Warning!! Terdapat adegan kekerasan yang dapat menganggu kenyamanan pembaca.
(n)) Dalam bahasa Spanyol, Muneca artinya boneka atau boneka roh.
Di ruang guru yang hening, seorang guru berambut sebahu tampak sibuk menekan tombol mesin kopi yang tiba-tiba mati. Garis-garis kerutan di dahinya semakin dalam saat ia menunduk, melihat ke dalam cangkir di bawah pancuran yang hanya terisi setengah.
"Aduh, mati listrik lagi! Astaga, ini sudah keberapa kali," keluh Guru Marin, matanya menelusuri ruangan yang kini temaram karena lampu mati.
Di saat yang sama, Guru Jang Jibon muncul di dapur dengan ekspresi kecewa begitu menyadari nasib mesin kopi itu. "Yah, nggak jadi nyeduh kopi, dong!" keluhnya sambil menghela napas panjang.
Dapur itu terbuka dan menyatu dengan ruang guru, hanya dipisahkan oleh meja bar setinggi perut orang dewasa. Kesejukan pagi kini berganti gerah karena sirkulasi udara terbatas, apalagi tanpa AC yang mati.
"Kalau begitu, mau beli kopi di kafe aja?" tawar Guru Jisoo, yang baru selesai mencuci tangan. Ia tersenyum kecil, tatapannya beralih ke dua rekannya yang langsung tampak sumringah. "Biar saya yang traktir, deh."
Tanpa ragu, mereka berdua mengangguk penuh antusias.
"Saya mau, Bu Jisoo!" sahut Guru Jibon cepat.
"Saya juga, tapi pesan dua ya, siapa tahu nanti masih kurang," sambung Marin bercanda.
Guru Jisoo tersenyum kecil, wajahnya begitu anggun. "Saya pesen americano. Tolong catat pesanannya ya. Sekalian tawarin guru yang lain!" katanya menunjuk ke arah guru-guru lain.
"Siap!" mereka berdua terbirit-birit pergi.
Setelah kedua guru itu bergegas, Guru Jisoo tersenyum kecil sambil geleng-geleng kepala. Ia berjalan membuka tirai jendela agar sinar matahari bisa masuk, menerangi ruang guru yang sedikit pengap. Namun, anehnya meski listrik padam suara radio sekolah masih terdengar di setiap sudut, memancarkan siaran tanpa gangguan.
"Bu Jisoo, ini suara anak-anak siaran lagi, nih. Bukannya aktivitas penyiaran sementara diberhentikan?" Salah seorang guru di meja bertanya setelah Guru Jisoo ikut duduk bergabung pada sekumpulan guru yang berkumpul.
Guru Marin yang sedang sibuk mengisi daftar pesanan ikut menyahut sambil menoleh. "Padahal saya dengar anak-anak setuju menunda siaran sampai listrik diperbaiki."
"Saya juga bingung, padahal saya sudah beri antisipasi anak-anak persoalan masalah listrik. Mereka juga sepakat menunda aktivitas penyiaran," balas Guru Jisoo.
Seorang guru paruh baya dengan perut buncit mengangkat wajahnya dari piring. "Listriknya kenapa emangnya?"
"Kata teknisi, arus listrik studio penyiaran bertabrakan dengan instalasi utama sekolah. Kalau dibiarkan bisa korsleting besar-besaran," jawab Guru Jisoo serius. Wajah-wajah di sekitar meja mengangguk penuh kekhawatiran.
"Berpotensi kebakaran, dong!" seru guru perut buncit itu, ekspresinya terkejut.
Guru Jisoo menarik napas panjang. "Itu sebabnya saya akan coba bicarakan lagi dengan kepala sekolah."
Sementara itu, di auditorium sekolah yang megah, Ketua OSIS Sung Hanbin berdiri di panggung tengah, melingkupi aula yang penuh deretan kursi bertingkat. Meski banyak yang kosong, siswa-siswa perwakilan kelas tampak antusias mendengarkan Hanbin yang tengah berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muñeca ⋮ Kim Seungmin
Fiksi Penggemar[Seungmin, ft Nako] Kim Seungmin adalah siswa teladan yang selalu berpikir logis dan menjadi kebanggaan para guru, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah total. Semua bermula saat ia membeli boneka Barbie berdesain Jepang di sebuah toko antik. B...