatanku dan dirinya.
Saat kuliah, aku semakin mengenal Arman, dan bener kata orang-orang, dia orang yang baik. Dia sering sekali membantu beberapa nenek-nenek untuk mengangkut jualan mereka, ngomongnya ramah bak orang Jogja asli, mudah beradaptasi, dia bisa dekat dengan siapa saja yang dia temui.
Bisa ramah dengan Mbak-mbak yang ia temui saat sama-sama beli gudeg, bisa kenal dengan beberapa pedagang hanya karena dia sering lewat di daerah situ, bisa bermain dengan anak-anak kecil ngobrolin hal-hal halunya anak kecil tentang suatu hal.
KAMU SEDANG MEMBACA
BBF (best friendzone forever)
RomanceSemua bermula saat Jasmine seorang gadis cerewet di pertemukan dengan Arman cowok super care nan humoris yang sering jadi bahan bully-an teman-temannya pada masa SMA nan indah. Cerita tentang menyukai sahabat sendiri selalu jadi cerita yang menyenan...