"... jangan sampai ada barang yang tidak dibawa!" tutur Kak Aisyah di depan para peserta yang akan mengikuti kegiatan Persami besok.
"Ada pertanyaan? Jika tidak, maka saya akhiri." sambung Kak Putri menutup sesi instruksi. Aku sangat tidak sabar menanti persami besok. Sejak SMP, aku sudah sangat menggemari pramuka, setiap kegiatannya selalu berkesan untukku. Meskipun terkadang dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, namun sebenarnya pramuka itu menyenangkan, kok.
"Bakal sibuk, nih." celetuk Tian tiba-tiba berada di sebelahku yang tengah duduk di dekat para peserta. Ya, kami akan menjadi panitia di kegiatan kali ini.
"Sibuk tapi seneng!" sahut Viola membalik kalimat Tian yang awalnya ungkapan keluhan menjadi sebuah motivasi.
"Nah, bener." ujarku menambahi.
"Calon pradana, mah, mana mungkin takut capek," sela Armin menyindirku. Aku tertawa bangga atas pujiannya.
"Gue maksudnya?" sahut Tian tidak terima. Kami tertawa bersama siang itu, tidak sabar sekali menanti kegiatan perkemahan ini.
Siang berlalu. Di rumah aku mempersiapkan tas-ku untuk kegiatan besok pagi. Meskipun panitia, bukan berarti perlengkapan kami sepenuhya terfasilitasi oleh pihak sekolah. Setelah mencentang list-list barang bawaan, dering telefonku tiba-tiba berbunyi.
Aku mencari ke arah sumber suara. Aku lupa letak hp-ku setelah tidak kupegang selama beberapa jam hanya untuk menyiapkan barang bawaan. Saat kutemukan, deringnya telah berhenti. Rupanya Clara, ada apa dia menelfon malam-malam begini?
"Kenapa, Clar?" ujarku di chat.
"Lu bawa apa aja? Gue baru pertama jadi panitia persami weeh," balasnya membuatku tertawa.
"Cek aja di grup, Clar. Udah diberitahu Kak Putri, kok." jawabku.
"Oh, oke. Makasih, Rav."
Aku meletakkan hpku kembali, dan langsung melanjutkan packing-ku. Aku tersenyum-senyum sendiri menyadari diriku baru saja chat-an dengan Clara. Jika saja tidak ada kesibukkan, mungkin ribuan topik akan memenuhi kepalaku untuk mengisi perbincanganku dengan Clara.
"Eh--mikirin apaan, sih, gue? Chat sama Clara kenapa bikin gue sebahagia itu, ya?" batinku heran dengan diri sendiri. Aku berusaha membuang lamunan aneh itu dan langsung melanjutkan apa yang harus kulakukan.
Usai juga aku menyiapkan barang-barang bawaan. Setelah itu aku menutup tasku dan segera ke kamar untuk tidur. Tidak seperti biasanya. Jam masih menunjukkan pukul 10, dan aku sudah menutup mataku untuk mengunjungi dunia mimpi. Kali ini aku benar-benar perlu tidur tepat waktu untuk menjaga tenagaku agar tetap stabil.
***
Hari ini pun tiba, hari Sabtu yang akan kuisi dengan kesibukan yang teramat menyenangkan. Setelah bersiap-siap, aku bergegas berangkat ke lokasi dengan motor yang dikemudikan Papa. Aku tiba satu jam sebelum acara dimulai, lebih cepat dari instruksi Kak Aisyah untuk jadwal kedatangan para panitia.
"Ekhem ... tumben pagi banget?" sindir Armin melihatku datang lebih awal dari teman-teman lainnya.
"Dih, emang dasarannya gue rajin." celetukku sombong. Armin menaikkan satu alisnya sambil menatapku sinis, menandakan ia tidak percaya dengan ucapanku baru saja.
Tian datang beberapa menit setelahnya, dengan muka penuh semangat ia berjalan ke arah kami.
"Ini, nih, yang tumben. Tumben lu pagi banget?" tanyaku menyindir Tian.
"Lah, gue mana pernah kesiangan?" ujarnya mengada-ada. Armin tertawa, membuat aku dan Tian heran dan lalu menatapnya.
"Emang sodara kembar kalian, tuh!" pungkas Armin sambil tertawa menanggapi tatapan kami yang tertuju ke arahnya secara bersamaan.
"Dih," ujarku geram. Tian hanya tersenyum kecil melihat tingkah Armin yang selalu jahil pada kami berdua. Sedari dulu ia selalu berkata bahwa persahabatanku dengan Tian sudah seperti saudara kandung. Pernyataan itu selalu ia lontarkan meskipun kami berdua tidak pernah setuju dengan itu. Ya, jika aku punya saudara kandung seperti Tian, pasti sudah dari dulu aku meninggalkan rumah.
"CEPAT KUMPUL!" Seorang laki-laki dengan peluit di lengannya melayangkan teriakan, menghentikan perbincangan seru kami yang tengah berlangsung. Tatapannya tajam, menampilkan karismatik dalam dirinya. Rupanya perbincangan kecil kami tadi terhitung sebagai kelalaian bertugas walau kegiatan masih belum dimulai.
Para panitia berkumpul di depan pria itu. Rupanya ia adalah Kak Hasan, pradana putra yang memimpin kegiatan ini.
"Setelah ini, cepat siapkan bendera untuk apel pembukaan!" titah Kak Hasan pada para panitia yang berdiri di depannya.
"Siap, kak."
Kegiatan akan dimulai beberapa menit lagi, rupanya aku merasa ada seseorang yang belum terlihat oleh dua mata coklatku ini. Benar, sepertinya Clara masih belum datang.
Entah, aku begitu khawatir padanya. Sudah tinggal beberapa menit apel pembukaan akan dimulai, namun aku masih belum melihat Clara datang dari pintu masuk bumi perkemahan.
"Raven!" Suara perempuan yang sangat tidak asing di telinga itu memanggilku nyaring.
"Lah, Clara? Lu udah dateng dari tadi?" ujarku. Aku terkejut melihat Clara, sepertinya ia sudah tiba di lokasi jauh sebelum aku datang.
"Iya, lah. Gue nyiapin konsumsi bareng Kak Rani soalnya," ucapnya membuat pertanyaanku terjawab.
Tak lama, para peserta sudah terkumpul, dan apel pembukaan pun dimulai. Kegiatan persami ini berlangsung cukup seru. Terlebih, banyak dari peserta sangat menikmati setiap kegiatan yang mengisi perkemahan sabtu minggu kali ini.
Aku mendapatkan tugas yang sama dengan Clara di sesi penjelajahan, kami berada di satu pos yang sama. Entah kenapa, hal itu sangat membuatku bahagia dan bersemangat. Kalau perihal Clara, diriku sering aneh begini. Kenapa, ya?
"Mohon kerjasamanya, Kak Raven!" ujarnya sok formal denganku.
"Siap, partner!" sambungku mengikuti arah bercandanya.
Sesi penjelajahan juga berlangsung dengan lancar, tanpa kendala. Bagaimana tidak, justru ini sesi yang paling ditunggu-tunggu oleh semua peserta. Kami para panitia berdiri menunggu giliran peserta datang ke setiap pos. Mungkin melelahkan, tapi setidaknya aku punya teman bicara di sini.
"Lama amat, ya, Clar?" tanyaku sambil menoleh ke arah Clara.
"Ya, mau gimana lagi. Pos kita kan, paling akhir." jawabnya. Pertanyaan yang kulayangkan barusan memang hanya untuk mengisi topik di sela kebosanan menunggu.
"Lu suka pramuka dari kapan?" tanyaku lagi.
"Dari SMP, sih, tapi sejak gue sering masuk rumah sakit gue jadi ga sempet buat aktif di kegiatan lagi." jawabnya membuatku prihatin.
"Ooh, lah sekarang aman?" tanyaku menyambung.
"Iyaa, sekarang udah bisa ngontrol waktu sama tenaga. Semoga," ujar Clara. Kami mengobrol sangat lama untuk membuang keheningan yang membuat kami bosan.
"Eh, udah dateng, tuh." pungkas Clara seraya menunjuk ke arah para peserta yang berjalan menghampiri pos kami.
"Yah, cepet amat." geramku membuat Clara heran. Entah, kalimat itu spontan keluar dari mulutku, seperti ungkapan bahwa aku tidak ingin berhenti berbincang dengan perempuan di sebelahku ini. Clara heran dengan jawabanku barusan. Untung saja mereka sudah sampai di lokasi. Pasti akan gawat jika Clara menanyakan ucapan spontanku tadi.
Aku tersenyum setiap kali mengobrol dengan Clara. Tanpa ingin, pun, rasanya kebahagiaan mendorong bibirku untuk tersenyum. Sejak awal bertemu, aura Clara memang sangat manipulatif. Atau itu hanya berlaku padaku saja, ya? Atau jangan-jangan aku suka pada Clara? Tidak mungkin.
~Bersambung ke Part 10~
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirmala Fiksi-ku [END]
RomansaNirmala itu artinya indah, sempurna. Seperti aku memandang dirinya yang berada jauh di luar jangkauanku. Tak tercapai, tak tergapai. Mencintai dalam diam? Mungkin sebagai lelaki, aku tidak seharusnya menjadi sepecundang itu, tapi mau bagaimana lagi...