16

912 68 6
                                    

Sudah berapa lama mereka tidak berjumpa dan berbincang riang seperti halnya dua sepupu pada umumnya. Taehyung senang luar biasa menanti sosok Min Yoongi yang hanya bisa ia pastikan lewat sosial media atau kaca bening televisi.

Disamping Taehyung ada Park Jimin yang juga berdiri gugup membawa buket bunga berwarna-warni. Ia bilang jika ingin bertemu idola tidak boleh ada tangan kosong, harus dengan hadiah mahal atau tanaman indah bermakna.

“Taehyung, apa rambutku sudah bagus?”

“Bagus, jangan cemas.”

“Aku pakai parfum baru hari ini, kemari, coba cium aromanya.”

“Sudah harum, Jim. Apa kamu sangat gugup sampai gemetar begitu?” Taehyung mengarahkan sorot mata pada tungkai kaki Jimin disertai senyuman simpul.

“Haa, aku tidak pernah segugup ini.” keluh Jimin lunglai.

“Kamu terlihat seperti pria yang sedang menunggu pacarnya pulang.”

Jimin hanya diam, dia palingkan wajah untuk menutupi binar kecut. “Begitukah?”

Taehyung menatap dalam-dalam tanpa niat menjawab balik. Ada satu hal yang selalu mengusiknya entah mengapa dan bagaimana, namun Taehyung tidak pernah berani menebak. Bagi dia sebuah ketidaktahuan akan terasa lebih baik daripada sakit ketika mengetahui.

Jimin pun serupa.

Tidak ada yang lagi melanjutkan obrolan sampai siluet bayang seseorang berjalan dengan pakaian serba hitam tak lupa koper berukuran sedang tengah diseret menggunakan lengan kiri

Senyuman cerah Taehyung melebar seketika, ia lari untuk mendekati lebih dulu lantas memeluk erat sarat akan perilaku manja.

“Yoongi-hyung, aku rindu sekali.”

Min Yoongi balas memeluk hangat, ia bisikan dua kata sebelum menatap kilauan ramah Jimin dari balik bahu Taehyung sekilas. “Aku juga.”

“Hyung, untukmu.”

Alis Yoongi terangkat sebelah tanda heran meskipun begitu tetap menerima untuk menghirup; merasakan aroma bunga menyegarkan. Dia tidak berubah, masih bisa bersikap manis dan buat Yoongi waspada di lain kesempatan.

“Terima kasih.”

Taehyung perhatikan mereka berdua lekat, sengaja memberi jarak agar Jimin bisa mengobrol leluasa bersama Min Yoongi. Ia tahu bagaimana Jimin sangat mengagumi kakak sepupunya sedari remaja. Tahu pula perjuangan Jimin jika Yoongi sudah mulai membangun jarak pun menjauh dingin tanpa sebab.

“Hyung tampak baik.”

“Hm.”

“Apa kamu sudah makan siang?”

“Belum.” ia menjawab datar.

“Biar aku traktir di restoran—”

Langkah kaki Yoongi terhenti pasti, nyaris buat Taehyung yang berjalan dibelakang menubruk sebab terkejut. Astaga, untung dia punya refleks bagus.

Taehyung ingin bertanya ada apa namun nada dingin Min Yoongi saat berujar untuk Jimin sukses buat lidahnya kelu kehilangan fungsi. Taehyung meringis, usap air mata imajiner main-main selagi berdoa kepada Tuhan agar Park Jimin diberi kesabaran berlimpah.

“Kamu mengganggu, aku ingin istirahat.”

“A-ah, baik.”

Jimin tersenyum kikuk, menghela napas pasrah agar dapat menutup mulut rapat-rapat. Ia lirik cengiran Taehyung sinis, tutupi muka seolah malu menggunakan telapak tangan sesaat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cromulent; Jeon JeonggukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang