Chapter 1
Alunan lagu berbahasa Mandarin yang dinyanyikan oleh Cai Xukun terdengar memenuhi kamar wanita bernama Im Eunseol. Sesekali bibirnya yang mungil ikut menyanyikan bait-bait yang ia hafal di luar kepala sambil menggoyangkan tubuhnya seirama dengan beat lagu. Tangannya bergerak lincah di atas tablet grafis, menggoreskan ujung pena demi menghasilkan gambar karakter dalam benaknya ke atas layout komik. Suasana hatinya sedang sangat baik hari ini, karena ia baru saja mendapat pesan berisi nominal uang yang masuk ke dalam rekeningnya—hasil dari jerih payahnya menggambar karakter sebuah komik online. Awalnya Eunseol tidak akan menyangka jika seri komiknya akan dibaca oleh banyak orang dan bisa menarik minat beberapa brand untuk ditampilkan dalam gambarnya. Dari royalti tersebutlah ia mendapat penghasilan tambahan untuk melunasi hutang keluarganya di kampung.
Nî qīng qīng yīgè wên
Qìfēn kāishî shēngwēn
Wéixiân yòu mírén
I know you wanna dance tonight, ahh..
Feel a little bit dangerous
Shâole xiē ānquán gân
Zuò wô de qíngrén
I know you want it
“Woo!” ia berseru senang sambil mengangkat tangan kanannya untuk mengakhiri lagu.
Bibir Eunseol kembali berseru kecil saat lagu lain yang menjadi kesukaannya terputar. Lidahnya melafalkan lincah lirik lagu penyanyi asal Tiongkok, Jackson Wang. Seolah tidak begitu sulit mengucapkan kata demi kata yang bukanlah bahasa kesehariannya. Tapi, kesenangannya bersenandung harus tertunda ketika sebuah panggilan masuk ke dalam ponsel yang ia gunakan untuk memutar musik.
Bola matanya memutar jengah saat tulisan ‘Eomma’ muncul di layar ponsel. Keceriaannya luntur seketika, awan mendung sontak memenuhi sekitar kepalanya, emosinya sudah mulai menggerayap keluar bahkan sebelum ia menjawab telepon itu.
“Em... Wae?” tanya Eunseol tanpa berniat basa-basi terlebih dulu.
“Eunseol-ah, apa mungkin...”
Keragu-raguan itu semakin memperkuat praduga Eunseol bahwa ibunya ingin meminta uang lagi, “Katakan saja, Eomma. Aku sedang bekerja sekarang, tidak bisa buang-buang waktu dengan bertele-tele.”
Suara yang mulai bergetar itu kembali terdengar, “Adikmu Eunbyeol, akan pindah ke Seoul. Dia mendapat pekerjaan di salah satu firma hukum swasta di sana juga mendapat tawaran untuk sekolah pascasarjana. Jadi, Eomma ingin menanyakan apakah dia bisa tinggal denganmu sementara sampai kau menemukan tempat tinggal baru untuknya?”
Kepala Eunseol langsung pusing setelah telinganya mendengar tujuan sang ibu menelponnya malam-malam. Ia pikir akan sangat mudah mengatasi ibunya hanya dengan mengirim uang, tapi ternyata masalah yang dibicarakan justru semakin pelik. Mengijinkan adiknya tinggal di apartemen kecilnya hanya akan menambah masalah. Ia tahu betul bagaimana sifat Eunbyeol yang selalu ingin menang sendiri, sudah jelas rumahnya akan semakin berantakan jika penyihir itu tinggal bersamanya. Belum lagi, ibunya justru meminta ia yang mencari tempat tinggal baru untuk wanita yang terpaut usia lima tahun darinya itu.
“Jika bisa, dia akan berangkat besok_”
“Andwae..” tolak Eunseol, “Eomma, aku tidak ingin dia membuat rumahku berantakan dengan semua barang-barang miliknya. Aku tahu seperti apa Eunbyeol, dia pasti akan membawa banyak barang sementara apartemenku tidak seluas rumah kita. Hanya ada satu kamar dengan satu kasur di sini, dia mau tidur di mana nanti? Apa dia mau tidur di lantai?”
“Ck! Memangnya kau tega membiarkan adikmu yang calon pengacara ini tidur di lantai? Tentu saja kau yang akan melakukannya, kau harus mengalah pada adikmu..”
“Kenapa aku? Ini rumahku, aku yang berhak mengatur segalanya di sini,” Eunseol mulai kesal, “Tidak bisa!”
“Im Eunseol! Apa kau sedang berusaha menghalangi karir cemerlang adikmu sendiri, huh?!”
Bibir Eunseol tersenyum miris. Hatinya terasa perih. Ucapan sang ibu mengingatkannya pada kenangan masa lalu, ketika ia mengutarakan keinginannya belajar di universitas demi mendalami hobinya menggambar, tapi ibunya justru menahannya. Beralasan bahwa biayanya terlalu besar, memaksanya untuk mencari pekerjaan saja ketimbang membuang uang hanya untuk belajar hal yang tidak berguna. Sementara sekarang, ia mati-matian mengumpulkan uang untuk melunasi hutang orang tuanya akibat menguliahkan Eunbyeol pada jurusan hukum.
“Eomma, aku tidak melarangnya untuk datang ke Seoul. Jika dia ingin datang dan melanjutkan pascasarjananya di sini sembari bekerja, maka aku sangat setuju. Artinya dia sudah bisa berpikir dewasa untuk menghidupi dirinya sendiri. Tapi, aku tidak setuju jika dia tinggal di apartemenku—walaupun sementara. Tidak.”
Meski samar, Eunseol mendengar gerutuan khas adiknya yang menyerukan bahwa wanita itu juga tidak ingin tinggal di apartemen kumuh Eunseol.
“Lihatlah, Eomma mendengarnya sendiri ‘kan? Dia sendiri juga tidak menyetujuinya, apa lagi aku..” kata Eunseol lagi, “Dia sudah cukup besar, Eomma. Biarkan dia mengurus masalah kepindahannya sendiri—termasuk tempat tinggalnya. Aku bisa membantu mencari beberapa apartemen yang disewakan, tapi aku tahu bahwa dia tidak akan setuju dengan semua tempat yang aku pilihkan.”
“Kalau begitu biarkan dia tinggal bersamamu sementara saja sampai dia menemukan tempat tinggal yang dia sukai.”
“Eomma!”
“Jangan membantah!” bentak ibunya yang kemudian juga ikut membentak sang adik, “Besok jemput dia di stasiun, kau mengerti?”
“Em...”
Im Eunseol menghela pasrah. Menggeram dan menggerutu dalam hati atas keputusan sepihak sang ibu. Semua ide brilian untuk melanjutkan komiknya kontan menghilang setelah panggilan terputus.
Sejak dulu, Eunseol memang sulit akur dengan adiknya. Eunbyeol yang selalu dimanja sejak lahir selalu bersikap sesuka hati dan egois. Entah berapa banyak Eunseol harus mengalah atas kemauannya karena Eunbyeol; mulai dari keinginannya memiliki beberapa barang untuknya seorang, keinginan melanjutkan kuliah, sampai keinginannya merantau ke Seoul. Jika bukan karena nenek Kim yang meminta ijin langsung pada orang tuanya agar ia ikut ke Seoul merawat nenek Kim, maka saat ini Eunseol masih berada di Cheonju merawat kebun.
Tidak habis di sana, bahkan ibunya masih saja merecoki kehidupannya setelah terpisah. Wajar saja karena wanita setengah baya itu tetaplah orang yang telah berjasa membawanya ke dunia penuh warna ini, tapi ada saat di mana dia juga butuh kebebasan. Ada kalanya Eunseol juga ingin bersenang-senang menikmati hasil dari kerja kerasnya sendiri tanpa memikirkan hutang yang masih menumpuk dan tak tampak berkurang yang harus ia bayar. Selama ia bekerja di Seoul, Eunseol jarang menikmati uang dari hasil keringatnya, sebab hampir 50% penghasilannya selalu ia kirim pada orang tua untuk membayar hutang. Hutang yang timbul akibat ulah manja Eunbyeol yang memaksa kuliah hukum.
Sebelum ia semakin pusing memikirkan masalah baru yang akan menghampiri hidupnya, Eunseol memilih untuk menyimpan hasil gambarnya ke dalam draft, mematikan komputer dan beranjak ke atas kasur kecilnya. Eunseol membuka galeri foto dalam ponselnya demi mengalihkan pikirannya dengan melihat koleksi berbagai foto pemandangan yang hampir setiap hari ia terima. Sesuatu yang selalu bisa menyejukkan hati dan pikirannya, terlebih ketika ia mengingat dari mana ia mendapatkan koleksi tersebut.
Dering kecil berbunyi bersamaan notifikasi pada bagian atas layar ponsel Eunseol. Senyumnya merekah hingga binar matanya memancarkan kebahagiaan yang cukup jelas ketika maniknya menemukan nama sosok yang selama ini mengisi ponselnya dengan koleksi foto alam.
‘Querría que estés aquí’
KAMU SEDANG MEMBACA
Run to You
RomanceKetika kau takut dan sedih, ketika kau merasa ingin mencurahkan isi hatimu, panggil saja aku.. Di manapun itu, tidak peduli sejauh apapun itu, aku akan datang... Aku akan berlari padamu... Run to You, 23 Oktober 2020 Elbocel 😄