Sudah lewat 3 hari sejak pesan terakhir yang Taehyung terima dengan segenap harapan. Awal mula dia kerap tak sabar dan terus memelototi layar ponsel setiap tiga jam sekali. Takut jika kalimat menemui nya hanya ilusi kerinduan Taehyung semata.
Lalu tiga hari bersambung membuat Taehyung ragu bahwa dia benar-benar akan datang mengunjungi Daegu.
Taehyung membuang napas gusar karena perasaan tak nyaman. Memakai coat hitam yang tergantung di samping pintu lalu keluar dari apartemen dengan tas hitam berisikan sketchbook kecil hasil pemerasan paksa dari Park Jimin.
Ia ingin pergi ke laut.
Melepas penat atau lelah mendera tubuh.
Taehyung tidak meminta Jimin menemaninya hari ini. Tahu jika tuntutan tanggung jawab terus Jimin terima dari pihak keluarga agar berhenti main-main dan lulus secepat mungkin.
Dia menghentikan taksi yang lewat dan menggunakan uang hasil pinjaman sang teman sebagai ongkos. Berjanji bahwa Taehyung akan melunasinya segera setelah mendapatkan gaji.
Selang 16 menit Taehyung turun menginjak sisi jalan sunyi yang jarang dilewati oleh kendaraan umum. Dia melewati besi pembatas setinggi pinggang, berjalan hati-hati agar bisa sampai di pesisir pantai yang terhalangi oleh bebatuan tajam. Sulit tapi Taehyung terbiasa sedari kecil.
Pengap hadir acap kali mendengar deru ombak mengaum memekak gendang telinga. Taehyung pucat seketika, mencoba menenangkan kegelisahan dan melepas sepatu agar bisa merasakan permukaan pasir dibawah telapak kaki.
Dia berjalan lebih lambat, mengeratkan pegangannya pada tas sebelum berbalik menjauh guna menekan dada karena gemetar halus.
Tidak bisa. Taehyung masih tidak bisa melawannya.
Ada ketakutan hebat yang selalu Taehyung pendam mengguncang kilas emosi tentang sakitnya kehilangan. Dia menarik paksa oksigen agar tetap berpikiran jernih. Duduk tanpa peduli pakaiannya akan kotor dan menatap langit biru yang luas berarakan awan putih.
'Kamu suka laut?'
'Um, suka. Sangat cantik dan besar.'
Taehyung benar-benar menyukai hamparan laut. Memuja salah satu ciptaan Tuhan akan besarnya kekuasaan. Mata hazel Taehyung berpendar redup mengikuti kicauan burung yang terbang bebas melintasi angkasa.
"Di kehidupan selanjutnya lebih baik bereinkarnasi menjadi unggas saja."
Setidaknya lebih baik daripada manusia yang harus bekerja keras demi bertahan hidup.
"Tidak, Jimin suka ayam. Dia pasti akan menyembelihku kalau begitu."
Menyingkiran imajinasi melenceng sejauh samudera. Taehyung keluarkan skecthbook bersampul arsitektur bangunan beserta pensil berniat menggambar objek baru. Dia pandangi lingkungan sekitar bingung, memilah hal menarik namun gagal karena semua pemandangan di depan mata tampak membosankan.
Malas.
Taehyung enggan menghabiskan kuota demi berselancar mencari ide di internet. Dia sedang berhemat sampai 2 minggu ke depan, mengira-ngira penerimaan gaji yang langsung habis membayar segala bentuk hutang-piutang juga belanja bulanan. Belum lagi uang saku Sooyeon ditambah pinjamannya pada Jimin yang bersikeras Taehyung lunasi.
Ibu juga sedang butuh uang karena sempat menunggak uang seragam sekolah.
"Buat lautan emas lebih mudah."
Bodoh.
Taehyung tersenyum kecut, berharap Tuhan mau memberinya status kaya raya sebagai bentuk keajaiban welas asih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cromulent; Jeon Jeongguk
FanficIa ingin kepemilikan mutlak, mengikat Kim Taehyung dalam jeruji kuat bernama hati. Tak masalah jika harus melenyapkan segala macam gangguan karena bagi Jeongguk hanya Kim Taehyung yang ia utamakan. "Jeongguk-ssi, apa menurutmu aku akan tenggelam?"