H-4 undangan dibagikan. Dua hari telah berjalan seperti biasa. Dua hari juga, ketiga temannya digojlokinya berulang-ulang. (gojlok/ digojloki= di candai).
Sayangnya, sampai hari ini pula, Davina belum juga menemukan partner. Setidaknya ada orang yang mau mengajaknya ke tunangan Raffli, mantannya itu.
Beruntungnya, sedaritadi davina tidak memainkan ponsel. Kirana tersenyum penuh arti akan hal itu. Jika ketahuan, paling tidak ... gadis itu mengumpat kasar berulang kali.
Oops! Hampir lupa, Davina kan jomblo. Jadi tiada pesan yang setiap detik menanyakan perihal keadaannya. Kirana tertawa kecil memikirkan hal itu.
Sampai kelas akhir pun, Davina tak memainkan ponselnya sama sekali. Hingga kali ini ponselnya bergetar menampilkan lagu ringtone lagu dari Justin Bieber yang belakangan ini menjadi favoritnya.
"Eh, iya ... hallo. ada apa?" Davina memperhatikan layar ponsel genggamnya. Saat ini, ia perjalanan menuju ke rumah yang tak jauh-jauh amat setelah menguntit di pelanggan es doger.
"Lah kok lo tanya balik?" Si penelpon, berdecak malas.
Rasanya ia malas merespon, padahal jelas-jelas si penelpon itu menelponnya terlebih dahulu.
Sebelum mulut cantiknya mengumpat kasar, ia memperlihatkan siapa penelpon itu.
Marveling, is connected.
Tamatlah riwayatnya.
sebelum gadis itu mematikan sambungan, si penelpon itu berujar kembali ...
"Ini gue telepon balik. Kalau gak ada kepentingan gue matiin."
"Eh, bentar!" Davina sedikit reflek berteriak menghentikan si penelpon, Marvel mematikan sambungan telpon.
Terdengar dari ujung telepon, Marvel hanya berdehem.
Entah membaik, atau memburuk. Piker keri, gadis itu dengan berani-beraninya mengatakannya dengan spontan ...
"Gue pinggin ngajakin lo--"
Kalo dia mau, gue beruntung, klo enggak, siapin kain nafan dah. Batin Davina dalam hati. Suaranya pun terdengar gugup.
Belum apa-apa, Marvel telah memberikan kesepakatan.
"Oke."
Padahal Davina belum selesai melanjutkan ucapannya.
Gadis itu membulatkan mata ke arah ponsel hingga lamunannya terhenti ketika Marvel melanjutkan perkataannya sebelum mematikan sambungan telepon dengan sengit.
"Hari H tiba gue jemput."
Tin.
Davina menganga mulutnya. "Gila tuh, orang!"
Tak lupa memeriksa riwayat panggilan. Dan benar saja!
Disana, Marvel mematikan sambungan telepon dengan terburu-buru. Masih sibuk dengan extrakulikuler jurnalistiknya, itulah salah satu alasan mengapa ia menelpon balik, Davina, gadis kasar itu.
Sedikit heran, padahal mereka tidak berkomunikasi lagi semenjak hubungan mereka kandas waktu itu, entah apa alasannya.
Padahal, Davina sendiri juga tak merasa menghubungi lelaki dingin itu. Chat saja, sudah tidak direspon meski masing saling menyimpan kontak.
***
Keesokan harinya, yang membuat Davina heran dicampur dengan rasa kesal, lelaki itu tiba-tiba menampakan dirinya di pekarangan rumah. Dengan penampilan dan struktur yang tak jauh berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] hi. EX
ChickLit[ COMPLETED ] #ExUnivers 🍒 Davina Deolinda. Siswi Falkultas Ekonomi Universitas Airlangga. Hidupnya jauh dari kata 'Extrim'. Tampannya pula tak secantik Chelsea Islan. Bahkan gadis itu menyebut dirinya 'Kentank'. Percintaannya pula tak seindah...