"Apa kau yakin adikmu akan baik-baik saja?" tanya Rhys, menyerbu punggungnya dengan seribu kecupan. Mencumbu semua bekas luka di tubuhnya, terutama di bahunya sementara langit di luar berubah jingga.
Petra memejamkan matanya, menikmati belaian Rhys. "Hmm-mm. Keahliannya adalah mencari masalah. Jadi, ia terbiasa membereskan masalahnya sendiri." Ia membalikkan tubuhnya, menautkan jari dengan milik Rhys. "Bagaimana dengan kita? Apa yang akan kita lakukan?"
"Pertama, kita akan memindahkan perkemahan ke wilayah yang lebih aman." Ia mengecup buku jari Petra. Pangerannya yang manis. Hati Petra meleleh memandanginya. "Kedua, kita akan menikah setelahnya. Aku akan mengatur tanggal dengan pendeta."
"Di Albatross ada pendeta?" Mata Petra membelalak tidak percaya.
"Kenapa?" Rhys terkekeh. "Kau pikir Albatross rakyat biadab yang tidak percaya dewa? Ada, Sayang, mereka hidup berkumpul. Sedikit di pedalaman, mereka tinggal di puncak bukit, menyembah sang Dewa Perang."
Petra meraih rahang Rhys dan mengirimkan kecupan ke bibirnya. Sebuah kecupan yang ringan nan manis. Namun, tampaknya gairah Rhys kembali bangkit oleh kecupannya. Tubuh pria itu merangkak di atasnya, ranjang bergoyang karena pergerakannya. Pria itu mulai menciumnya. Tangannya di mana-mana dan Petra lebih dari siap—
Cedric berdeham dari luar, menghentikan gigitan Rhys pada daun telinganya. "Apa?" tanya Rhys ketus.
"Rhys, seseorang mencarimu," jawab Cedric.
"Siapa?"
"Dia... tidak memberitahuku namanya."
Rhys mengernyitkan mata seolah-olah Cedric dapat melihat kejengkelannya dari luar tenda. "Kau membiarkan seseorang yang jelas mencurigakan masuk ke dalam perkemahan kita. Langkah pintar untuk bunuh diri."
"Ia berkata bahwa ia mengenalimu, Rhys," ujar Cedric.
Rhys mengerang tidak senang. "Katakan padanya bahwa aku harus menyelesaikan urusanku terlebih dahulu."
Helaan napas Cedric nyaris menyemburka tawa dari perut Petra. Ia dapat membayangkan betapa canggung wajah Cedric harus mengirim kabar kepada atasannya yang—sebuah desahan lolos dari mulut Petra—sedang mabuk cinta dan gairah.
"Dia bilang, kau akan menyesalinya." Cedric kembali bersuara.
Putus asa akan kegigihan Cedric, Rhys melompat dari ranjang dan berpakaian secepat kilat. Sudut bibirnya cemberut seakan tidak senang harus meninggalkan Petra. Sehingga, Petra mulai mengenakan pakaiannya satu per satu hendak mengekorinya. Rhys mendaratkan sebuah kecupan di keningnya sebelum keluar tenda, membunuh Cedric dengan tatapannya.
"Di mana dia?" Rhys menggeram rendah.
"Di lapangan, Rhys. Apa aku perlu menemanimu?""Kita akan berangkat besok, pagi-pagi sekali. Kau bantu yang lain menyiapkan perpindahan."
Cedric bertukar pandang dengan Petra sembari mengangkat bahunya. Petra menyeringai, menepuk pundaknya akrab. Setelah duel, Cedric menjadi salah satu teman baiknya di perkemahan. Ia tampak galak, namun tidak pelit mengajari Petra berbagai teknik berpedang Albatross. Kalau boleh Petra akui, Cedric merupakan guru dan panglima yang luar biasa. Ia tidak pintar berkata-kata, tetapi tindakannya menyiratkan segala hal tentangnya. Sebagaimana pria itu diam-diam melirik Olivia—ah, ia akan menceritakannya, suatu saat kelak.
Petra mengikuti langkah Rhys menuju lapangan terbuka. Matahari sedang terbenam di horizon, langit berubah jingga dan keunguan dan magis. Pemandangan yang susah ditemui di kota-kota Reibeart. Angin bersemilir pelan, bermain dengan helai rambut Rhys.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRA
FantasyBakat dan kemampuan semata tidak cukup memuaskan orang-orang di sekitarnya... Petra Alexius of Reyes, putri sulung Kerajaan Reibeart hanya memiliki dua tujuan dalam hidupnya. Pertama, ia akan melindungi seluruh keluarganya, Ayah, Ibu, saudaranya--da...