ITSM 6

853 142 1
                                    

Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Bel istirahat berbunyi dengan nyaringnya, membuat para siswa berhamburan ke kantin dengan senangnya. Tapi tidak dengan Renjun, bukannya makan siang, anak itu malah memainkan game pada ponsel nya. Alasan utamanya melakukan itu adalah agar jika semua murid di kelasnya sudah keluar, ia bisa makan siang dengan leluasa tanpa harus menanggung malu karena membawa bekal.

Namun, sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak padanya hari ini. Bukannya mendepati kelas yang sepi tak berpenghuni, teman sebangkunya malah diam saja, hingga desisan tidak suka keluar dari mulutnya.

"Ingin ke kantin bersama, Njun?"

"Tidak, duluan saja."

Jaemin tersenyum. Percis yang dikatakan Renjun ketika pertama kali ia jadi murid di kelas 10 A dan mengajaknya ke kantin bersama. Karena hal inilah Jaemin menjadi semakin berharap jika laki-laki yang duduk di sebelahnya adalah Renjun-nya. Tidak peduli jika saat ini anak itu tidak mengenalnya. Jaemin mencoba berfikir positif, mungkin dulu, sesuatu terjadi pada sahabatnya hingga anak itu tidak mengenalinya sekarang. Tapi, entah amnesia atau apa pun itu, Jaemin akan membuat Renjun-nya mengingatnya kembali.

"Njun."

Renjun mendecak, entah harus berapa kali ia mengingatkan Jaemin untuk tidak memanggilnya seperti itu, tapi tetap saja membantah. Ternyata, ada orang yang lebih keras kepala dibandingkan dirinya.

"Ayo ke kantin bersama," ajaknya.

Ponselnya dimatikan begitu saja, ia menatap Jaemin dengan kesal. "Dengar Jae—"

"Bisa tolong panggil aku Nana?"

Kini, Renjun bingung, bagaimana cara menghadapi orang di depannya ini? Rasanya begitu sulit. Bahkan otak cerdasnya tidak bisa berfungsi untuk memikirkan caranya.

Meladeni Jaemin tidak akan ada habisnya. Orang itu pasti akan selalu punya sejuta kata untuk membalas ucapannya. Karenanya, dari pada membuang waktu yang semakin menipis, Renjun lebih memilih untuk membuka tasnya, mengambil kotak bekal dan sebotol air yang sudah disiapkan kakaknya tadi pagi dan beranjak meninggalkan Jaemin begitu saja.

Ia berjalan ke luar kelas, suasananya tidak berbeda dari tadi pagi ketika ia datang ke sekolah ini. Semua siswa masih tetap menatapnya. Tapi Renjun masih terus berjalan dengan percaya dirinya, tidak peduli pada tatapan aneh para siswa yang ditunjukkan padanya. Mungkin, para orang kaya itu aneh melihatnya membawa bekal, seperti anak kecil saja. Namun, sekali lagi Renjun tegaskan bahwa ia tidak peduli.

Taman belakang sekolah adalah tempat yang didatangi Renjun. Sebenarnya, ia juga tidak tahu mengapa dirinya datang ke sana. Ia hanya melangkah dan kakinya seakan bergerak sendiri membawanya ke tempat ini. Renjun mendudukkan diri di kursi panjang yang ada di sana. Sebelum membuka bekalnya, anak itu memejamkan mata sejenak. Ia tersenyum kecil ketika hembusan angin yang berasal dari pohon rindang di atasnya membelai wajahnya. Rasanya, sudah lama sekali dirinya tidak merasakan hal seperti ini.

Kali ini, tangannya bergerak membuka kotak bekal. Empat butir chapssal cukup untuk mengganjal perutnya yang lapar minta diisi.

Meski terkesan sederhana, tapi Renjun tetap senang karena chapssal itu adalah buatan kakak tersayangnya.

Satu butir chapssal masuk ke dalam mulutnya. Renjun mengunyahnya dengan khidmat hingga getaran pada ponsel berhasil menginterupsi kegiatannya.

Injun's Three Secret Missions✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang