19' on the past

116 15 21
                                    

Terlihat Marvel terburu-buru, Davina kembali terdiam, gadis itu tidak berani menayakan apapun. Ia hanya berterimakasih karena membawa nyawanya kembali dengan selamat, selagi melambaikan tangan, buru-buru lelaki itu melanjutkan kelajuan mobilnya membasmi daerah free kecamaten di Surabaya.

Belakangan ini, gadis itu melakukan ritual rebahan dengan gaya magnet kasur, tiada tara.

"Lo, udah ga jombls, Kak? Baguslah, biar kita bisa couple date. Sekaligus memperkenalkan diri ke cowok lo, sebagai adik ipar," celatuk Raffles berada di sofa ruang tamu berkutat dengan mobile legends.

Tetapi, adiknya itu mempergokinya, membuat Davina berbalik arah menatapnya malas, "Tau apa, masi rempekan peyek ngunu, atek pacar-pacaran. Adek ipar, kek lo? Nggak sudi."

Minim akhlak, ya begini. Kids jaman now, breee.

"Dweeesooo, 'kan." Raffles ikut mencibir sedikit mendongak ke arahnya. "Punya Kakak kurdet, naseb elah. Orang gue udah panjang juga."

Panjang? Seketika pikiran Davina terjun ke alam bebas.

"Panjang? Panjang anunya, Dek?" cekik Davina menutup mulutya sedikit menahan tawa lalu bergegas menaiki tangga beralih ke kamarnya.

"Maapin Dede masih polosss."

Itulah suara teriakan adiknya, Raffles yang masih mengema.

Lalu, siapa pemulai diantara mereka?

Notifikasi bermunculan di layar instagram, Davina yang tida sengaja membuka aplikasi itu, tidak sengaja pula profil Ganya dengan lingkaran snapgram terbaru masih berada di setiap inci pengelihatannya.

Davina menekan snapgram tersebut, agar mengetahui apa aktivitas terbarunya. Lagi-lagi, Davina mengerutkan kening dengan ibu jari berada di layar ponsel. Ganya mengunduh snapgram dengan bersender pundak sesorang pria, gadis itu meminum minuman starbuck.

Terlihat jelas frappuccino greeen tea digengamannya. Davina hanya ingat frappuccino greea tea itu kesukaan Marvel.

"Apa sekarang mereka lagi kencan?" Pertanyaan Davina itu buru-buru ia segera menghubungi makluk kutub terlebih dahulu.

Sekian beberapa detik, panggilan terhubung, namun Marvel tak kunjung mengeluarkan suara. Itulah Marvel, tidak mau bahan gas pita suaranya menyusut. Maybe.

"Hekm. Posisi?"

"Gereja."

Pemikiran itu belahan Davina tangkis jauh.

Setelah itu, tiada obrolan kembali. Beberapa hal yang ingin Davina tanyakan namun terurungkan. Mulutnya sulit untuk berkata banyak dibanding kenyataan yang ia ketahui. Begitu juga, begitu juga hal lain serasa berkaitan.

Marvel mematikan sambungan telepon itu dengan sepihak, karena dirasa tiada topik yanh harus mereka bicarakan. Apa gadis kasar itu menghubunginya, hanya menayakan posisi? Aah. Sangat memboros pulsa.

Seorang gadis sedaritadi menatapnya dengan belahan meneguk frappuccino green tea-nya yang sama dengannya itu pun berujar setelah sekian beberapa menit detik disini tiada obrolan, "Hum ... cewek kamu?"

"Gak semua hal, lo harus tau, 'kan, Ganya?" Marvel bertanya balik membuat gadis itu terdiam sejenak.

"Kamu berubah."

[✔] hi. EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang