ITSM 7

825 137 7
                                    

Pintu yang terbuka dari luar itu menampilkan sosok yang tengah menyiapkan desert sambil membelakangi kedua orang yang baru saja masuk. Barulah saat mendengar decitan pintu yang ditutup, sosok itu menoleh dengan senyum yang mengembang menyambut keduanya.

"Wow, sudah pulang?" tanyanya, terdengar antusias.

Melakukan hal yang sama, Renjun tersenyum sambil mengangguk kecil. Di sampingnya, Kun berjalan menghampiri Ten dan mengambil alih penataan desert tersebut ke atas piring.

"Maaf Ten, aku membuatmu bekerja lebih dari seharusnya," sesal si sulung Qian.

Ten — pemuda keturunan Thailand yang belerja di caffe yang sama dengan Renjun dan Kun menggeleng ribut. Posisinya masih tetap merangkul pundak si bungsu. "Jangan seperti itu, Hyung. Aku senang bisa membantu."

Pintu pembatas antara dapur dan bagian dalam caffe terbuka, pemilik caffe tersebut masuk ke area dapur saat mendengar ada sedikit keributan di sana. Bukannya marah, pria yang seumuran dengan Qian Kun itu malah mengusung senyum manis.

"Hei, uri Renjunie sudah pulang ternyata," ujarnya, memeluk anak yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri dengan gembira.

Melepaskan pelukannya, pria dengan gigi kelinci yang terlihat sama seperti milik Jaemin itu menjauhkan tubuh Renjun dari hadapannya, lantas menelisik penampilan anak itu dari atas hingga bawah, menimbulkan rasa bingung pada kedua pemuda pendek tersebut.

"Kenapa, Hyung? Aku terlihat aneh, ya?"

Pria tersebut mengetukan jarinya di dagu, sedang berfikir. Kemudian, gelengan kepala menjawab pertanyaan itu. "Uri Renjunie sangat tampan saat memakai seragam itu."

Tawa Ten pecah, juga Renjun yang tersipu malu mendengarnya.

"Ah, Doyoung Hyung terlalu berlebihan," malunya.

"Hei, apa ini, mengapa wajahmu memerah seperti itu?" Kun yang baru kembali dari mengantarkan pesanan pelanggan pun sengaja menggoda adiknya.

Renjun mendengus, "Ge!"

Ketiga pria dewasa tersebut tertawa melihat kemarahan yang tampak lucu di mata mereka.

Satu-satunya pemuda keturunan korea itu mengusak gemas rambut laki-laki yang paling muda di sana, membuat senyum itu kian mengembang. Jika saja Kun yang melakukan hal itu, pasti Renjun sudah mengaum seperti macan yang kehilangan anaknya. Namun berbeda, ini Doyoung, pria baik yang lebih tua sekaligus menjabat sebagai pemilik caffe tempat mereka bekerja, hingga Renjun tidak bisa marah padanya.

"Bagaimana hari pertama sekolah?"

Seharusnya, senyum anak itu sudah cukup menjawab pertanyaannya, namun Doyoung masih belum puas sampai mulut itu sendiri yang mengatakannya.

"Baik, Hyung. Sangat menyenangkan."

Nada bicara yang terdengar antusias itu membuat senyum Doyoung dan Ten mengembang.

"Sudah mendapat teman?" Kini giliran Ten yang bertanya, sedangkan Kun hanya diam menyimak.

"Baru hari pertama, perlu waktu untuk mendapatkan teman," ujarnya, memasang tampang sedih.

"Tidak apa, ini baru hari pertama. Besok, uri Renjunie pasti bisa mendapatkannya," semangat Doyoung.

Ten mengepalkan kedua tangannya di depan wajah Renjun. "Fighting Injunie!" serunya.

Hanya hal kecil yang terlihat sederhana, namun Renjun begitu senang ketika ada banyak orang yang peduli padanya.

"Yasudah, sekarang ganti baju lalu makan, ya?" suruh Doyoung.

Injun's Three Secret Missions✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang