Bagian Lima

35 13 0
                                    

"Gue yang mau lawan dia, di dunia perkelahian kita gak perlu pandang bulu. Siapapun itu yang ganggu kita, hajar aja. Gue gak pernah takut sama manusia stupid kayak lo,"

•••

Koridor mulai tampak sepi, Kalandra terus berjalan. Melangkahkan kakinya hendak menuju parkiran. Masih tersisa beberapa siswa yang tengah melakukan kegiatan ekstrakurikuler mereka. Jangan tanyakan apa Kalandra mengikuti salah satu kegiatan tersebut atau tidak. Jawabannya tentu saja tidak. Ia malas, lagi pula Kalandra sudah menginjak kelas dua belas. Tidak diwajibkan mengikuti kegiatan seperti itu. Mereka hanya perlu fokus belajar, mempersiapkan diri untuk ujian nantinya.

Ponsel Kalandra bergetar. Tangannya merogoh saku celana, mengambil benda pipih tersebut.

"Hallo?"

Kalandra mendengarkan seseorang berkata sesuatu di seberang sana. Lalu langkahnya terhenti tatkala seseorang mengucapkan sesuatu di telepon tersebut.

"Oke, dalam waktu dekat saya akan datang berkunjung."

Kalandra mematikan telepon tersebut. Ia menyimpan ponselnya kembali ketempat semula. Kakinya kembali melangkah, kali ini dengan tempo yang cepat.

"Kak Alan," panggil seorang gadis manis yang kini sudah ada di samping Kalandra.

Lagi lagi gadis ini. Napas Kalandra dihembuskan dengan kasar.

"Selama ini kita belom kenalan. Meskipun aku tau nama kakak tapi kan kakak gak tau nama aku." Gadis itu diam sejenak.

Ia mengulurkan tangannya. "Nama aku Gea, kak."

Kalandra memandangnya dengan wajah datar dan tatapan yang menusuk. Gea sedikit gugup dan takut. Namun cepat cepat ia tersenyum dan menarik kembali uluran tangannya.

"Jadi ntar kak Alan bisa terima pemberian aku kan? Karena kita bukan orang asing lagi," ujar Gea percaya diri.

"Gak butuh," balas Kalandra dingin.

"Tapi kan, kak-"

"Gue gak miskin. Gak usah ngatur, lo tetep orang asing dimata gue," potong Kalandra.

Cepat cepat ia menuju area parkiran. Mengambil motornya dan melaju kearah rumahnya. Hampir setengah jam di perjalanan, Kalandra akhirnya sampai. Motornya ia masuk kan kedalam bagasi, lalu Kalandra pun masuk. Sepi. Kalandra langsung menaiki anak tangga.

"Baru pulang?"

Entah yang keberapa kali langkah Kalandra hari ini banyak terhenti. Kepalanya ia anggukkan sebagai jawabannya. Lalu cepat cepat Kalandra masuk kedalam kamarnya.

Rangga menatap nanar pintu kamar Kalandra yang masih bisa terlihat dari bawah. Rambutnya yang sedikit menjuntai ia sapu dengan jemarinya. Helaan napas Rangga pun terdengar. Rangga mendekati kamar milik putranya itu, ia ketuk perlahan sebanyak tiga kali. Tak ada jawaban.

"Alan, boleh Ayah masuk?" tanya Rangga lembut.

Kalandra tak menyahut. "Ayah anggap kamu setuju dan bolehin Ayah masuk."

Knop pintu diputar, Rangga mendapati anaknya tengah tertidur membelakangi dirinya. Rangga hanya tersenyum penuh arti.

"Alan," panggil Rangga dengan sabar.

"Ayah tau kamu cuma pura pura tidur. Ayah kenal kamu sejak kecil, kamu itu orangnya gak bisa tidur dengan cepat."

Kalandra tetap bergeming. Matanya memang tertutup, namun lihatlah jari jarinya. Ia meremas bantal yang ia tiduri dengan kuat.

Euphoria (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang