Aku berjalan gontai menuju kelas pagi ini. Rasanya ini hari termalas bagiku untuk kuliah. Ntah karena aku masih kepikiran dengan kata-kata Mexi kemarin, atau karena aku sangat mengantuk. Begitu tiba di kelas, aku langsung mencari bangku paling depan.
" Pagiii..." teriak Heidy yang membuatku kaget.
" Pagi." jawabku singkat.
" Kenapa lo? Kok wajahnya kusut gitu? "
" Enggak, gak papa."
" Boong. Kalo ada masalah, lo cerita donk. Siapa tahu gue bisa bantu."
" Enggak, Hey, gue gak papa,"
" Yaudah deh kalo gak mau cerita. "
" Selamat pagiii..." suara dosen menghentikan pembicaraan kami. Heidy langsung mengambil kursi di sampingku. Kuliah pagi ini benar-benar membuatku tidak semangat. Aku hanya melamun dan mendengarkan dosen yang sedang memberi materi, tanpa mengerti topik yang ia katakan. Pukul sembilan pagi kuliah pertama selesai. Heidy dan Jeje menghampiriku.
" Lex, kantin yuk." ajak Jeje padaku.
" Enggak ah, males."
" Tumben? "
" Iya, gue masih kenyang." jawabku berbohong. Sebenarnya aku tidak ingin ke kantin karena aku yakin disana ada Mexi CS dan aku tidak ingin bertemu Mexi saat ini. Kekesalanku kemarin rasanya bwlum mereda.
" Ih, gituuu...Ayo temenin kita." paksa Heidy sambil menarik tanganku.
" Eh, tapi..." aku tak mampu menahan tarikan Heidy dan Jeje. Akhirnya aku ikut juga ke kantin. Tebakanku benar, begitu tiba di kantin orang pertama yang aku lihat adalah Mexi. Tapi, aku tidak ingin Jeje dan Heidy tahu masalah kemarin, makanya aku mencoba untuk tenang walaupun sebenarmya aku benci melihat Mexi. Kami duduk di bangku yang tidak jauh dari Mexi CS. Heidy dan Jeje sedang meesan makanan, tinggallah aku sendiri yang ada di meja. Mexi yang menyadari kehadiranku langsug bangkit dari duduknya dan menghampiriku.
" Lex..." panggil Mexi. Aku mendongakkan kepala untuk melihatnya. Aku hanya diam tanpa menjawab panggilannya.
" Gue mau ngomong..." kata Mexi lagi.
" Enggak ada yang perlu diomongin," akhirnya aku menjawab perkataan Mexi.
" Ada."
" Gue gak mau ngomong sama lo." kataku sambil bangkit dari duduk dan pergi meninggalkan kantin.
" Lex..." teriak Mexi mengejarku, namun aku tak menghiraukan panggilannya. Saat tiba di koridor, Mexi menarik tanganku.
" Hei, gue mau ngomong sama lo."
" Gue gak mau ngomong sama lo."
" Lex, tolong dengerin gue..."
" Mex, lepasin! " kataku mencoba melepaskan pegangan Mexi.
" Gue gak bakalan lepasin lo sampai lo mau dengerin gue." kata Mexi semakin mengeratkan pegangannya.
" Mex! " Gio muncul dan mendekati kami.
" Lepasin Lexa." lanjut Gio sambil menarik tanganku yang satu lagi.
" Gue gak bakal lepasin dia. Lo gak usah ikut campur."
" Mexi, lepasiinnn. Sakiitttt..." teriakku kesakitan.
" Mex, lo gak lihat dia kesakitan? Lepasin! " kata Gio yang mulai habis kesabaran. Mexi melihat wajahku yang sedang kesakitan kemudian melepaskan tanganku. Aku langsung berlari meninggalkan mereka.
" Jangan pernah ikut campur urusan gue! " kata Mexi pada Gio.
" Kalo lo nyakitin Lexa, itu artinya lo berurusan sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gift From God
RomanceAlexa, seorang gadis berusia 21 tahun, yang harus pindah dari kota Bandung ke Jakarta karena pekerjaan orang tuanya. Kehidupan di Jakarta yang di dalam pikiran Alexa pasti sangat menjenuhkan ternyata benar adanya, apalagi ketika dia bertemu dengan M...