Ramalan Terlarang

114 17 4
                                    

Cermin oval besar yang tergantung di dinding menjadi pusat perhatian tiga lelaki yang berada dalam ruangan itu. Pandangan mereka melekat pada 'penampakan perempuan' yang terpantul dari dalam cermin. Bukan, tentu saja itu bukan cermin biasa, melainkan cermin penghubung dunia kegelapan dengan alam manusia. Seseorang di antara mereka menghela napas panjang, sebelum menjentikkan jarinya yang membuat bayangan di cermin itu menghilang.

"Kenapa dihilangkan? Bukannya kita sedang mengawasi?" Seorang lelaki dengan mata dan rambut yang memiliki warna senada, yaitu hitam pekat, hidung terpahat sempurna, kedua alis tebal melengkung, meluncurkan protes pada lelaki berjubah abu-abu di sebelahnya.

Si jubah abu-abu langsung melayangkan tatapan tak terima lewat bola mata silver jernih yang memberikan efek sedingin es. "Dia akan ganti baju. Tidak ada yang boleh melihat kulit di balik baju yang ia kenakan, kecuali aku, Lou."

"Padahal, aku sudah pernah melihatnya mandi," gerutu Lou pelan, yang langsung dapat balasan sentuhan mematikan dari Grey, membuat lelaki itu menjerit keras. "Oke, ampun! Aku hanya melakukan tugasku waktu itu. Dan, apa itu salah seekor laba-laba yang menetap di atap kamar mandi?"

Grey menekan jari telunjuknya di pipi Lou, hingga membuat bekas biru, yang kemudian dengan secepat kilat menghitam. Grey adalah Pangeran Kegelapan yang punya julukan The Cursed Ice Prince from Hell. Semua sisi dari lelaki itu meneriakkan 'sosok dingin yang kejam'. Rambut silver berkilau, mata abu-abu tajam, dan kulit sepucat kertas membuat Grey begitu mencolok. Salah satu dari banyak kemampuannya adalah the deadly touch yang dapat membuat siapa pun yang disentuhnya membeku dari dalam, tapi merasakan sensasi perih dan terbakar hebat di area yang disentuh. Dalam hitungan detik, mereka akan mati tersiksa.

"Kau akan membunuhnya, Grey!" desis Throne-kakak lelakinya, tapi dilahirkan dari ibu yang berbeda.

Sambil memutar mata malas, Grey menjauhkan telunjuknya dari pipi Lou. "Kembali ke sana dan awasi dia. Enam jam lagi gerbang akan dibuka penuh. Saat itulah aku akan menjemputnya," perintahnya pada Lou-tangan kanannya.

"Kau yakin ini waktu yang tepat untuk membawa dia kembali?" tanya Throne menatap Grey lekat-lekat.

"Aku sudah menunggunya selama tujuh ratus tahun. Bahkan, aku tahu saat jantung kami berdegup bersama. Aku tidak bisa menunggunya lebih lama," tandas Grey berbalik pergi meninggalkan Lou dan Throne.

"Kau juga pasti memahami apa resikonya jika para penyihir tahu kau menjemput wanita itu? Ada suatu alasan mengapa ramalan itu disebut sebagai ramalan terlarang, Brother."

Grey menoleh dengan seringaian di bibirnya. "Mengapa kau sangat naif, Throne? Ramalan itu dibuat para penyihir untuk menakuti kita. Kondisi Raja sudah tidak baik. Kerajaan ini membutuhkanku dan aku butuh dia untuk memimpin."

"Meskipun dia adalah pangeran yang menyebalkan, tapi kali ini aku di sisinya," celetuk Lou sambil menyengir ke arah Throne.

Lelaki dengan mata keemasan dan rambut cokelat sebahu itu mendesah pelan. "Apapun rencanamu, kau harus melakukannya dengan cepat. Aku tidak bisa menutupi ini dari Raja lebih lama."

"Menurutmu, mengapa aku selalu menugaskan Lou untuk mengawasinya?" tutur Grey menatap kakaknya. "Karena selalu ada serangan dari dunia kita yang mengarah padanya."

***

Apa yang lebih menyebalkan dari gagalnya kencan di malam minggu? Raline mendengkus berkali-kali sambil berbaring di kasurnya. Padahal ia sudah berganti baju dan berdandan, siap menunggu sang kekasih menjemput. Akan tetapi, sepuluh menit lalu, lelaki itu membatalkan kencan malam minggu mereka, tanpa alasan jelas.

"Kesel banget!" Raline menjejakkan kakinya ke tembok, kemudian langsung teringat tetangga kamarnya bisa saja terganggu. Maklum, wanita itu tinggal di apartemen kecil. "Lembur mulu! Lembur mulu! Pacar dianggurin, laptop dielus-elus."

Grassy's FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang