14

449 67 2
                                    

[ Korban dibunuh dengan luka tusukan pada perut kiri sebanyak 7 kali. Ada luka sayat yang sangat dalam di bagian leher, pergelangan lengan patah lalu kerusakan parah di area organ vital. Lidah korban ditemukan terpotong dan menurut laporan forensik korban tewas sekitar tanggal 25 Oktober 20xx pukul 01.50 dini hari. Identitas masih dalam penyelidikan polisi— ]

Taehyung mematikan layar televisi ngeri ketika pihak aparat hukum yang menangani masih menjelaskan pada wartawan. Ia mulai takut karena semakin marak kasus pembunuhan tak dikenal lewat saluran berita nasional. Menghela napas gusar, Taehyung ingat lokasi pembunuhan tadi tidak terlalu jauh dari kediaman-nya berada.

"Apa aku pulang ke rumah saja? Ibu dan Sooyeon hanya tinggal berdua."

"Tidak apa-apa, kamu jangan cemas begitu. Mereka pasti akan baik-baik saja. Media memang suka melebih-lebihkan sesuatu agar banyak yang menonton."

Kalut karena kecemasan melanda, Taehyung merasa jika akhir-akhir ini dia terlalu sering banyak berpikir.

"Apa Seokjin-hyung aman?"

Rumah dia yang paling dekat dengan area TKP. Buang napas gusar, Taehyung sandarkan punggung mengenai sofa. Pijat bahu yang pegal dan menendang sisi kaki Jimin heran. Sejak kemarin dia hanya asik diam dengan pandangan kosong lalu meraung marah hingga sukses buat Taehyung melompat kaget.

"Kenapa? Apa ada masalah?"

"Tidak ada."

"Bohong."

"Memang— ada."

Mengakui jujur, Jimin kunyah potongan pizza yang ia gigit dalam ukuran besar. Mengusap bekas saus menggunakan tisu sembari menatap Taehyung sekilas melalui sudut mata.

"Apa kamu ingat saat aku pulang dengan wajah babak belur?" Jimin meneguk kopi hitam pahit tanpa menoleh. Sungguh perpaduan aneh antara pizza dengan cairan hitam pahit. Ia tampak muram, mengeratkan pegangan diantara pegangan cangkir dan membuang napas kasar.

Taehyung tahu jika suasana hati Jimin tengah jelek. Ia mencoba bertanya dengan hati-hati diselingi senyum menenangkan.

"Ya, aku ingat. Apa terjadi sesuatu lagi?"

Ia gelengkan kepala namun detik berikutnya mengangguk heboh sembari bersandar pada punggung kursi. "Aku bertemu dengannya kemarin malam."

"Apa?"

"Tidak sengaja dan sepertinya keluargaku memiliki relasi bisnis dengan orang itu."

Taehyung menutup mulut rapat, mendorong cookies cokelat pada Jimin secara percuma nyaris langka. Menekan senyum geli, Jimin sama sekali tidak menolak karena jarang-jarang Taehyung rela berbagi makanan.

"Boleh aku tahu namanya?"

"Aku pikir namanya seperti... " Jimin mencoba mengingat-ngingat. Toh, tidak ada gunanya juga tahu nama orang gila. Memijat pelipis sebentar lalu melanjutkan lirih. "... Ya, awalan namanya sedikit sulit. Seperti Jackson?"

Drrrt!

Getar ponsel Taehyung menyela, meminta maaf lewat kekeh konyol dan membuka pesan masuk secepat kilat. Ada binar kesenangan di kedua mata kucing itu. Jimin mencebik masam.

"Teman rahasiamu lagi?"

"Yep."

"Kapan kamu akan mengenalkannya padaku? Hanya ini rahasia yang terus kamu sembunyikan bertahun-tahun."

"Lain kali, oke? Aku janji padamu."

Enggan memaksa kehendak Taehyung, Jimin menepuk paha teman baiknya kencang sampai mengaduh perih dan balas menoyor kepala Park Jimin kasar.

Cromulent; Jeon JeonggukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang