Sifra Maree Victoria
Aku benar-benar kesal. Hari ini, Keluarga Windsor dipanggil menuju ke istana untuk mempertemukanku dengan Pangeran Jungkook.
Dalam perjalanan, Ibu memberitahuku. Atau lebih kepada memerintahkan. “Jangan mempermalukan Ibu di hadapan Keluarga Kerajaan. Be on your best behaviour.”
“Terserah.” Hanya itu jawabanku.
Setelahnya, kami tidak mengatakan apa pun lagi. Ibu memastikan bahwa aku secara keseluruhan—dimulai dari wajah, makeup, pakaian, sepatu serta etika—sudah layak di hadapan Keluarga Kerajaan nanti.
Saat kami sudah sampai di sana, Keluarga Kerajaan menyambut kami dengan begitu hangat. Kami dipersilahkan masuk dan bergabung di Guest Room dengan disajikan teh dan beberapa pastries.
Yang Mulia Ratu memberikan beberapa pertanyaan padaku dan Zara. Ada pertanyaan yang personal, ada juga mengenai Brigitte.
Sesekali aku menoleh pada Pangeran Jungkook untuk mendapatinya tengah menatap ke arahku. Ketika kami membuat kontak mata, dia tidak terkesan gugup atau terkejut.
Tapi justru aku yang gugup karena diperhatikan seperti itu sehingga aku yang memalingkan pandanganku darinya dan berfokus pada hal lain.
Beberapa menit kemudian, tiba-tiba Pangeran Jungkook memotong pembicaraan dengan mengatakan, “aku ingin berbicara dengan Sifra. Hanya kami saja.”
Yang Mulia Ratu mengangguk. “Oh, baiklah. Itu ide bagus.”
Ibu yang melihat itu segera memberikan isyarat padaku melalui matanya. Hal itu membuatku mau tidak mau bangkit dari sofa dan mengikuti ke mana Pangeran Jungkook akan membawaku.
Kami keluar dari Guest Room dan berjalan di sepanjang koridor istana.
“So, how old are you, Sifra?”
“Almost nineteen.” Dan sebenarnya aku ingin menambahkan; And too young for marriage. Tapi, sayangnya, aku tidak mengatakan itu.
Pangeran Jungkook mengangguk. “Oh, sesuai dengan apa yang kuperkirakan. Tapi kau tahu berapa usiaku, bukan?”
“Ya. Dua puluh enam tahun.”
“Benar.” Ujarnya. “Semoga kau tidak keberatan karena kita memiliki perbedaan usia yang cukup jauh.”
Aku tidak menggubris.
Hal itu membuat Pangeran Jungkook kembali bertanya. “Apa pendapatmu mengenai rencana pernikahan ini, Sifra?”
“Aku terkejut, tentu saja. Aku bahkan tidak mengerti kenapa kau memilih untuk menikah denganku.”
“You should be delighted.”
“Untuk apa?”
“Karena kau akan menikah dengan seorang pangeran.”
Aku memberikan senyuman sarkas. “I am afraid I am not delighted, your highness.”
“Kenapa tidak? Kau tidak ingin menikah dengan seorang pangeran yang nantinya akan mewarisi kerajaan dan kau akan menjadi seorang Ratu?”
“Yang Mulia, akan sangat menguntungkan bagi orang-orang apabila kau mengubah pikiranmu dan menikahi kakakku.”
“Kenapa?”
Aku membasahi bibirku. “Ya . . . karena Zara sudah dilatih dengan baik. Dia mempunyai manners yang bagus, dia pintar dan cerdas. Tentunya, dia cocok dengan kriteria seorang Ratu. Apalagi seorang istri untukmu.”
“Begitukah?”
“Ya.”
“Tapi sayangnya, aku sudah membuat keputusan dan aku ingin menikah denganmu. Suka atau tidak, kau harus terima.”
“But you can change it.”
Pangeran Jungkook mengangguk. “I can but I will not. I want to marry you.”
“But I do not want to marry you!”
Ugh. Menyebalkan sekali sih dia? Kenapa juga dia harus memilihku untuk menjadi pasangannya? Kami bahkan tidak mengenal satu sama lain.
Well, secara teknis, keluarga kami dekat karena Ayah merupakan kolonel kerajaan. Tapi, selain itu, aku tidak tahu siapa Pangeran Jungkook dan bagaimana sifatnya.
Kenapa aku yang harus menikah dengannya?
Dan sebelum pembicaraannya usai, Pangeran Jungkook kembali menambahkan. “I have chosen to marry you already and I consider the matter closed. Jadi, kau bisa menolak sesuka hatimu, tapi kenyataannya, kita akan tetap menikah. Whether you like it or not.”
-
Saat aku kembali pulang ke rumah, seseorang sudah berada di sana dan dia mengatakan bahwa dia adalah instruktor yang telah Ibu perintahkan untuk membantuku mengubah diriku menjadi lebih layak.
Aku diharuskan untuk mempelajari table manners, tata cara bagaimana menjadi seorang putri dan segala macamnya.
Pekan depan, aku harus kembali lagi ke istana untuk menetapkan tanggal pernikahannya. Jadi, waktu sepekan ini harus kupergunakan sebaik-baiknya untuk mengubah tingkah laku-ku.
Selain memiliki instruktor pribadi, Ibu juga menyiapkan seseorang untuk merias wajahku agar lebih cantik dan pantas di hadapan keluarga kerajaan.
Ibu bilang bahwa wajahku sebenarnya cantik. Tapi hanya perlu dirias sedikit saja untuk menambah kesan anggun layaknya Lady Diana Spencer.
Setiap hari, aku selalu menghubungi Brigitte untuk menceritakan apa yang terjadi. Termasuk menceritakan bagaimana menyebalkannya Pangeran Jungkook.
Aku tidak mengenalnya. Dia juga tidak mengenalku. Lalu, bagaimana bisa dia menetapkan keputusan untuk menikahku? Astaga!
Brigitte terkekeh. “Sifra, kau cantik, serius. Kalau aku pria, mungkin aku juga akan menikahimu. Wajar saja jika Pangeran Jungkook langsung terkesan dan tertarik padamu.”
“Bri, I’m not pretty.”
“You are. Trust me, you are.”
“Ugh!”
“Haha.” Brigitte tertawa. Kemudian, dia mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan, “bagaimana Zara? Apakah kalian masih tidak bicara dengan satu sama lain?”
Aku menggelengkan kepalaku. “Ya. Dia masih marah. Bahkan sangat marah padaku. Karenaku, dia tidak bisa menikah dengan Jungkook dan mewujudkan keinginannya menjadi Ratu.”
“Sifra, kau harus bersikap sopan. It’s Prince Jungkook.”
“I’ll call him whatever I want.”
“Sifra, itu tidak boleh. Ibu akan marah. Kau harus menghormati Pangeran Jungkook. Bagaimana pun juga, dia itu anak dari Yang Mulia Raja dan Ratu. Meski kau tidak menyukainya, tapi kau harus tetap menghormatinya. Dia yang akan menjadi penerus kerajaan.”
Aku mendecak. “Oke, baiklah. Prince Jungkook. There you have it.”
“Itu lebih baik.”
—
a/n: one more chapter? wdyt?
KAMU SEDANG MEMBACA
HARD TO GET PRINCESS
FanfictionBelum pernah kutemui seumur hidupku ada seorang wanita yang menolak untuk kunikahi. Well, itu merupakan kali pertama. Entah dia bodoh atau dia memang benar-benar tidak menyukaiku sehingga dia menolak untuk kunikahi. Tapi aku tidak akan menyerah. Aku...