5' pagi buruk

210 30 18
                                    

Davina bersiul ringan berada di antara kemacetan kota Surabaya. Waktu pagi digunakan orang-orang melakukan berbagai pekerjaan, atau menempuh pendidikan di jadwal pagi-pagi seperti ini.

Semakin siang, tak menutup kemungkinan, para pekerja mengejar jam tayang. Tentunya lebih terburu-buru. Kemacetan dan lampu lalu lintas menjadi penghambat. Tak jarang pula, polisi bersiap keamanan yang terjadi di dalam perjalanan. Menghindari ketidakpatuhan, alat keamanan dalam berkendara.

Gadis itu menghentikan angkutan umum yang ditumpanginya. Langkahnya berada tepat di pasar bunga, jadi tak membuang waktu untuk menyebrang jalan melawan kepadatan lalu lintas.

Ia masih mempunyai waktu kurang dari satu jam agar tak melupakan jadwal materi kelas pagi.

Tiba-tiba gemercik air bendungan melesat cepat. Davina sempat tertegun dikarenakan air bendungan akibat para pengemudi mengebut itu mengenai pakaiannya. "Anying! What the fuck!" Ia mengumpat kasar hingga berfikiran memotret plan L yang tidak bertanggungjawab.

Di era globalisasi, maka internet semakin canggih. Dan itu ialah salah satu keuntungan positif internet globalisasi.

Tak perlu mengingat. Jika sang pengemudi mengunakan plat sama, hanya Davina akan mencabik-cabiknya seolah ceker ayam di panggangan

Tin! Tin!

Pengemudi lain pun mengklasonnya.

"Kalau mau sampai cepet, berangkat kemarin!"

Davina mengeram kesal. Menyadari keberadaanya yang sedari berada di tengah ramainya kepadatan jalan.

"Neng. Jangan marah-marah, tambah cantik." Davina menyengir. "Mau Abang lamar jadi istri, gak?"

"Pulang, Bang! Kasihan anak sama istrinya."

Dasar, abang kurang jablay!

***

Jalanan toko bunga ke kampusnya, untung saja  tidak jauh jauh amat-amat ditambah dengan satu jarak membuat Davina rela berjalan di pinggir trotoar dengan sinar matahari yang akan mengikuti langkahnya.

Waktu semakin berjalan cepat. Gadis itu berulang kali mengecek jarum jam di pergelangan tangannya.

Kirana yang tidak sengaja memperhatikan gadis itu pun segera mendekat menepuk pundaknya.

"Tumben amat, jam segini baru berangkat," cibir Davina menyengir menghibaskan pakaian yang dipakainya, namun kini telah tertutup jaket rompi.

"Basah?" Davina mengangguk. "Kasihan banget, mandi air got!" Kirana tertawa dengan tutur perkataannya yang terdengar menyebalkan.

"Pagi-pagi, gausah ngebacot, ya, Kir!"

Davina menaiki motor Kirana.

Gadis itu masih ekspresi yang sama telah berada di lingkungan sekolah. Ia juga sedaritadi mengikuti langkah Kirana diputarkan ke penjuru sekolah.

Bagaimana, tidak, hanya dari arah gerbang utama, lurus lurus lurus sampek pucuk disana kelas fakultas ekonomi berada namun Kirana malah mengajaknya memutar lewat jalur belakang hingga melewati beberapa belokan.

Jika tujuannya ke kantin, tak jauh beda, namun Kirana memutarkan melewati fakultas lain.

Kedua teman lainnya, tak lain Bella dan Bilqis, melambaikan tangan ke arah Kirana dan Davina yang saat ini baru saja menampilkan keberadaanya. 

Freeza juga barusaja memasuki kantin, gadis itu menyapa Davina. Meski sedikit tersenyum sebagai balasan. Gadis itu berkata dalam hati. Freeza yang jarang menyapanya. Bukan jarang pula melainkan tidak pernah meski mereka saling mengenal sebatas nama.

[✔] hi. EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang