ITSM 13

700 121 2
                                    

Aneh. Sudah lama sejak terakhir kali Jaemin datang ke ruangannya. Semenjak kemunculan Renjun di sekolah, anak itu tidak pernah mendatangi ruangannya lagi. Tapi sekarang hal itu terjadi lagi. Sudah tiga hari belakangan Jaemin mulai mengunjunginya kembali.

Sama seperti yang biasanya dilakukan, kini, Jaemin juga menyandarkan kepalanya di atas meja.

Sejak kedatangan Jaemin, Jaehyun jadi tidak fokus mendata nilai para siswa. Kehadiran sang adik begitu mengganggu hingga konsentrasinya buyar seketika.

Melihat penampilan itu, membuatnya berpikiran bahwa sesuatu yang buruk terjadi pada adiknya.

"Na, kenapa lagi?" tanya Jaehyun, mengusap wajahnya frustrasi. Beberapa hari belakangan ini ia sudah senang karena Jaemin kembali ceria, tapi sekarang anak itu menjadi murung kembali. Jaehyun benci itu.

Barulah Jaemin mengangkat kepalanya. Menatap sang kakak dengan tatapan sedih yang begitu kentara di wajah manisnya. "Renjun melarangku untuk mendekatinya lagi, Hyung."

Jaehyun kaget. Setahunya, adiknya bukanlah orang yang mudah menyerah. Tapi kenapa sekarang malah menyerah dengan mudahnya?

"Kau menurutinya?"

Na Jaemin mendecak pelan, "Tentu saja tidak!"

"Lalu?"

Jemari pemuda Na tersebut bermain di atas meja, membuat gambar abstrak di sana. "Hanya saja... Aku merasa jika dia lebih bahagia jika aku tidak ada di sampingnya."

Senyum tipis terukir di wajah tampan Jaehyun hingga lesung pipinya nampak. Si sulung Na mengusap rambut adiknya pelan, sedang Jaemin hanya diam, tidak memberikan respon apa pun.

"Hyung, apa memurutmu, Renjun yang sekarang dan Renjun yang dulu adalah orang yang sama? Atau mungkin hanya aku yang terlalu berharap?"

Jaehyun tersentak. Senyum yang tadinya terukir, kini luntur mendengar pertanyaan tersebut. Ia bingung, tidak tahu harus menjawab apa pada adiknya. Karena jujur saja, dirinya juga masih bingung dengan semua yang terjadi. Hal ini begitu membingungkan. Separuh hatinya mengatakan agar ia percaya jika Huang Renjun dan Qian Renjun itu orang yang sama. Tapi separuhnya lagi mengatakan yang sebaliknya.

"B-bagaima jika dia bukan Renjun-ku?"

Helaan napas terdengar dari yang lebih tua. Jaehyun menumpukkan kedua tangannya di atas meja, menatap lekat sang adik. Entah kapan terakhir kali mereka berdua bicara serius seperti ini.

"Hyung juga tidak tahu, Na. Semuanya terlalu... ah-" Jaehyun mendesah pelan.

Sudah Jaemin duga. Semuanya tidak tahu dengan apa yang terjadi. Huang Renjun dan Qian Renjun begitu mirip, namun juga begitu berbeda dari segi sikap dan kepribadian.

"Aku rindu padanya, Hyung."

Air mata anak itu menetes hingga membuat Jaehyun berdiri dari duduknya lalu menghampiri sang adik dan memeluknya.

Sungguh, Jaehyun pikir dengan kehadiran Renjun kembali akan membuat semuanya menjadi baik, namun nyatanya ia keliru. Semuanya masih sama. Tidak ada yang berubah kecuali kemunculan orang yang begitu mirip dengan Huang Renjun.

Sebenarnya, Jaehyun tidak ingin membuat adiknya semakin larut dalam kesedihan, tapi ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya yang mengharuskan dirinya untuk menanyakan hal tersebut pada Jaemin.

Karenanya, setengah tangis anak itu mulai mereda, Jaehyun membentangkan jarak diantara mereka. Menghapus jejak air mata di wajah manis adiknya dengan lembut lantas menyangga wajahnya agar mereka saling tatap.

"Na?"

Jaemin menggumam kecil sebagai respon.

"Jika Qian Renjun dan Huang Renjun berbeda, apa yang akan kau lakukan?"

Jaemin membisu mendengarnya.

***

Entah ada angin apa, tapi hari ini Doyoung meliburkan caffe tanpa ada alasan yang jelas. Terlepas dari rasa penasaran yang ada, Renjun senang karena bisa mengistirahatkan tubuhnya yang lelah meski hanya satu hari.

Derasnya air hujan yang menghantam tanah tak membuat pemuda Qian tersebut mematikan ponselnya. Bahkan, anak itu malah memutar salah satu musik yang begitu mendukung dengan cuaca saat ini.

Cuaca mendung, guyuran hujan, dan suara musik yang mengalun indah berhasil membuat si bungsu Qian larut dalam pikirannya.

Memorinya berputar kembali pada kejadian tiga hari yang lalu di sekolah, di mana ia bertengkar hebat dengan Jaemin dan salah satu temannya. Semenjak kejadian itu pula, Jaemin tidak mendekatinya lagi. Adik dari Na Jaehyun itu menjauh. Tak lagi mengganggunya, tak lagi cerewet hanya untuk menarik perhatiannya, dan tak lagi bertingkah konyol untuknya.

Harusnya Renjun senang karena apa yang ia inginkan, apa yang ia katakan pada anak itu akhirnya di turuti. Tapi anehnya, Renjun merasa... Sedikit kehilangan. Entahlah, ia hanya sudah terlalu terbiasa dengan kehadiran Jaemin di sampingnya.

"Injun, matikan musiknya. Kau tidak dengar jika di luar hujan deras?"

Namun Renjun tidak menggubris. Lagu ini terlalu syahdu untuk dimatikan.

"Injun?"

Barulah saat kepala kakaknya menyembul di balik pintu, anak itu segera mengambil ponsel yang tidak berada jauh darinya untuk segera dimatikan. Tapi sebelum itu terjadi, Kun lebih dulu bersuara.

"Tunggu dulu."

Si bungsu Qian menghela, menatap kakaknya dengan jengah. "Apalagi, Ge?"

Kun mendekat. Duduk di samping adiknya lalu tidak lama merebahkan tubuhnya di sana. "Biarkan itu tetap menyala."

"Kenapa?" heran Renjun.

Qian Kun memiringkan tubuhnya menjadi menghadap sang adik yang masih saja duduk. "Kita jarang memiliki waktu berdua seperti ini, dan lagu itu membuat hati Gege menjadi lebih tenang. Biarkan saja. Lagunya enak di dengar," jelasnya, mulai memejamkan matanya.

Renjun ikut membaringkan diri di samping kakaknya. Tatapannya tertuju pada langit-langit kamarnya.

Nyanyian kecil tersebut membuat Kun terkekeh pelan. "Kau berbakat untuk menjadi seorang idol, Injun. Suaramu bagus."

Renjun tidak melanjutkan nyanyiannya. Dia kembali mengikuti kakaknya - memiringkan tubuh - lantas tersenyum kecil. "Gege juga. Suara Gege juga bagus, sama sepertiku."

Bahkan, anak itu masih sempat-sempatnya untuk menyombongkan dirinya sendiri.

"Gege sudah terlalu tua untuk menjadi seorang idol. Umur Gege saja sudah 24 tahun, belum lagi menjalani masa trainee, mungkin nanti saat debut, umur Gege sudah 30 tahunan," kekehnya.

Renjun tertawa. "Umurku juga sudah terlalu tua, Ge."

Keduanya sama-sama tertawa. Sudah begitu lama sejak terakhir kali mereka tertawa dengan lepas seperti itu.

Tanpa berkata apa pun lagi, Kun menarik tubuh kecil adiknya untuk mendekat, lalu memeluknya dengan erat hingga Renjun terkaget karenanya. "Tidak terasa ya, adik kecil Gege yang lucu sudah tumbuh besar menjadi pemuda galak seperti sekarang ini."

Renjun mendengus, namun tetap membalas pelukan Kun. "Jangan merusak suasana!"


***

Injun's Three Secret Missions✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang