"Cieee ... pasangan serasi, dah!" goda Nolan yang baru saja tiba bersama sangga-nya (kelompok/satuan tim di pramuka penegak) melihat aku dan Clara berbincang sambil menunggu para peserta perkemahan untuk tiba di pos tali temali.
"Dih, gak jelas lu," jawabku spontan. Nolan malah tertawa terbahak-bahak melihat kami menoleh kesal menatap ke arahnya.
"Lu kenal Clara?" tanyaku pada Nolan,
"Siapa sih, yang ga kenal Clara? Nih anak baru masuk SMA Bimasakti beberapa hari langsung terkenal! Ya, ga, Clar?" ujar Nolan.
"Iya, seraahh. Emang Nolan ini ga jelas banget, dah." jawab Clara dengan tertawa kecil.
Aku terkejut dengan keakraban mereka. Aku juga baru tahu bahwa Clara ternyata seterkenal itu. Mungkin karena seminggu ini aku jarang nongkrong dengan teman-teman di kantin seperti tahun lalu, sehingga berita dan gosip terbaru tidak sampai ke telingaku.
"Lu ternyata femes, Clar?" tanyaku yang terkesan menyindir, tapi aku memang benar-benar bertanya untuk memastikan.
"Dih, ke mana aja lu?" pungkas Zaky, teman satu sangga Nolan yang justru heran padaku karena tidak tahu akan hal itu.
"Udah-udah ... langsung aja kerjain tugasnya. Bikin sambung tongkat doang pake satu tali lima meter." ucap Clara menyela, rupanya kami tenggelam dalam percakapan tidak penting itu.
Kelompok demi kelompok datang bergantian. Hampir semua peserta sudah sampai di pos terakhir, pos tali temali. Pos yang dijaga aku dan Clara ini menjadi penutup sesi penjelajahan dalam kegiatan persami malam ini.
Setelah sesi penjelajahan usai, para peserta dan juga panitia kembali ke lokasi perkemahan untuk beristirahat sebelum melanjutkan kegiatan di hari Minggu esok.
Hari Minggu pun tiba. Hari yang menjadi penutup kegiatan perkemahan ini diawali dengan game kuis tentang pramuka yang dibawakan oleh panitia kelas 11, sehingga kami para panitia kelas 10 hanya ditugaskan mempersiapkan peralatan untuk sesi terakhir dalam kegiatan ini.
"Baru tau gue kalo lu terkenal," ujarku yang masih tidak percaya dengan fakta itu.
"Hisshhh, masih dibahas ajaa," geram Clara.
"Hmm ... iya-iya. Cuma gue beneran baru tahu, loh!" sambungku.
"Padahal gue cuma friendly ke orang-orang, malah gue jadi bahan gosip." kata Clara yang akhirnya mau membicarakan itu.
"Lu sih, baik, Pinter lagi. Apalagi lu anak baru. Gimana ga terkenal," jawabku.
"Wih, gue dibilang pinter. Aamiin-in deh!" pungkas Clara seraya tertawa menanggapi ucapanku.
Aku lagi-lagi tersenyum. Berbicara dengan Clara membuatku merasa nyaman seakan obrolan tidak penting sekalipun tetap terasa menarik. Aku juga tidak ingin berhenti berbicara dengannya, rasanya ingin selalu mengobrol dengannya. Aku masih heran dengan perasaanku ini. Kenapa Clara seperti memiliki aura yang berbeda dari orang lain? Apakah orang-orang yang mengenalnya juga merasakan itu, atau hanya aku saja?
"Hai Clara!" sapa Marcel membuyarkan lamunanku. Aku kaget mengapa Marcel bisa berada di sini, padahal seharusnya ia berada di lapangan untuk sesi kuis.
"Hai Marcel!" balas Clara dengan humble-nya seperti biasa.
"Lah lu kok di sini, Cel?" tanya Tian heran,
"Iya, gue izin ke kamar mandi, tapi kepo dikit sama kalian," ujar Marcel.
"Alaaah, ngeles lo, pasti pengen liat Clara, kan?" celetuk Armin, teman sebangku Marcel di kelas. Marcel sontak tertawa malu dan langsung meninggalkan kami yang tengah menyiapkan alat-alat untuk kegiatan selanjutnya.
Tak lama, perempuan tangguh dengan selempang penuh TKK* yang mengelilingi baju pramukanya berjalan ke arah kami.
"SURUH SIAPA NGOBROL? BEBERAPA MENIT LAGI PENUTUPAN, PERALATANNYA MASIH PADA BELUM JADI?" bentak perempuan itu. Rupanya Kak Putri, Pradana yang menjadi pimpinan di kegiatan ini setelah Kak Hasan.
"Iya, kak. Maaf," ujar kami kompak merasa bersalah.
Tugas kami selesai beberapa menit setelahnya. Untung saja tepat waktu, coba terlambat sedikit, kami pasti dimarahi habis-habisan oleh kakak-kakak kelas.
Tiba juga di akhir kegiatan, yaitu apel penutupan. Tak terasa kegiatan menyenangkan ini sudah berada di penghujung acara. Para panitia yang akan bertugas di upacara sedang berlatih di lapangan. Termasuk aku, yang akan menjadi komandan kompi di apel kali ini.
"Awas ada barang yang ketinggalan, dicek lagi barangnya," Terdengar lirih suara Viola di barisan para peserta berbicara pada seseorang. Siapa lagi jika bukan Nolan? Mereka kalau sudah bucin, mana mungkin kenal waktu.
"Ekhemm ..." sindir Tian melihat mereka berdua.
"Iri ya lu?" ujar Zaky yang membuat Tian tidak bisa berucap apapun lagi, peserta lainnya di sekitar mereka tertawa lepas melihatnya. Tidak sampai Kak Naufal datang lalu meniupkan peluit panjang menandakan barisan harus segera ditata karena apel akan segera dimulai.
Upacara pun dimulai.
"Apel penutupan kegiatan Perkemahan Sabtu Minggu telah dimulai. Masing-masing komandan kompi menyiapkan barisannya," ujar Clara yang menjadi penyuara protokol.
"SIIAAAAPP, GRAKKK!"
"Pratama memasuki lapangan apel," lanjut Clara.
. . .
. . .
. . .
"Huft ... huft ... huft ...." Suara Clara mengundang perhatian seluruh peserta upacara. Bagaimana tidak, suaranya terdengar dengan jelas karena ia menggunakan microphone. Ia menghembuskan nafas berat yang membuat pandangan semua orang tertuju padanya. Upacara tetap berusaha dilanjutkan tanpa terusik dengan Clara yang tiba-tiba bersikap aneh begitu.
Sampai---
Gubrakkk ...
Clara terjatuh pingsan di ujung lapangan, menindihi microphone yang ada di depannya. Para panitia berlari ke arah Clara, beberapa guru memanggil tim UKS.
"Jangan di UKS! Harus panggil Ambulan!" teriak Viola memberitahu para guru untuk memberi penanganan yang lebih tepat. Mereka mengikuti arahan Viola. Terlebih, kakak-kakak kelas tahu bahwa Viola adalah teman terdekat Clara.
"Clara kenapa?"
"Clara kenapa?"
"Clara kenapa?" ujar para peserta kaget serta kebingungan melihat Clara yang tiba-tiba terjatuh pingsan. Semua orang mengerubunginya, apalagi para peserta kelas 10, di mana hampir seluruhnya mengenal Clara.Aku langsung berlari ke ruang medis untuk mengambil tandu, Tian berlari mengikutiku untuk membantu. Keringatku bercucuran di kening, aku sangat panik. Aku benar-benar khawatir.
Aku kembali ke lapangan dengan membawa tandu. Beberapa guru dan panitia mengangkat Clara yang sudah tak sadarkan diri ke tandu dan membawanya ke lobi area perkemahan untuk menunggu mobil ambulan. Para tim UKS datang membawakan P3K untuk penanganan sementara.
"CLARA KENAPA?" tanyaku ke Viola panik.
"Dia ga bisa terlalu capek. Dia, kan, ada anemia." jawab Viola.
"Loh? Iya, ya!!" ujarku semakin panik. Aku mondar mandir seraya mengurai-urai rambutku. Aku bahkan lebih panik dari siapapun di sana. Aku pun mulai sedikit lega setelah mobil ambulan akhirnya sampai.
Sepertinya ada perasaan yang berbeda dariku setiap melihat Clara. Bahkan kekhawatiran ini sangat tidak wajar untuk hanya empati seorang teman. Aku tersadar bahwa caraku memandang gadis berkacamata itu juga sangat berbeda. Rupanya aku akhirnya menyadari sesuatu yang selama ini aku tidak tahu jawabannya. Ya, benar ...
"Aku jatuh cinta pada Clara."
~Bersambung ke Part 11~
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirmala Fiksi-ku [END]
RomansaNirmala itu artinya indah, sempurna. Seperti aku memandang dirinya yang berada jauh di luar jangkauanku. Tak tercapai, tak tergapai. Mencintai dalam diam? Mungkin sebagai lelaki, aku tidak seharusnya menjadi sepecundang itu, tapi mau bagaimana lagi...