12 ✓

80 10 2
                                    

Sabtu, D-2

"Jeong..udah dong, Beomgyu pasti ga suka liat kamu nangis gini" Pemuda tupai itu merangkul sahabatnya sehangat mungkin, Jeongin yang sesenggukan terlalu menyakitkan untuk dilihat.

Yeah, udah pasti pada tau, kan dia kenapa? Yup, makam temannya, Choi Beomgyu.

Beomgyu ditemukan orang tuanya terkapar diatas lantai dengan nadi yang tersayat, pisau dapur yang jatuh tepat disebelahnya tapi tidak ada sidik jari, bahkan sidik jari dari Beomgyu sendiri tidak ada.

Ketua kelas yang malang. Batin Jeongin pada dirinya sendiri, beban pikirannya semakin menjadi-jadi.

Beberapa teman ada yang hanya mengucapkan turut berduka cita lalu pulang, ada yang menahan tangisnya, ada yang hingga sesenggukan.

Seperti Jeongin saat ini.

"Sung, mending lu ajak Jeongin kemana dulu gitu, kasian" Han menganggukan kepalanya, ia menuruti perintah teman yang namanya hampir mirip dengannya– Park Jisung.

Ia menggandeng Jeongin pergi setelah pamit dengan yang lain, agak susah karena Jeongin harus diseret dulu..

"Jeong, ayok semangat, dong! Gua beliin btc, ya?" Jeongin hanya mengangguk saja, matanya memerah karena terlalu banyak menangis dan di gosok.

Di mobil Han, keduanya hanya diam, Han sendiri sengaja untuk membiarkan Jeongin kalut dalam pikirannya, buktinya sekarang Jeongin sedang bersandar diantara pintu dan kursi sebelah pengemudi.

"Kalo minta tolong Hyunjin buat pertemuin kamu sama Beomgyu, bisa nggak y--"

"Gua lagi gamau bahas." Han langsung saja pura pura bersiul, penolakan telak dari Jeongin benar benar menyeramkan, seakan berkata 'diam kau brengsek'.

Jeongin tak tahu harus mulai darimana, dalam kata lain apakah Hyunjin seorang psikopat? Eh?

Malaikat kematian?
...

Tidak! Jeongin, kau masih belum menemukan bukti bahwa Hyunjin yang membunuh mereka.

Yang kau lihat hanya nama mereka yang tertulis, kan? Bisa jadi Hyunjin hanya menyatat saja, bisa jadi juga itu orang orang yang mati dengan tenang, mereka yang pernah mendatangi hidup Jeongin..

Bisa jadi juga Hyunjin yang membunuhnya––

"Jeong, udah sampe. Tunggu mobil, ya. Sekalian gua beliin Oreo cake biar tenang" Jeongin sekali lagi mengangguk sebelum akhirnya Han keluar menuju toko dessert tempat tongkrongan mereka biasanya.

Akhirnya, sebuah ketenangan berfikir tanpa suara mesin.

Han terlalu baik, bahkan masih mau menerimanya yang terlalu rapuh dan cengeng ini.

Ahh.. kalau saja waktu bisa diputar, ia tak mau bersedih-sedih setelah kematian kedua orang tuanya, menyuruh Hyunjin untuk menemaninya agar ia tak mati dan memberikan beban pikiran yang memusingkan ini.

Eh? Kalau dipikir-pikir..

Bulan 1

Bulan satu? Januari, kan?

Sekali lagi, Jeongin mencoba untuk mengingat di bulan berapa namanya tertulis.

"Bulan 10.." Alisnya menyatu ke depan, apa ia harus menyanyikan lagu nama nama bulan? Ah Jeongin kan memang tidak hafal dan selalu mengandalkan lagu itu darisananya.

"Januari... 1"
"Februari... 2"
"Maret... 3"
"April... 4"
"Mei... 5"
"Jul-- eh? Juni... 6"
"Juli 7, Agustus 8, September, bulan ke sembilan..."

Candy • Yang Jeongin [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang