Antara Bandung dan Jogja.

8 0 0
                                    

Setelah prom night itu, keesokan harinya, aku datang ke rumah Rangga, memberi pesan selamat jalan dan semoga sukses dalam mimpinya, lancar segala urusannya, melihat Rangga kala itu, membuat hatiku hening sejenak, tiga tahun yang singkat, aku masih ingat pertama kali aku bertemu dengannya, kini semua telah sampai pada akhir waktu, bersiap menyambut masa depan yang baru. Entahlah, hanya bagiku semuanya begitu singkat dilalui, pagi-pagi berjejer hari saat ibuku membangunkanku untuk sekolah, 3 tahun rutinitas yang aku rindukan.

Hari itu sekaligus Rangga pindahan, ia akan kembali pindah ke rumah Ibu-nya di Bandung. Kenangan-kenangan masa itu, di kota kecil ini mungkin selalu ia rindukan. Rangga selalu bilang, sampai jumpa di Bandung, kami selalu percaya bahwa kami akan bertemu kembali di kota itu. Kuliah disana, mungkin kerja disana, setelah itu hidup bersama disana.

Setelah sampai di Bandung, Rangga akan sibuk bimbel dan belajar, berharap semua usahanya lulus untuk lolos pada jalur SNMPTN atau biasanya orang menyebut jalur undangan.

Setelah mengantar Rangga, aku pergi kerumah Aca, dia juga bimbel di luar kota, di Bogor sekaligus tinggal sementara waktu dirumah neneknya. Sedih rasanya ditinggal sahabat dekat dan pacar dalam waktu yang bersamaan, tapi dia juga sama, selalu bilang "Sampai jumpa di Bandung Jasmine, semangat!!!"

Sementara mereka bimbel diluar kota, Aku hanya belajar di rumah sekaligus membantu Ibu di rumah. Saat itu, seperti kata Rangga, ia sibuk sekali sampai jarang menghubungiku, terkadang ia juga meng-upload foto-foto kegiatannya di instagram dan path, sepertinya seru sekali. Belajar, mendengarkan musik, nonton, pergi dari cafe satu ke lainnya.

Saat itu aku sering ngeliat Rendy di warung pecah belah milik keluarganya, terkadang juga aku sering ngeliat dia mengangkat barang atau ngeliat Ibu-nya ngomel kepadanya saat menemani ibu belanja di sana. Kalau Arman, aku tak tau pasti dia dimana saat itu.

-.-

Tiba pengumuman SNMPTN, aku dinyatakan lulus pada jurusan Kedokteran di salah satu Universitas yang ada di Medan itu, padahal itu adalah pilihan ke 3. Fak!! rasanya disaat itu, aku kesal banget dengan namanya Ferdi. Ini semua salahnya, ini semua sarannya. Rasanya saat itu, seperti duniaku berakhir, dan Rangga menelponku, dia tidak lulus SNMPTN dan dari suara-nya terlihat dia sedih sekali.

"Kalau nggak lulus di ITB gimana?"

"Pokoknya harus lulus!"

"Iya kalau, kalau nggak lulus kita kuliah di Medan aja gimana?"

"Kok jadi di Medan sih, kita kan udah janji bakalan hidup di Bandung sama-sama. Pokoknya aku tetap bakalan kuliah di Bandung, atau luar negeri."

"Owh gitu."

"Kamu gimana lulus?"

"Eng... nggak."

"Terus mau ambil SBMPTN dimana?"

"Kaya-nya disini aja deh."

"Jaga kesehatan kamu, dan jangan lupa jangan lupa belajar."

"Iya kamu juga ya."

Setelah Rangga menelfonku, chat group ku penuh dengan notifikasi. Semua orang satu angkatan heboh, Arman lulus masuk arsitektur UGM dan pada angkatan kami saat itu untuk pertama kalinya hanya satu orang yang diterima masuk ke universitas itu, biasanya ada puluhan orang yang bisa masuk ke universitas itu, bagi anak daerah, masuk ke universitas top seperti itu bisa dibilang hal dibangakan.

Kemudian aku juga dapat kabar langsung dari Aca, dia lulus masuk UI. Dan ternyata Rendy juga lulus masuk jurusan Sastra Bahasa Inggris di Universitas yang sama denganku di Medan.

Ibu sempat bertanya padaku waktu itu, "Lulus kak?"

"Nggak Buk."

Saat aku berbohong itu, aku udah luruskan niatku untuk tetap kuliah di Bandung. Hampir setiap hari aku belajar, sampai sakit kepala, sampai saat itu aku ngerasa semakin aku belajar, semakin aku jadi bego, karena mungkin aku terlalu memaksakan semuanya, belajar di luar porsinya, hari-hariku dipenuhi buku-buku dan materi soal ulangan waktu sekolah dulu, sampai akhirnya nggak ada satupun yang bisa masuk ke otak.

BBF (best friendzone forever)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang