Setelah beberapa menit, Marvel menunggu di depan toilet, kini gadis yang ditunggunya mengarah ke arahnya dengan melambaikan antusias.
Hari ini, Davina akan berterimakasih kepada lelaki itu ....
"Jangan baper ke gue!" bisik Marvel mendekat mengacak rambut lamis Davina. Perlakuan seperti inilah, yang Davina rasa semakin hari tingkah lelaki itu sedemikian berubah.
"Kenapa, sikap lo berubah, hm?" Davina berdehem, berusaha menangkap netra hijau lelaki dihadapan ini.
"Maafin gue--"
Perkatannya terhenti ketika Marvel tidak sengaja melihat bola basket hampir melayang ke arah gadis itu. Marvel menarik pergelangannya spontan berlindung di dekatnya lalu menangkap bola itu dengan posisi yang seimbang. Dihitung dari ketinggiannya, lelaki itu lebih gampang sekedar menerima bola dari tim atau memasukkan bola ke dalam ring.
Jika Davina yang terkena, bisa-bisa ... ajor, jum.
Sang pelempar--tidak lain berada di area lapangan itu menepuk bahunya berulang kali. "Sial! Vs Marvel!" ujarnya berdecak lalu mendorong tubuh teman lainnya yanh berada di dekatnya, "Broo! Ambilin bolanya."
"Ngak! Ngak!" Raka menghibas cekatan temanya yang kini mendorongnya.
Mereka semua mengerti siapa Marvel, lelaki dingin berkutub utara. Dari diamnya, menyimpan beribu makna.
Apalagi saat ini, Marvel mengapit bolanya. Memang--Marvel tidak menoleh kanan dan kiri dan memperhatikan siapa pelakunya tetapi dari tatapannya ketika berpas-pasan, lelaki itu menunjukkan sorot mata elang yang tajam.
"Hari ini, gue banyak terimaksih," tutur Davina sedikit gugup. Jika Marvel tidak menolongnya, mungkin tubuhnya akan berpelukan dengan aspal.
Raka terdiam sejenak, ketika memperhatikan Marvel dan Davina, hari ini ini terlihat dekat ditambah dengan basket yaang berada tangan Marvel.
Mau, tidak mau, Raka memberanikan diri mendekat untuk mengoper balik bola basket akibat perilaku temannya itu. Lelaki itu menarik lengan sang pelaku untuk mendekat ke arah si kutub.
"Lo, duluan!" Dia mendorong tubuh Raka hingga tidak sengaja membuat Marvel dan Davina menoleh ke arah pemuda yang kini sedang berdebat, tidak jauh dari arah mereka.
Tatapan Raka dan Davina tidak sengaja bertemu. Mereka dapat merasakan situasi kecanggungan di antara mereka. Detik itu juga, Raka terlebih dahulu mengalihkan arah.
"Permisi, Bro."
Mata elang Marvel sudah menatap tajam dua pemuda itu.
"Tatapannya serem, bang," gumam si pelaku mmeyengol berulang kali tangan Raka. Karena Raka merasa risih. "Najing lo, dekat-dekat gue! Bukan mukhrim!"
Dari sana, Marvel sudah menduga si pelaku itu bukanlah Raka. Dari gerak-geriknya itu pun terlihat jelas antara pelaku, atau korban.
Sekian detik mereka berdebat, Raka lagi-lagi terlebih dahulu memulai pembicaraan. "So-sorry. Guee-kitaa mau ambil bola--"
"Maaf juga kek," bisik temannya itu.
"Maaf, karena kelempar jauh." Raka menarik pernapasannya lalu belahan menghepaskannya. Apalagi memperhatikan tatapan Marvel membuat sesi menarik napas dalamnya tidak berjalan normal.
Beruntungnya, Marvel segera melemparkan bola ke tengah lapangan tanpa mengimindasi lebih jauh.
Raka yang belahan berbalik arah namun dengan arah yang berbalik dengan arah lapangan, mendapat teguran dari Davina, gadis itu menghentikan langkahnya sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] hi. EX
Literatura Feminina[ COMPLETED ] #ExUnivers 🍒 Davina Deolinda. Siswi Falkultas Ekonomi Universitas Airlangga. Hidupnya jauh dari kata 'Extrim'. Tampannya pula tak secantik Chelsea Islan. Bahkan gadis itu menyebut dirinya 'Kentank'. Percintaannya pula tak seindah...