22 - Rhys

879 195 33
                                    

Seusai melakukan ritual pembakaran mayat Lazarus, Rhys mempersiapkan prajurit-prajuritnya dan berangkat menuju pelabuhan, menghabiskan nyaris dua hari perjalanan. Tidak ia duga, ia akan menjumpai pelabuhan itu secepat ini. Ia dan Lazarus sudah mensiasati berbagai rencana merobohkan benteng terakhir Waisenburg di tanah Albatross. Benteng terakhir yang menjadi pembatas Albatross menuju kemerdekaan. Cita-cita segenap penduduk Albatross dan mimpi terbesar Lazarus. Meskipun, kali ini, ia tidak datang untuk menyerang.

            Lazarus selalu mendongengkan kejayaan Albatross sebelum Rhys tidur. Senyum akan mengembang lebar di wajahnya. Betapa lelah dirinya, Lazarus tidak pernah henti-hentinya menggambarkan keindahan Albatross di masa kecilnya. Mendengungkan lagu kebangsaan Albatross, membangkitkan desir darah Rhys.

Kerajaan yang makmur, katanya. Penuh penjelajah dan petualang dan petarung. Penduduk yang amat mencintai kebebasan, namun tunduk pada satu takhta. Mereka amat menyukai pertarungan, namun tidak akan memerangi pemimpinnya sendiri. Tanah luas dan subur, dibatasi pantai-pantai indah di setiap sisinya. Ke mana pun mereka memandang, hanya ada hamparan horizon terbentang, tak terbatas. Tak ubahnya kebebasan yang mereka miliki.

            Rhys ingat Lazarus bercerita bahwa kakeknya sekadar nelayan di pesisir. Suatu hari menyelamatkan pangeran Albatross yang hanyut berhari-hari setelah sebuah badai menenggelamkan kapalnya. Membalas budinya, sang raja memberikannya tempat istimewa di kastil sebagai salah satu prajuritnya. Sejak saat itu, keluarga Lazarus menjadi prajurit kepercayaan keluarga kerajaan Albatross. Hingga Lazarus dipercayai menemani ayah Rhys, Remus, mengungsi di Cardinia, sekutu Albatross.

            Lazarus bermimpi memulihkan kerajaan Albatross, tetapi, nyatanya, Remus tidak memiliki cukup tekad untuk memperjuangkan tanah kelahirannya. Remus terlanjur jatuh cinta kepada putri bangsawan Mercier, Lianna, keturunan Ksatria Suci yang menjaga dan melindungi Cardinia. Cinta membuatnya menetap di tanah asing sebagai seseorang dengan identitas baru, membuang masa lalunya.

            Mereka menikah dan melahirkan Rhys. Namun, laut bagai musuh alami para Albatross. Pelayaran mereka menuju Kekaisaran Dyre menghadiri pernikahan sepupu Lianna dengan Kaisar Cicero, diterjang badai dan ombak tinggi. Kapal terakhir dilihat dekat Cayenne dan, sejak saat itu, tiada kabar kembali. Mereka tidak pernah kembali.

            Keluarga Mercier dan para pendeta membesarkan Rhys bersama Lazarus. Ketika ia cukup besar, sekitar delapan atau sembilan tahun, ia mengetahui ada kejanggalan dalam dirinya. Semua keturunan Ksatria Suci memilikinya, kekuatan kuno yang mereka sebut-sebut sebagai Zahl. Kekuatan kuno yang seharusnya sudah binasa, sembarang orang tidak memilikinya, tetapi tubuh para Ksatria Suci mengingatnya.

            Para pendeta mengilhami kekuatannya sebagai harapan Albatross. Mereka melatih Rhys menguasai Zahlnya. Para Mercier mengajari Rhys cara menggunakan Zahl sebagai senjata. Dan dengan Lazarus, mempelajari seni berpedang Albatross. Kau satu-satunya harapan bagi Albatross, para pendeta sering menggaungkannya, satu-satunya orang yang akan membebaskan penduduk Albatross, sekumpulan domba tanpa penggembala.

            Tetapi, sesungguhnya, di dasar hatinya, Rhys berjuang untuk Lazarus. Ia akan menghadiahinya kemerdekaan yang ia idamkan. Ia akan memberikan tanah Albatross kebebasan setelah pengorbanan yang Lazarus lakukan untuk melindunginya. Sebab, akhirnya, setelah bertahun-tahun, Rhys mempunyai cara untuk menebus kesalahannya. Semuanya, selama ini, selalu demi Lazarus.

            Rhys menghela napasnya. Maafkan aku, Lazarus, tapi, kali ini, aku belum mampu mengabulkan permohonanmu, doanya dalam hati saat menyaksikan tubuh Lazarus dilahap api, menjadi abu. Setidaknya, Lazarus tidak akan menderita lagi. Ia akan genap dan sempurna bersama Dewa Perang di khayangan. Hamba sang dewa yang paling taat.

PETRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang