05

618 90 6
                                    

"Kamu terlihat bahagia."

Komentar tajam Jimin sontak membuyarkan dunia kesenangan Taehyung sejenak. Dia menggaruk ujung hidung malu disambut tatapan mengintimidasi seakan menunggu penjelasannya jujur.

Sulit berbohong menangani postur serius Jimin. Taehyung hanya bisa mengalah dan menjawab tanpa niat bersembunyi. "Teman yang aku bicarakan berkunjung tadi siang."

"Teman rahasiamu?"

Apa-apaan julukan konyol itu?

Taehyung berdecak mengagumi tanggapan cerdas Jimin jika menyangkut seluk-beluk kalimat sederhana Taehyung. Ia mengangkat satu alis tinggi-tinggi seraya menahan kening Taehyung agar tidak berpaling sembarang arah.

"Tidak mau mengenalkan padaku?"

"Akan aku kenalkan tapi nanti. Dia baru datang dari Busan."

"Sungguh? Kamu harus mengenalkan teman rahasiamu itu padaku dalam jangka waktu 5 hari. Tidak ada penolakan."

Menggertak pasrah, Taehyung tahu Jimin tidak pernah bermaksud buruk tentang pergaulan Taehyung yang terbilang bebas. Ia hanya cemas, takut teman baiknya jatuh pada rawa gelap bila dibiarkan lari seperti kucing liar yang berkeliaran tanpa punya tali pemilik.

"Kamu sudah makan?" Jimin melembutkan suara tegasnya agar tidak merusak suasana hati Taehyung. Dia tersenyum manis, mencubit pipi kanan cukup lama.

Masih kurus.

Aneh, sudah diberi makan banyak tapi tidak tumbuh daging.

"Kamu tidak melewati jam makan siang lagi 'kan?"

Jimin ingat sudah memberi Taehyung sejumlah uang untuk membeli makanan lewat delivery agar tidak susah payah memasak mengingat kemampuan buruk dalam mengolah bahan.

Geram sekaligus merenggut bersalah, Taehyung memang tak sengaja melewatkan jam makan siang. Sungguh tidak sengaja.

"Aku lupa tapi jangan marah dulu. Aku sudah makan malam tadi."

"Kamu tidak berbohong? Kalau begitu katakan padaku kamu makan apa?"

"Galbitang, aduh!" Taehyung terkesiap menengadahkan kepala ketika tangan Jimin meraih dagunya dan mendekatkan wajah hingga dapat merasakan napas hangat yang berhembus main-main. Ada satu jengkal tersisa kala Jimin mengerutkan hidung dan mengendus seperti anak anjing.

Taehyung tergagap sempurna. Malu karena pendekatan yang tak biasa.

"Hm, kamu tidak bohong."

Kurang ajar.

Menendang tulang kering Jimin kesal, Taehyung hentakan kaki lalu membanting pintu menimbulkan dentuman nyaring. Total abai akan tawa merdu kawan satu atap yang masih membuatnya terkejut sesaat.

.

.

.

Pagi hari berikutnya membangkitkan semangat membara Taehyung akan pekerjaan rutin yang tak lagi terasa mengganggu. Dia bersiap dengan cermat mengenakan sweater merah maroon juga celana bahan apik melapisi kedua kaki jenjang.

Jimin tahu bahwa Taehyung masih berbahagia seperti semalam.

"Aku antar."

"Tidak, ada temanku yang sudah menjemput."

Alis Jimin menekuk sekilas, menggigit roti panggang dengan isi selai kacang yang tak lagi enak dimakan.

"Begitu, sepertinya aku bukan lagi teman berharga bagimu."

Jelas merajuk.

Taehyung gigit bibir gemas menghalangi tuduhan Jimin yang kini enggan untuk menatapnya ramah. Taehyung tahan kejengkelan sedalam mungkin agar tidak menyembur keluar, menambah beban masalah.

Cromulent; Jeon JeonggukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang