Bagian Tujuh Belas

25 5 0
                                    

"Semua ini, sikap kita yang sudah berbeda atau perasaan kita yang mulai berubah? Apapun itu aku harap kita masih bisa bersama."

•••

Senyum kecil yang semula terukir di wajah Akilla kini telah menghilang. Jemarinya yang lentik mengusap pelan wajahnya yang pucat. Tak seharusnya Akilla terlalu serius ketika Alex melontarkan kata katanya tadi. Akilla berdecak, ia harus mencari udara segar agar pikirannya kembali tenang dan jernih.

Dengan tangan kanan yang masih memegang infusan, Akilla berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang tidak terlalu ramai. Tak jauh dari tempatnya kini berdiri, taman sudah bisa Akilla lihat dengan jelas. Akilla tersenyum tanpa ia menyadari hal itu. Akilla terus berjalan meskipun agak pincang dan sesekali meringis karena rasa sakit di perutnya itu.

Setelah sampai di taman, Akilla memilih duduk di kursi yang panjang. Punggungnya ia sandarkan sambil menutup mata dan menikmati hembusan angin. Namun beberapa detik kemudian, Alex kembali melintas di kepalanya.

"Harusnya aku seneng kan? Ino mulai bersikap dewasa." Akilla bermonolog pada dirinya sendiri.

"Ino sekarang bukan cuma cemas sama aku doang, tapi sama anak anak juga, sama keadaan Hiraeth. Ino bukan anak kecil lagi," gumam Akilla masih dengan mata terpejam.

Akilla menegakkan tubuhnya, matanya tak lagi terpejam. Sedalam mungkin Akilla menarik napasnya. Ia harus menghilangkan pikiran negatif yang terus mengusik pikiran tenangnya.

"Gue jadi laper, pengen banget makan sate ayam," ujar Akilla celingak celinguk menatap sekitar, padahal ia tahu bahwa ini di rumah sakit dan tidak mungkin ada tukang sate.

Tepat di seberang koridor, Kalandra yang tengah berjalan tanpa sengaja melirik Akilla yang tampak seperti kebingungan. Mata Kalandra menyipit, sedang apa Akilla berada di situ? Duduk sendirian pula.

"Kalandra," seru dokter G saat Kalandra hendak menghampiri Akilla.

Tanpa Kalandra perintah pun kepalanya menengok kearah dokter G. Kini tidak hanya satu alis, keduanya terangkat.

"Ini, kasih sama ayah kamu. Jangan di buka, itu rahasia." Sebuah amplop putih diulurkan pada Kalandra.

"Kenapa gak langsung? Kalau saya buka?"

Dokter G malah tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Saya lupa, lagian kan kamu anaknya. Saya percaya kamu gak akan buka amplop itu. Sekarang saya sedang sibuk, ditambah ada yang membuat pikiran saya terganggu."

"Ada apa?" tanya Kalandra lagi, ia semakin penasaran.

Namun dokter G malah mengedikkan bahunya sambil membalikkan tubuhnya hendak kembali ke ruangannya.

"Dahh." Tangan dokter G melambai terbalik pada Kalandra yang kini tengah memalingkan wajahnya.

Kalandra kembali teringat satu hal, ia tadi melihat Akilla dan seharusnya sudah Kalandra temui. Tapi Akilla sudah tidak ada ditempat di mana ia melihatnya tadi.

"Jelas itu Akilla, gue gak salah liat. Dan itu bukan halu," gumam Kalandra pelan.

Kedua mata Kalandra menjelajahi setiap sudut yang masih bisa ia jangkau, mencari sosok yang sebelumnya ia lihat.

Euphoria (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang