Raphael sedang bercengkerama dengan Komandan Livius mengenai pasukan tambahan dari Reibeart saat kapten pasukannya, Myles, menginterupsi. Myles membungkuk hormat kepada para petinggi di dalam tenda itu sebelum menoleh ke arah Raphael, berkata, "Komandan, maaf mengganggu, tetapi kehadiran Anda ditunggu Kepala Perawat di barak mereka."
Kendati heran, Raphael mengundurkan diri dari pertemuan itu dan segera keluar tenda. Setelah beberapa langkah menuju barak perawat, Raphael bertanya, "Ada kepentingan macam apa di sana? Sejauh yang aku ingat, aku tidak pintar menyembuhkan luka-luka."
Myles mengatupkan bibirnya ragu-ragu menjawab, "Komandan Reyes siuman."
Darah Raphael mendadak berdesir cepat, detak jantung memompa langkahnya semakin cepat menuju barak perawat. Kurang lebih dua minggu semenjak Gideon Reyes tidak sadarkan diri. Raphael meminta Kepala Perawat yang menjaga Gideon untuk mengabari dirinya seorang apabila pria itu siuman. Raphael membutuhkan penjelasan atas apa yang terjadi hari itu. Mengapa seorang Albatross menyelamatkannya dari ledakan kapal.
Jika Raphael akan berjuang dalam perang, setidaknya, ia perlu tahu apa yang sedang ia perjuangkan.
Sesampainya di hadapan barak perawat, Raphael disambut oleh Kepala Perawat, wanita Waisenburg pertengahan lima puluh bernama Camilla. Bertahun-tahun jauh dari keluarga dan terjun ke medan perang atas perintah kerajaan menuakan penampilannya. Tiada lagi jejak rambut cokelat setelah mahkota perak bertakhta di kepalanya. Maniknya tidak memancarkan kehangatan seorang ibu melainkan memancarkan pandangan yang telah menyaksikan banyak kematian. Walaupun tampak tegas dan galak, keahlian menyembuhkannya menandingi dokter-dokter di Republik Whiteford.
"Dia sudah bangun sejak pukul sembilan tadi, tetapi tidak membunyikan lonceng," ujar Camilla berjalan beriringan Raphael "Selain sikapnya, tidak ada kelainan fisik yang berarti."
"Terima kasih, Miss Camilla."
Wanita itu pergi meninggalkan Raphael di ambang bilik pribadi Gideon. Dan tanpa menunggu perintah, Myles lekas menjaga satu-satunya jalur masuk yang ada. Raphael melangkah ke dalam, semilir angin menerpa wajahnya. Gideon duduk tegap di atas ranjangnya menghadap jendela. Sorot pandangnya tidak meninggalkan pemandangan pelabuhan di kejauhan, ombak yang saling mengejar, dan kasak-kusuk prajurit angkatan laut Waisenburg.
Raphael memberikan salamnya, lebih sebagai pertanda kehadirannya di dalam bilik. "Lord Reyes."
Masih mematri pandangannya ke horizon, Gideon perlahan menghirup napasnya, mencari-cari suaranya yang hilang. "Schiffer. Apa yang terjadi selama aku tidak sadarkan diri?"
"Seperti yang Anda tahu, ledakan terjadi. Seorang Albatross menyelamatkan Anda dari kapal karam dan setelahnya... pasukan tambahan akan dikirimkan dari Reibeart." ujar Raphael hati-hati, tidak berencana mengejutkan pria yang baru saja sadarkan diri.
"Begitukah," ujar Gideon. Mata biru gelapnya itu membalas tatapan Raphael. Ia selalu menghormati Gideon. Penduduk Reibeart selalu mendengungkan lagu mengenai perjuangan Gideon dan ayahnya, Tristan Schiffer, di perang saudara tiga puluh tahun lalu. Mereka dikenal sebagai pahlawan perang Reibeart dan Tristan sendiri menghargai, mengakui kemampuan serta kecerdasan Gideon yang superior.
Pria itu seakan tercipta bukan untuk peperangan, tetapi mengakhirinya, kata ayahnya suatu saat. Dan Raphael mengerti kenapa. Sebagian besar serangan Albatross berhasil diterkanya ketika para komandan Waisenburg masih ongkang-ongkang minum anggur. Raphael yakin apabila Gideon diberikan kekuasaan tertinggi, pemberontakan dapat diberantas dalam kurun waktu singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRA
FantasyBakat dan kemampuan semata tidak cukup memuaskan orang-orang di sekitarnya... Petra Alexius of Reyes, putri sulung Kerajaan Reibeart hanya memiliki dua tujuan dalam hidupnya. Pertama, ia akan melindungi seluruh keluarganya, Ayah, Ibu, saudaranya--da...